BERITA

Bareskrim Polri Serahkan Tiga Petinggi Eks Gafatar ke Kejagung

"Bareskrim Polri melimpahkan tersangka dan barang bukti kasus dugaan penodaan agama oleh organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) ke Kejaksaan Agung"

Gilang Ramadhan

Bareskrim Polri Serahkan Tiga Petinggi Eks Gafatar ke Kejagung
Bareskrim Polri menyerahkan tiga tersangka kasus dugaan penodaan agama dan makar yang dilakukan eks Gafatar ke Kejaksaan Agung. Foto: KBR



KBR, Jakarta - Bareskrim Polri melimpahkan tersangka dan barang bukti kasus dugaan penodaan agama oleh organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) ke Kejaksaan Agung. Penyidik pada Direktorat Tindak Pidana Umum, Marsudi mengatakan, ketiga tersangka itu yakni Ahmad Musaddeq serta dua petinggi eks Gafatar, Muis Tumanurung dan Andri Cahya.

"Berdasarkan berkas yang kami kirim, September lalu sudah dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan. Sehingga saat ini kita lakukan pelimpahan tahap dua," kata Marsudi di Mabes Polri, Kamis (15/09/16).


Pasal yang disangkakan kepada tersangka, kata Marsudi, yakni dugaan penodaan dan penistaan agama serta dugaan makar. Ancaman hukuman untuk ketiga tersangka maksimal 20 tahun penjara.


"Barang bukti yang diserahkan yaitu dokumen perjuangan mereka, video proses pelantikan, doktrin ajaran-ajaran dan sebagainya," ujar Marsudi.


Penyidikan perkara dugaan penistaan agama oleh Gafatar dimulai awal Februari 2016 lalu. Polisi sudah memeriksa 52 saksi dari enam provinsi, yakni dari Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarya dan Kalimantan Barat. Kemudian Polisi telah meminta keterangan saksi ahli dari MUI dan Kementrian Agama.


Pengusutan perkara ini didasarkan atas laporan seseorang berinisial MH pada 4 Januari 2016. Pelapor menggunakan pasal tentang penistaan dan penodaan agama dengan hukuman maksimal lima tahun penjara. Namun dalam perkembangan penyidikan Kepolisian menemukan dugaan makar.


Eks Gafatar Kesulitan Ambil Alih Aset di Kalimantan

Sementara itu, kelompok eks-Gafatar mengaku kesulitan mengambil aset mereka yang kini berada di tangan pemerintah daerah. Yudhistira, bekas Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) Yogyakarta mengatakan, dalam hitungan kelompoknya, setidaknya total aset eks-Gafatar berupa tanah yang berada di seluruh Kalimantan seluas 565,96 hektar atau senilai Rp20 miliar lebih.

"Jadi kalau untuk aset eks-Gafatar sampai hari ini kesulitan untuk mengambil. Karena aset saat ini kan diamankan Polres, tapi atas nama Kesbangpol. Dari Kesbangpol, mau mengeluarkan kalau bupati setuju dan ada jaminan dari kominda (komite intelijen daerah) di bawah BIN," kata Yudhistira pada KBR, Kamis (4/8/2016).


Ia juga menambahkan, dari ratusan tanah yang mereka miliki itu ada yang sudah memiliki Sertifikat Kepemilikan Tanah (SHM) dan ada pula yang masih berstatus SKT (Surat Keterangan Tanah). Tanah berstatus SKT itu, kata dia, berada di Kabupaten Sintang dan Kabupaten Ketapang.


"Tanah di sana, ada yang SHM dan SKT. SHM ada beberapa yang pegang (sertifikatnya-red). SKT rata-rata ratusan hektar, misal di Sintang sekitar 500 hektar. Di Ketapang ada 34 hektar, SKT juga," jelasnya.


Tak hanya aset berupa tanah, dalam hitungan mereka, kerugian pasca pengusiran dan pemulangan mencapai Rp. 68 miliar. Angka itu berdasarkan kerugian tanaman karena gagal panen, pakaian, dan hilangnya alat pertaian.


Sekira 7.000 warga eks-Gafatar yang bertani mandiri di Mempawah Kalimantan Barat diusir paksa pada pertengahan Januari 2016 lalu. Permukiman mereka dibakar oleh massa dan aset mereka tidak terlindungi.


Mereka dituding melanggar pasal makar dan penodaan agama. Mei lalu, polisi menetapkan tiga petinggi Gafatar sebagai tersangka penodaan agama. 


Baca juga:

Pemkab Mempawah Bantah Persulit Klaim Harta Eks Gafatar

Eks Gafatar Kesulitan Ambil Alih Aset, BIN: Rekomendasi Tak Mengikat






Editor: Quinawaty 

  • pelimpahan tersangka
  • gafatar
  • Bareskrim Polri
  • Penodaan agama
  • Makar

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!