BERITA

Bincang Ekslusif Bersama Wapres: Perlu Ada Imunisasi Masyarakat dari Pengaruh Radikalisme

""Bagaimana mencegah berkembangnya radikalisme, kita lakukan melalui upaya-upaya 'imunisasi' masyarakat dari pengaruh radikalisme itu.""

Adi Ahdiat

Bincang Ekslusif Bersama Wapres: Perlu Ada Imunisasi Masyarakat dari Pengaruh Radikalisme
Wakil Presiden Maruf Amin dalam wawancara dengan KBR di Istana Wapres, Jakarta, Selasa (7/1/2020). (Foto: Istimewa)

KBR, Jakarta - Redaksi KBR mengadakan wawancara eksklusif dengan Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (9/1/2020).

Berikut adalah perbincangan jurnalis KBR Don Brady dengan Wapres Ma'ruf, mulai dari soal ekonomi syariah sampai masalah radikalisme.

Indonesia punya target menjadi pusat ekonomi syariah. Tapi, sekarang kita masih ada di peringkat ke-10 dunia. Apa yang belum dimiliki Indonesia?

Kita memang baru memulai itu 10 tahun di belakang Malaysia. Tapi, kita sebenarnya sudah cukup baik, ya.

Dari sukuk, kita itu sudah terbesar di dunia. Tapi perbankan belum, industri keuangan nonbank, pasar modal, begitu juga di bidang lain. Jadi memang potensi kita besar, tapi realisasinya yang belum.

Ada empat hal yang ingin kita coba kembangkan. Pertama, industri halal. Selama ini kita baru pada tahap pemberian pengakuan halal, atau sertifikasi halal, artinya menyetempel saja.

Hampir 56 lembaga sertifikat dunia itu minta pengakuannya dari kita, di samping untuk dalam negeri sendiri. Kita juga menjadi konsumen terbesar halal dunia, tapi belum menjadi produsen.

Karena itu, kita ingin mengembangkan industri halal ke depan, dan kita ingin membangun halal industrial estate, juga di bidang wisata halal.

Kedua, yang kita kembangkan adalah industri keuangan kita, baik itu perbankan, industri keuangan nonbank, maupun pasar modal, dan sukuk.

Sukuk sudah terbesar di dunia, tinggal kita tingkatkan lagi. Tapi yang lain-lain akan kita perbaiki. Perbankan akan kita kembangkan menjadi besar, kemudian juga pasar modal kita. Tapi dari tahun ke tahun pasar modal kita terus naik.

Hal ketiga yang menjadi concern kita adalah social fund, dana sosial, zakat dan wakaf.

Zakat kita itu sekarang baru tiga persen dari potensi. Potensi kita itu sekitar Rp230 triliun, dan sekarang baru Rp8 triliun, jadi masih jauh. Kalau kita kembangkan terus, ini akan sangat punya peran untuk menghilangkan kemiskinan di Indonesia.

Begitu juga wakaf, wakaf ini merupakan dana sosial besar di kalangan umat Islam, dan potensi kita juga besar.

Untuk investasi, sekarang sudah mulai tumbuh 'sukuk wakaf', sukuk tapi terdiri dari wakaf, yang nanti hasilnya adalah untuk mengembangkan kepentingan umat. Melalui sukuk bisa juga berinvestasi untuk membiayai pembangunan APBN kita.

Yang terakhir, itu bisnisnya, usaha-usahanya ini yang umumnya memang masih UMKM, itu harus kita kembangkan.

Salah satu upaya juga yang akan kita bangun adalah mengubah Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS).

Kita kan sudah punya KNKS yang diketuai oleh Presiden, dan Wapres sebagai ketua hariannya. Kita akan kembangkan nanti, kita ubah, kita perkuat, menjadi Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah, supaya lebih luas cakupannya, sehingga gerakannya menjadi lebih besar dan tepat sasaran.


Pak Ma'ruf sempat bilang kalau para kiai di Indonesia harus belajar lagi soal prinsip ekonomi. Bagaimana penerapannya?

Ya, kita terus melakukan semacam sosialisasi, pelatihan, seperti soal perbankan, soal pasar modal, melakukan semacam seminar, kemudian pelatihan di pondok-pondok pesantren.

Tentu saja kiai-kiai muda itu kita ikut sertakan. Mereka punya potensi dari segi pemahaman fiqih-nya. Karena itu, bagaimana dengan fiqih ini mereka bisa memahami konteksnya dengan manajemen dan operasional keuangan syariah dan ekonomi syariah.

Melalui acara seminar, pelatihan, diskusi di pondok pesantren, mereka sekarang sudah mulai memahami, banyak yang sudah mulai memahami.

Di Majelis Ulama itu kan ada namanya DSN, Dewan Syariah Nasional Institute. Itu melatih orang-orang yang ingin menambah ilmunya, termasuk dari pondok, bahkan juga dari profesional mereka ikut berlatih di DSN Insitute.


Untuk generasi milenial yang sedang merintis usaha, bagaimana mereka bisa menerapkan ekonomi syariah?

Mereka banyak berhimpun di berbagai komunitas, apa itu koperasi, apa itu semacam kelompok-kelompok usaha tertentu, itu sudah mulai berkembang.

Ada kita itu namanya MES, masyarakat ekonomi syariah, itu dari berbagai kalangan. Kemudian ada lagi IAEI, Ikatan Ahli Ekonomi Islam, para dosen, mahasiswa senior, itu mereka berhimpun di situ, mengembangkan ekonomi syariah di berbagai perguruan tinggi.


Salah satu musuh dari SDM unggul adalah kemiskinan dan radikalisme. Lembaga SETARA Institute menyebut intoleransi di Indonesia meningkat. Bagaimana Pak Wapres menyikapinya

Saya kira kita tidak mungkin menghindari kenyataan bahwa intoleransi berkembang. Sikap intoleran itu mengarah pada radikalisme. Lebih jauh, bisa memicu lahirnya terorisme.

Karena itu, saya kira kita sebagai bangsa harus punya komitmen untuk menanggulangi masalah radikalisme ini.

Upaya yang harus kita lakukan adalah upaya yang komprehensif, dari hulu ke hilir, menyangkut berbagai sektor. Dari hulu ke hilir artinya dari sumbernya, pemahamannya, atau yang menyebabkannya, sampai kepada bagaimana melakukan deradikalisasi, dan juga penanganannya.

Saya sebagai Wapres melakukan koordinasi dengan semua kementerian dan lembaga yang terkait. Karena arah kita itu dari hulu ke hilir, dari berbagai sektor, maka pelaksanaannya pun harus dilakukan meliputi koordinasi terhadap lembaga dan kementerian.

Bagaimana mencegah berkembangnya radikalisme, kita lakukan melalui upaya-upaya 'imunisasi' masyarakat dari pengaruh radikalisme itu.

Nah, itu harus dilakukan dari semua sektor, di mana mulai terjadinya, dari pendidikan. Karena itu kita melibatkan instansi lembaga kependidikan dari mulai PAUD sampai perguruan tinggi, di sana juga disemai.

Kemudian ada seminar-seminar di berbagai perguruan menengah maupun tinggi dalam penangkalan radikalisme. Kemudian juga melalui masyarakat, melalui ormas-ormas Islam, juga kita libatkan untuk itu. Penyebaran itu juga bisa melalui media, media sosial, maka kita libatkan juga Kementerian Kominfo untuk ikut terlibat di dalamnya.

Begitu juga ketika kita melakukan upaya deradikalisasi. Bagaimana kita melemahkan argumen-argumen yang menyebabkan mereka terprovokasi oleh paham radikal, itu juga kita melibatkan banyak pihak.

Dan juga penanganan secara ekonomi, bagaimana melakukan pembinaan kepada mereka.


Peran apa yang bisa diambil milenial dalam merajut toleransi?

Milenial harus kita libatkan melalui organisasi kepemudaan, melalui komunitas, termasuk di organisasi intra sekolah. 

Semua kelompok milenial ini akan kita libatkan, kalangan pelajar, kalangan santri, semuanya akan dilibatkan dalam rangka penanggulangan radikalisme. 

Editor: Agus Luqman

  • Maruf Amin
  • ekonomi islam
  • ekonomi syariah
  • Radikalisme
  • deradikalisasi
  • intoleransi
  • Toleransi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!