BERITA

Gara-gara Jakarta, 3 Daerah Rawan Pilkada 2017 Tak Terpantau Media

"pemberitaan media yang didominasi isu pilkada Jakarta menyebabkan minimnya pemberitaan dan peliputan di tiga wilayah rawan dalam pilkada 2017, seperti Aceh, Papua dan Papua Barat. "

Gara-gara Jakarta, 3 Daerah Rawan Pilkada 2017 Tak Terpantau Media
Simulasi pengamanan Pemilu 2014 di depan Kantor Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Besar. (Foto: kip-acehbesarkab.go.id)


KBR, Jakarta - Pemberitaan media massa mengenai pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2017 dianggap terlalu didominasi isu Pilkada Jakarta.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyebut pemberitaan media yang didominasi isu pilkada Jakarta menyebabkan minimnya pemberitaan dan peliputan di wilayah rawan dalam pilkada 2017, seperti Aceh, Papua, Banten dan Papua Barat.


Anggota Tim Asistensi Bawaslu Abdul Ghofur menyatakan tiga daerah rawan itu minim pemberitaan dari aspek penyelenggaraan (KPU), kontestasi (pasangan calon), dan partisipasi Pilkada (pemilih/masyarakat).


Bawaslu sudah merilis Indeks Kerawanan Pilkada (IKP) dan Peta TPS rawan Pilkada 2017 pada Oktober 2016 lalu.


"IKP dan pemetaan TPS rawan itu adalah bagian dari kerja pencegahan dan pengawasan Bawaslu," kata Abdul Ghofur, di Jakarta, Kamis (9/2/2017) sore. Indeks Kerawanan Pilkada maupun peta TPS rawan diilis untuk upaya pencegahan konflik dan kekerasan terkait pilkada.


Baca: Papua Barat, Aceh, dan Banten Jadi Provinsi Paling Rawan Konflik Pilkada 2017

Berdasarkan hasil skoring IKP 2017, daerah yang menyelenggarakan pemilihan Gubernur yang masuk kategori kerawanan tinggi adalah Provinsi Papua Barat, Aceh dan Banten. Sedangkan empat provinsi lainnya seperti Sulawesi Barat, DKI Jakarta, Kepulauan Bangka Belitung, dan Gorontalo masuk ke dalam kategori kerawanan sedang. 

Ghofur mencatat, angka kekerasan menurun sejak 2009 hingga Pilkada serentak periode pertama pada 2015. Namun angkanya kembali naik pada Pilkada serentak periode kedua 2017 ini.

Tiga wilayah yaitu Aceh, Papua dan Papua Barat memiliki banyak TPS rawan. TPS rawan dinilai berdasarkan lima indikator yakni masalah data pemilih, ketersediaan logistik, keterlibatan penyelenggara negara, politik uang, dan prosedur pemilihan.


Sementara itu, peneliti dari Papua Resource Center Amiruddin Al-Rahab menilai lima indikator TPS rawan itu merupakan tanggung jawab penyelenggara pemilu, dan bukan karena masyarakat. Amiruddin menyebut penyebutan TPS rawan seolah mememberi label pada masyarakat pemilih sebagai pihak yang bertanggungjawab.


"Padahal, misalnya masalah logistik, ini adalah ketidakmampuan KPU untuk distribusi," paparnya.


Amiruddin mengatakan indikator TPS rawan juga gagal menangkap masalah sebenarnya. Menurut Amiruddin, seharusnya kata dia Jakarta masuk daerah rawan karena memiliki magnitudo masalah yang lebih besar dari tiga daerah itu.


Jika Bawaslu tidak memasukkan Jakarta sebagai daerah dengan tingkat kerawanan tinggi pada Pilkada, berbeda dengan intelijen Polri.


Baca: Intelijen Polri Sebut 3 Provinsi Rawan Konflik Pilkada 2017

Pada Pilkada 2015, Bawaslu juga menggunakan lima indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu daerah. Lima indikator itu adalah profesionalitas penyelenggara, politik uang, akses pengawasan, partisipasi masyarakat dan keamanan daerah.


Pada 2015, tiga daerah dengan Indeks Kerawanan Pilkada tertinggi adalah Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Utara dan Maluku.


Baca: Inilah Tiga Daerah Paling Rawan Saat Pilkada 2015  

Editor: Agus Luqman

red

  • Bawaslu
  • Pilkada 2017
  • #Pilkada2017
  • #pilkada101
  • pemilu serentak
  • Aceh
  • Papua
  • Papua Barat

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!