HEADLINE

Dewan Kerukunan Nasional, Wiranto: Bukan untuk Pelanggaran HAM Masa Lalu

Dewan Kerukunan Nasional, Wiranto: Bukan untuk Pelanggaran HAM Masa Lalu


KBR, Jakarta- Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto menegaskan Dewan Kerukunan Nasional (DKN) tidak ditujukan sebagai lembaga rekonsiliasi kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Kata dia, DKN dibentuk untuk menangani konflik horizontal maupun vertikal di masyarakat dengan jalan musyawarah.

"Dewan Kerukunan Nasional itu, saya ulangi bukan diarahkan untuk menyelesaikan dugaan pelanggaran ham berat masa lalu dengan cara-cara nonyudisial, bukan. Tetapi Dewan Kerukunan Nasional itu dibentuk dibangun diadakan untuk memberikan solusi terhadap konflik-konflik horizontal di masyarakat ataupun konflik vertikal dengan pemerintah yang tidak serta merta diselesaikan dengan cara-cara yuridis," kata Wiranto di Kemenkopolhukam, Jumat (17/2/2017).


Wiranto menambahkan, lewat DKN, penyelesaian konflik sosial di masyarakat lebih mengedepankan pendekatan nonyudisial. Menurutnya, hal ini bisa mengurangi beban perkara yudisial yang harus ditangani lembaga seperti Komnas HAM.


"Ketimbang langsung kita mengundang, misalnya Komnas HAM, apa-apa Komnas HAM, ya tidak apa-apa tapi beban Komnas HAM akhirnya terlalu berlebihan, terlalu banyak masalah yudisial," imbuhnya.


Kendati demikian, Wiranto menegaskan jalur hukum atau yudisial tetap bisa ditempuh, apabila cara musyawarah mufakat gagal menyelesaikan konflik.

"Kalau nggak bisa, baru kita mengundang aparat keamanan, aparat penegak hukum, yang menangani dengan cara-cara yudisial," tuturnya.

Diakomodirnya opsi yudisial ini, dinyatakan Wiranto untuk membantah anggapan pemerintah menutup pilihan yudisial untuk menyelesaikan konflik sosial.


"Tidak ada niat pemerintah untuk kemudian semuanya harus selesai dengan cara-cara nonyudisial, tidak mungkin, ada hal-hal tertentu yang memang harus diselesaikan secara peradilan," ujar politisi Partai Hanura ini. 

Berbeda disampaikan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Teten Masduki. Kata dia,  Presiden Joko Widodo menyerahkan penuntasan kasus HAM masa lalu kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.

Menurut Teten, Presiden tidak mempermasalahkan apabila penuntasannya ketujuh kasus tersebut melalui jalur nonyudisial. Yang terpenting adalah kasus HAM masa lalu segera dituntaskan.

"Ya tidak apa-apa, kalau ketujuh-tujuhnya mau diselesaikan nonyudisial juga. Saya kira asal memang itu sudah dipikirkan paling tepat, dan juga bagi para korban HAM-nya juga diajak bicara, sehingga ada kesamaan dengan proses yang diselesaikan dengan pemerintah. Toh saya kira waktu kami dialog dengan teman-teman Komnas HAM, dengan aktivis HAM juga, memang pilihannya kan antara penegakan hukum atau nonhukum," kata Teten di kompleks Istana, Jumat (17/2/2017).


Teten menambahkan, Presiden juga telah menagih penyelesaian 7 kasus HAM masa lalu pada rapat terbatas kebijakan reformasi hukum jilid II Januari lalu (17 Januari 2017). Presiden meminta setidaknya satu atau dua dari ketujuh kasus tersebut bisa segera diselesaikan.


"Presiden sudah mengingatkan kepada semua bahwa harus penegakan hukum atau nonhukum kasus-kasus HAM masa lalu itu setidaknya ada beberapa yang bisa diselesaikan. Presiden bertanya masak dari salah satu nggak ada yang selesai," imbuhnya.


"Pak Presiden langsung sudah bicara, kalau masih membandel dengan perintah presiden ya menurut saya sih, itu tidak sepatutnya," tuturnya.


Menurut Teten, hingga saat ini Presiden belum menerima laporan dari Menkopolhukam tentang kebijakan yang dipilih.  


Editor: Rony Sitanggang

  • menko polhukam wiranto
  • Dewan Kerukunan Nasional (DKN)
  • Pelanggaran HAM Masa Lalu

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!