BERITA

MUI: 5 Pondok Pesantren di NTB Terindikasi Radikal

"Pondok pesantren yang terindikasi radikal itu berlokasi di pulau Lombok dan Sumbawa"

MUI: 5 Pondok Pesantren di NTB Terindikasi Radikal
Ilustrasi (foto: Antara)

KBR, Mataram- Sebanyak lima pondok pesantren di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terindiksi radikal. Kelima pondok pesantren tersebut sudah terdata oleh Badan Penanggulangan Teroris (BNPT).

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTB,  Saiful Muslim mengatakan  pondok pesantren yang terindikasi radikal di Pulau Lombok sebanyak dua pondok pesantren dan di Pulau Sumbawa sebanyak tiga pondok pesantren. Namun, dia enggan  menyebutkan nama-nama pondok pesantren tersebut. 

“Pondok pesantren di NTB, kalau di Lombok ini ada dua terindikasi radikal, bukan teroris loh. Definisinya mereka ( BNPT-red) yang menentukan bukan kita. Kalau di Pulau Sumbawa itu yang terindikasi radikal ada tiga. Disamping ajarannya, mereka mengajarkan hal-hal yang terkait dengan jihad,” kata Saiful di Mataram, Rabu (20/09).

Menurut Muslim, pondok pesantren di Pulau Lomboksebenarnya  cukup sulit untuk  mengarah ke radikal. Hal ini disebabkan karena budaya dan tradisi yang selalu taat kepada guru. MUI NTB mengklaim,   sudah melakukan beberapa upaya untuk mencegah adanya pondok pesantren yang mengajarkan materi radikal, salah satunya melalui pendekatan dialog. Namun, hal ini sulit untuk diubah karena pembetukan pola pikir sudah berlangsung cukup lama. 

Jumlah pondok pesantren di Provinsi NTB lebih dari 300. Selain dari lima pondok pesantren yang tercatat di BNPT itu, Muslim menilai pondok pesantren yang ada di NTB tidak mengarah ke radikal. Karena pembentukan pola pikir santri tidak saja dibentuk di tempat mengenyam pendidikan melainkan juga  di luar lingkungan sekolah

Editor: Rony Sitanggang

  • pesantren radikal
  • Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTB
  • Saiful Muslim

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!