HEADLINE

Tanggapi Rekomendasi Pansus Angket, KPK Kirim Surat

Tanggapi Rekomendasi Pansus Angket, KPK Kirim Surat

KBR, Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan telah melayangkan surat kepada DPR terkait rekomendasi pansus hak angket KPK, pada Selasa (13/02). Juru bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan melalui surat tersebut KPK menjelaskan menghormati kelembagaan DPR terkait fungsi dan kewenangan pengawasan DPR.

Selain itu kata Febri, dalam surat tersebut juga ditulis bahwa KPK menghormati putusan Mahkamah Konstitusi.

Febri menjelaskan   lembaga antirasuah  itu menolak   rekomendasi di antaranya terkait fungsi koordinasi dan supervisi. Kata dia,  hingga saat ini KPK mencatat ada ribuan kasus yang diproses bersama  Kepolisian, serta Kejaksaan.


Febri juga menyatakan, dalam surat tersebut KPK memberikan data mengenai sifat kekhususan dari pegawai KPK.


"Kami juga ingatkan di surat tersebut, bahwa ada hal-hal yang jauh lebih besar yang harus dilakukan ke depan bersama-sama. Peran DPR sangat penting di sana, pemerintah juga, dan KPK tentang bagaimana revisi Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. Jadi bukan meletakkan pasal-pasal korupsi di KUHP tapi merevisi Undang-Undang Tipikor, yang kedua Undang-Undang tentang Perampasan Aset yang sejak lama belum juga kita miliki. Kemudian Undang-undang tentang Pembatasan Transaksi Tunai dan pengawasan terhadap administrasi kependudukan," ujar Febri di Gedung KPK, Rabu (14 / 02 / 2018).


Dalam surat tersebut KPK  meminta   DPR   membantu KPK dengan mencegah mereka yang ingin melemahkan KPK.

"Dari surat tersebut juga kami sampaikan bahwa dari kasus-kasus yang ditangani KPK bahwa memang tiga aktor yang terbanyak diproses adalah pertama swasta, kedua eselon I, II, dan III, dan yang ketiga anggota DPR atau DPRD. Jadi perlu concern terhadap kasus-kasus itu, agar kalau DPR punya komitmen memberantas korupsi, maka mari bersama KPK untuk lebih melakukan pencegahan korupsi," tandasnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan mengatakan proses penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaganya, tidak akan bisa dicampuri oleh pihak mana pun. Hal itu ia tegaskan ketika menjelaskan permasalahan terkait rekomendasi Panitia Pansus Angket, yang mencantumkan bahwa KPK harus mengikuti rekomendasi tersebut.


"Konsepnya adalah yang kita kerjakan itu ada berhubungan masalah penindakan mulai dari lidik sampai dengan penyidikan dan penuntutan, maka yang menguji itu apakah benar atau tidak kan  ada pra peradilan. Kemudian nanti di sidang pradilan juga kalau dia membuktikan benar atau tidak itu sudah ada ranahnya. Jadi criminal justice kita itu tidak akan dicampuri oleh pihak mana pun," ujar Basaria, di gedung KPK, Rabu (14/02/2018).


Juru bicara KPK, Febri Diansyah menambahkan pegawai  KPK yang berasal dari ASN, kepolisian dan Kejaksaan terikat aturan di lembaga anti rasuah tersebut.


"Tentu saja undang-undang tentang PNS atau ASN masih mengikat mereka, untuk pegawai dari kepolisian dan kejaksaan maka undang-undang kepolisian dan kejaksaan masih berlaku di sana. Tapi ada undang-undang khusus namanya undang-undang KPK dan peraturan khusus di PP dan managemen SDM KPK. Ini sebenarnya pelaksanaan aturan yang bersifat umum dan sudah berjalan sejak lama," ujar Febri kepada KBR.


Dia  menjelaskan  tidak semua rekomendasi Pansus akan mereka ikuti sepenuhnya> Menurut Febri ada beberapa hal yang bisa diabaikan oleh KPK mengingat lembaga tersebut memiliki aturan sendiri.


"Jangan lupa KPK itu lembaga yang dibentuk secara khusus bahkan ditegaskan oleh putusan konstitusi. Intinya begini, kalau sebuah saran  atau usulan sesuai aturan berlaku tentu kita akan patuhi, tapi kalau tidak sesuai tidak mungkin kami harus melanggar undang-undang untuk aturan yang lain." ujarnya.


Hal senada disampaikan bekas pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad. Dia  mengatakan  seluruh pegawai KPK, termasuk yang berasal dari instansi lain seperti kepolisian, kejaksaan dan Pegawai Negeri Sipil, harus mengikuti aturan dan ketentuan yang dimiliki oleh lembaga tersebut. Menurutnya hal tersebut dilakukan agar  pegawai tidak  melenceng dari ketetapan KPK.


"Berdasarkan aturan bahwa seluruh pegawai yang masuk ke dalam KPK bergabung, dari mana saja asalnya itu dia harus ikut pada budaya  organisasi yang sudah dibangun KPK dan kode etik itu aja singkat. Pegawai dari mana pun juga ketika dia bergabung dia harus patuh terhadap peraturan komisi, adat istiadat, kode etik dan budaya organisasi KPK itu aja yang harus dia lakukan," ujar Abraham, kepada KBR, Rabu (14/02/2018).


Abraham menjelaskan bahwa KPK adalah lembaga independen yang tidak harus mengikuti ketentuan pansus angket, apa lagi harus mengikuti undang-undang ASN. Menurutnya KPK tidak termasuk ke dalam lembaga Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif yang dimaksud dalam hak angket. Merujuk dari prinsip tersebut maka kata dia, jika pansus membuat kesimpulan, KPK harus tunduk pada undang-undang ASN dianggap tidak tepat.


"Dia (KPK) tidak termasuk dalam undang-undang ASN itu, jadi dia tidak harus menjalankan peraturan yang ada dalam undang-undang ASN itu. karena dia bukan aparatur sipil negara dia independen berdiri sendiri," ujar Abraham.


Dengan seperti itu, menurut Abraham dari mana pun pegawai KPK berasal, setelah bergabung dengan KPK maka semua aturan yang harus diikuti adalah peraturan di lembaganya saat ini, bukan di lembaga sebelumnya. Walaupun undang-undang lain juga melekat pada pegawai tersebut, namun ada batasan-batasan yang harus di perhatikan agar tidak melanggar kode etik KPK.

Sebelumnya sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada Rabu (14/02) menyetujui rekomendasi Pansus Hak Angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Salah satu rekomendasi dari aspek kelembagaan yang disoroti adalah pembentukan lembaga pengawas independen yang dibuat sendiri oleh KPK. Ketua Pansus Hak Angket KPK Agun Gunanjar Sukarsa mengatakan, komposisi lembaga ini merupakan kombinasi unsur internal dan eksternal KPK.

Kata dia, unsur DPR tidak akan masuk dalam lembaga itu. Adapun, untuk mekanisme pembentukan, Agun menyerahkannya kepada KPK.

"Kami rekomendasikan ke KPK karena kalau kita atur, saya dibully lagi. Kita ngasih warning bahwa konteks yang ada berjalan selama itu, tidak menyelesaikan masalah, buktinya Aris (Direktur Penyidikan KPK) sampai datang kayak gitu. Kami menemukan sejumlah konflik yang luar biasa di dalam. Tapi ketika kami ingin membentuk lembaga pegawas dari luar, kan dibully. Walaupun masih dilempar dalam bentuk wacana kan? Sehingga saya urungkan wacana itu. Tapi tetap tidak bergeser tentang pengawasan itu penting. Prinsip buat kami, makanya kita serahkan atur sendiri lah ente, yang sekarang nggak efektif. Yang jelas di sana kita mengatakan, orangnya dari dalam dan dari luar," kata Agun usai sidang paripurna DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (14/2/2018).


Agun juga menyerahkan kepada KPK terkait hubungan antara lembaga pengawas tersebut dengan Komite Etik.


 Selain soal lembaga pengawas, Pansus Angket KPK juga memberikan sejumlah rekomendasi lain. Dalam aspek kewenangan yudikatif, KPK diminta memperhatikan prinsip-prinsip HAM dan mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP), serta undang-undang lain.

Dalam aspek anggaran, KPK diminta menjalankan rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk meningkatkan dan memperbaiki tata kelola.


Dalam aspek tata kelola SDM, KPK diminta lebih transparan dalam mengelola SDM mengacu pada undang-undang Aparatur Sipil Negara, Kepolisian dan Kejaksaan.


Agun mengatakan, DPR akan memantau tindak lanjut KPK terhadap seluruh rekomendasi Pansus, termasuk soal pembentukan lembaga pengawas. Namun, ia tidak menyebutkan tentang konsekuensi apabila KPK tidak menjalankan rekomendasi tersebut.


"Akan dipantau terus? kalau simpulannya sudah menjadi kesimpulan paripurna kan artinya itu hak DPR untuk menindaklanjuti. Artinya akan ada mekanisme berikutnya kan," ujar dia.

Editor: Rony Sitanggang

 

 

  • Pansus Angket KPK
  • Basaria Panjaitan
  • Febri Diansyah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!