BERITA

Alat Pendeteksi Longsor Buatan LIPI Belum Dilirik Pemerintah

Alat Pendeteksi Longsor Buatan LIPI Belum Dilirik Pemerintah

KBR, Jakarta - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyatakan longsor dapat diketahui jika pemerintah mau memasang alat pendeteksi longsor di daerah-daerah yang masuk peta rawan.

Hal itu disampaikan Peneliti Bidang Gerakan Tanah, LIPI , Adrin Tohari menanggapi bencana longsor di Kampung Adat Sinaresmi, Kecamatan Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat yang dikategorikan daerah rawan.

Adrin mengatakan, alat pendeteksi longsor buatan LIPI sudah dibuat sejak tiga tahun lalu, dan telah diuji di Jawa Barat dan Jawa Tengah.

Ia mengklaim, alat buatannya itu mampu memberi peringatan tanda bahaya enam jam sebelum longsor terjadi. Sehingga bisa mengurangi jatuhnya korban jiwa.

"Kita mengembangkan sistem pemantauan bahaya gerakan tanah, berbasis jejaring near kabel. Jadi prinsip kerjanya itu menggunakan jejaring sensor, sensor kita sebar di lokasi potensi longsor. Masing-masing sensor bisa berkomunikasi karena sifatnya jejaring, untuk mengirimkan data ke gateaway," kata Adrin kepada KBR, Selasa (01/01/18).

Peneliti LIPI Adrin Tohari menjelaskan, alat itu dipasangi sensor dengan tingkatan tertentu, mulai waspada hingga awas. Sehingga pengelola dapat langsung memberi tahu masyarakat atau perangkat desa sekitar agar warga segera mengungsi.

Meski telah teruji, hingga kini alat itu belum dilirik pemerintah. Padahal LIPI sudah sering mensosialisasikan alat tersebut kepada pemerintah.

LIPI pun siap memperbanyak sesuai kebutuhan. Biaya pembuatan hingga perawatan per unit mencapai 300 juta Rupiah.

Namun Kepala bidang Pemetaan Kebencanaan dan Perubahan Iklim Badan Informasi Geospasial (BIG), Ferrari Pinem mengatakan, penggunaan alat deteksi longsor buatan LIPI bergantung kebijakan Pemerintah Pusat. Menurut dia, lembaganya tidak berwenang menentukan penggunaan alat tersebut.

Ferrari Pinem menjelaskan, BIG dan Badan Geologi Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) telah memetakan wilayah mana saja yang rawan longsor. Setelah dipetakan dan diklasifikasikan, kemudian dilakukan tiga aspek mitigasi awal. Semisal dengan penanaman pohon, serta membuat tanggul beton penahan tanah.

Baca juga:

    <li><b><a href="https://kbr.id/nasional/01-2019/badan_geologi__retakan_di_lereng_sukabumi_berpotensi_timbulkan_longsor_susulan/98595.html">Badan Geologi: Retakan di Lereng Sukabumi Berpotensi Timbulkan Longsor Susulan</a>&nbsp;</b><br>
    

"Biasanya beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mitigasi gerakan tanah ini ya tentunya mengurangi aspek-aspek penyebab longsornya itu sendiri seperti penggundulan hutan sehingga perlu menanam tanaman untuk resapan air," ujar Ferrari Pinem.

Sebelumnya, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyebut, Kecamatan Cisolok, Sukabumi, merupakan daerah rawan longsor yang sudah dipetakan. Potensi itu makin besar manakala intensitas hujan makin tinggi dan kontinu.

Kementerian ESDM menyarankan agar warga di sana segera dievakuasi. Terutama yang tinggal di bawah tebing. Sebab, potensi longsor susulan berpotensi masih akan terjadi.

Senin lalu, longsor melanda Kampung Adat Sinar emisi, di Kecamatan Cisolok, Sukabumi, Jawa Barat. Berdasarkan rilis Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Rabu (02/01/18) pagi, akibat longsor tersebut sebanyak 15 orang meninggal dunia, 3 orang luka-luka, 63 orang selamat dan 20 orang masih dalam pencarian.

Editor: Gilang Ramadhan

  • tanah longsor
  • sukabumi
  • Jawa Barat
  • LIPI
  • PVMBG
  • Badan Geologi
  • Badan Informasi Geospasial

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!