HEADLINE

Penetapan Setya Novanto Jadi Tersangka Mengejutkan Golkar

Penetapan Setya Novanto Jadi Tersangka Mengejutkan Golkar

KBR, Jakarta - KBR, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Ketua DPR, Setya Novanto sebagai tersangka baru dalam perkara dugaan korupsi proyek pengadaan KTP berbasis elektronik (e-KTP).

Penetapan itu langsung disampaikan Ketua KPK Agus Rahardjo. Agus Rahardjo mengatakan KPK memiliki dua alat bukti kuat yang membuktikan Ketua Umum Partai Golkar tersebut diduga menguntungkan diri atau orang lain atau korporasi.


Selain itu, kata Agus Rahardjo, Setya Novanto juga diduga menyalahgunakan kewenangan dan jabatan sehingga mengakibatkan kerugian negara sebesar lebih dari Rp2,3 triliun dari nilai proyek total sebesar Rp5,9 triliun lebih.


"Setelah mencermati fakta persidangan saudara Irman dan Sugiharto dalam dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan kartu tanda penduduk berbasis Nomor Induk Kependudukan secara Nasional atau KTP-Elektronik tahun 2011/2012 pada Kementerian Dalam Negeri RI, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan lagi seorang tersangka. KPK menetapkan saudara SN anggota DPR-RI periode 2009-2014 sebagai tersangka," kata Agus Rahardjo kepada wartawan di Kantor KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (17/7/2017) sore.


Dalam perkara itu, kata Agus Rahardjo, Setya Novanto berperan menggunakan tersangka Andi Agustinus alias Andi Narogong sejak proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR RI saat itu.


Selain itu melalui Andi Narogong juga, Setya Novanto mengondisikan perencanaan jahat saat proyek ini sudah memasuki tahap pengadaan.


"SN melalui AA diduga telah mengondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa KTP elektronik. Sebagaimana terungkap di persidangan, korupsi E-KTP ini sudah direncanakan sejak proses perencanaan yang terjadi dalam dua tahap, yaitu penganggaran dan proses pengadaan barang dan jasa," ucapnya.


SN yang dimaksud adalah Setya Novanto, dan AA adalah Andi Agustinus alias Andi Narogong.

KPK beberapa kali memeriksa Setya Novanto. Pemeriksaan terakhir pada Jumat, 14 Juli 2017 dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk tersangka Andi Narogong.


Agus Rahardjo menambahkan, Setya Novanto diduga melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.


Baca juga:


Sikap Golkar

Di tempat lain, Ketua Bidang Media dan Penggalangan Opini Partai Golkar, Nurul Arifin enggan memberikan komentar penetapan sang Ketua Umum Partai, Setya Novanto sebagai tersangka dugaan korupsi KTP Elektronik. Ia mengaku masih kaget mendengar keputusan KPK itu.


"Saya baru mendengar beritanya dan belum melihat suratnya. Saya kira besok akan ada sikap yang lebih jelas," kata Nurul di Gedung DPR RI, Senin (17/7/2017).


Nurul menambahkan Partai Golkar belum menerima surat penetapan tersangka terhadap Setya Novanto dari KPK.


"Kalau memang iya, tentunya kami prihatin. Kami berharap yang terbaik dan tidak intervensi dari pihak manapun. Kita ikuti saja," ujarnya.


Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka dugaan korupsi proyek KTP Elektronik. Setnov diduga memiliki peran dalam proses perencanaan dalam proyek pengadaan KTP elektronik yang mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.


Baca juga:

    <li><b>
    

    Dibelit Kasus e-KTP, Golkar Masih Setia Dukung Setya Novanto  

    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/03-2017/jaksa_kpk__kasus_korupsi_e_ktp_sangat_sistematis__terstruktur__melibatkan_banyak_institusi/89111.html"> Jaksa KPK: Kasus Korupsi e-KTP Sangat Sistematis, Terstruktur</a>  &nbsp; </b></li></ul>
    


    Editor: Agus Luqman 

  • Setya Novanto
  • korupsi e-ktp
  • Proyek e-KTP
  • Andi Narogong
  • Andi Agustinus
  • tersangka e-KTP
  • Kasus E-KTP

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!