HEADLINE

Vaksin Palsu, Ini Cara Penanganan Pada Korban

""Sesuai umur. Tapi ada juga yang bisa dikasih booster. Ada yang tidak perlu. ""

Vaksin Palsu,  Ini Cara Penanganan Pada Korban
Ilustrasi: Seorang jurnalis melihat daftar rumah sakit penerima distribusi vaksin palsu yang dirilis dalam rapat kerja antara pemerintah dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Ka

KBR, Jakarta- Satuan Tugas Penanggulan Vaksin Palsu berjanji akan memeriksa per kasus anak-anak yang diduga menerima vaksin palsu. Satgas berpegang pada data yang dihimpun dari Bareskrim dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan.

Ketua Satgas, Maura Linda Sitanggang, mengatakan tidak semua anak yang terkena vaksin palsu akan divaksinasi ulang.


"Sesuai umur. Tapi ada juga yang bisa dikasih booster. Ada yang tidak perlu. Yang tetanus misalnya, itu kan serum ya. (Ada vaksin DPT yang dipalsukan. Bagaimana dengan anak yang sudah lewat umur vaksin?) Itu bisa dibooster. Ada pedomannya. Tapi karena dilacak, bisa dilihat kasus per kasus. Jadi umur berapa, jadi apakah dia cukup catch up, booster, apakah diulang 100 persen," kata Linda kepada awak media, Kamis (14/7).

Baca: Para Ibu resah

Linda mengatakan 37 faskes yang diketahui membeli vaksin dari distributor ilegal sudah diberikan sanksi administrasi berupa peringatan keras. Selain itu, mereka juga diwajibkan melaporkan setiap transaksi pembelian vaksin   kepada Kementerian Kesehatan. Ini dilakukan untuk menertibkan jalur distribusi vaksin.

"Mereka harus melapor secara rutin. Melaporkan asal vaksinnya, sumber yang mana. Dari situ kelihatan resmi tidak. Juga melaporkan pengelolaan berita acara pemusnahan limbah medisnya. Dimonitor supaya jangan melakukan hal itu lagi."


Pengawasan itu akan dilakukan sampai pemerintah yakin faskes bersangkutan bisa melakukan standar prosedur dengan konsisten. Setidaknya, pengawasan dilakukan selama 1 tahun.


Sementara untuk 14 rumah sakit dan bidan yang dipastikan menerima vaksin palsu, menurut Linda izin operasional dengan sendirinya gugur apabila proses hukum menetapkan mereka dipidana. Linda mengatakan Kemenkes tidak akan mencampuri ranah itu.


"Distributor gelap semua sudah masuk ranah hukum. Jadi dia sudah ilegal padahal untuk vaksin harus berizin. Jadi sudah ranah hukum. Kalau pidana itu pengadilan yang menentukan. Tapi yang jelas begini. Kalau dia sudah masuk ranah hukum biasanya masyarakat ga mau ke situ lagi ya. Artinya secara sosial sudah sulit,"ujar Linda.


baca: Daftar Rumah Sakit dan Bidan Penerima Vaksin Palsu


Sebelumnya, Bareskrim telah menetapkan 18 tersangka. Enam orang ditetapkan sebagai tersangka karena berperan sebagai produsen, lima orang sebagai distributor, tiga orang sebagai penjual, dua orang pengumpul botol bekas vaksin, dan seorang lainnya adalah pencetak label serta bungkus vaksin. Selain itu, satu di antaranya juga berprofesi sebagai bidan  dan dua orang lainnya dokter. 


Bareskrim menggeledah toko milik CV Azka Medika, kantornya, serta rumah kontrakan di kawasan Bekasi. Dari penggeledahan tersebut, polisi menyita sejumlah barang bukti berupa vaksin yang diduga palsu yaitu hepatitis B, serum anti tetanus, pediacel, campak kering, polio oral, pentabio, BCG, bivalet oral polio, tripacel, serta faktur tanda terima dan dokumen penjualan.

Dari barang bukti yang disita polisi, diketahui beberapa vaksin kandungannya tidak sesuai. Temuan mereka, vaksin tripacel dan serum anti tetanus justru mengandung garam atau Natrium Chlorida. Serum anti bisa ular juga justru tidak mengandung anti bisa ular. Terakhir, vaksin tuberkulin dalam temuan itu berisi vaksin Hepatitis B.

Kata Kabareskrim Ari Dono Sukmanto, cara pembuatan vaksin dilakukan menggunakan botol vaksin bekas yang dicuci menggunakan aquadest. Menurut Ari, botol yang sudah dicuci kemudian dikeringkan, dan diisi menggunakan suntikan. Botol kemudian ditutup dengan tutup karet, dilem, disticker, dan diberi label. Setiap dusnya berisi lima vial.


Kata dia, data ini masih mungkin berkembang. Bareskrim baru mendalami perkara berdasarkan temuan awal. Sementara temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan masih ada 37 fasilitas kesehatan yang membeli vaksin dari jalur ilegal.

"Yang baru kita buka baru di DKI. Bukan kita nggak mau membuka. Tapi masih kita dalami. Kalau kita buka, ini pasti hilang, lari. Mungkin saja masih bisa berkembang. Karena ini kan baru di DKI. DKI pun belum tuntas."


Editor: Rony Sitanggang  

  • vaksin palsu
  • Ketua Satgas
  • Maura Linda Sitanggang

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!