BERITA

Diminta Menpora untuk Klarifikasi soal HTI, Adhyaksa: Kurang Ajar!

Diminta Menpora untuk Klarifikasi soal HTI, Adhyaksa: Kurang Ajar!


KBR, Jakarta - Menteri Pemuda dan Olah Raga (Menpora) Imam Nahrawi akan memanggil Ketua Kwartir Nasional (Kwarnas) Pramuka Adhyaksa Dault terkait Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Imam mengatakan ia bersama Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan bakal meminta klarifikasi pernyataan Adhyaksa yang mendukung HTI pada 2013 lalu. Imam mengatakan klarifikasi itu penting untuk menyelamatkan institusi Pramuka.


"Secepatnya akan dipanggil bersama Menko Polhukam. Tentu kami juga nanti akan koordinasi dengan Menko Polhukam. Tentang statemen Pak Adhyaksa yang saya dengar dan lihat mendukung khilafah, mendukung HTI. Meskipun waktunya memang sudah lama beberapa waktu lalu," kata Imam di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/7/2017).


Imam menambahkan, anggaran sebesar Rp10 miliar untuk Pramuka untuk sementara ini ditahan. Padahal, Pramuka bakal menggelar Raimuna (pertemuan perkemahan besar) pada 14 Agustus mendatang.


"Karena Pramuka butuh dana secara kelembagaan. Tapi sekali lagi, harus juga ada sikap yang lebih jelas lagi tentang individual, yang menolak Pancasila di dalam Pramuka sendiri," kata Imam.


Terkait kepemimpinan di Pramuka ke depan, Imam tidak akan turut campur karena sudah diatur dalam mekanisme internal organisasi.


"Itu urusan kwarda masing-masing. Karena mereka yang mempunyai mekanisme permusyawaratan, masing-masing kwarda atau kwarcab yang berhak mengusulkan. Itu domain mereka," tuturnya.


Imam mengaku telah meminta kepada Adhyaksa untuk memberi penjelasan kepada Kemenpora. Namun, menurut Nahrawi, hingga saat ini belum ada jawaban dari Adhyaksa.


Baca juga:


Sudah Berikan Klarifikasi

Menanggapi pernyataan dari Menpora Imam Nahrawi, Ketua Kwarnas Pramuka Adhyaksa Dault berang. Ia mengatakan tidak ada alasan bagi Imam untuk menahan dana yang nantinya akan digunakan untuk kebutuhan organisasi Pramuka itu. 

Adhyaksa mengklaim sudah memberikan surat klarifikasi pada kementerian yang dipimpin Imam, termasuk ke Wakil Presiden Jusuf Kalla dan ke Presiden Joko Widodo.

"Saya sudah bikin surat yang ditujukan buat dia (Menpora-red). Itu namanya kurang ajar, kalau seperti itu. Klarifikasi apa yang dibutuhkan lagi? Lha wong klarifikasi ke presiden juga sudah kok. Wapres juga sudah. Tidak boleh itu menahan-nahan seperti itu. Sudah diketok DPR. Suratnya sudah lama diterima, sekitar dua mingguan lalu. Lagian sudah saya berikan klarifikasi, termasuk kepada Presiden," kata Adhyaksa Dault kepada KBR melalui sambungan telepon, Minggu (23/7/2017).

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menyebut ada bekas menteri yang teriak-teriak anti-Pancasila. 

"Biar dia klarifikasi sendiri. Saya sebut biar dia melakukan klarifikasi sendiri," kata Tjahjo di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Selasa (23/5/2017).

Tjahjo tidak menyebut nama. Hanya saja, ia menyebut bekas menteri itu kini menjadi komisaris BUMN di pemerintahan Jokowi.

"Bayangkan, tokoh nasional, mantan menteri, sekarang Komisaris BUMN besar, teriak-teriak dengan seenaknya. Kami anti-Pancasila, kami ingin ubah Indonesia dengan negara Islam," ujar Tjahjo.

Adhyaksa mengaku sudah menghubungi Mendagri Tjahjo soal hal itu. Ia menjelaskan tentang video kehadirannya dalam acara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) pada 2013 yang kembali menjadi viral.

Adhyaksa menyebut video itu disebarluaskan oleh orang yang tidak suka dengannya. Adhyaksa kembali menegaskan dirinya bukan simpatisan, apalagi anggota HTI. Dalam video tersebut, Adhyaksa sempat bicara tentang khilafah Islamiyah. Namun dia menjelaskan yang dimaksud itu bukan khilafah versi HTI.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • Hizbut tahrir Indonesia
  • khilafah hizbut tahrir
  • Hizbut Tahrir
  • hizbut tahir
  • Khilafah
  • khilafah Islamiyah
  • sistem khilafah
  • gerakan khilafah
  • Pembubaran HTI
  • Perppu Ormas

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!