BERITA

Pilkada Serentak 2018, Bawaslu: Dari Ribuan Laporan Hanya 9 Kasus Terkait Politik Uang

Pilkada Serentak 2018,  Bawaslu: Dari Ribuan Laporan Hanya 9 Kasus Terkait Politik Uang

KBR,Jakarta-  Komisaris Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Ratna Dewi Pettaloho, mengatakan sebanyak 9 kasus pelanggaran politik uang terjadi pada proses pilkada 2018. Menurutnya 2 kasus diantaranya telah divonis bersalah dan 2 lain vonis bebas.

"Memang sebagian kecil sebenarnya yang termasuk dalam pelanggaran tercatat dan terekap di Bawaslu. Dari sekian tercatat direkap ada sembilan, ada yang sudah divonis di beberapa tempat yaitu Panajan Paser satu, Kuningan satu itu divonis bersalah, tetapi di beberapa provinsi seperti di Riau di Kepri itu divonis bebas," ujar Ratna,  kepada KBR, Selasa  (26/06/2081).


Ratna mengatakan cukup kecewa terhadap keputusan hakim yang memvonis bebas 2 kasus politik uang.  Namun ia mengatakan   hanya bisa memberi pengawasan dan pengawalan hingga proses pengadilan,  sedangkan keputusan bersalah atau tidak diserahkan sepenuhnya pada penegak hukum. Sedangkan kata dia  untuk 5 kasus lainnya masih dalam proses.


Sejak Pembukaan proses pencalonan hingga kampanye, menurut Ratna Dewi bawaslu mendapat 2000an laporan pelanggaran dari seluruh Indonesia. pelanggaran tersebut terdiri dari pelanggaran administrasi, pidana,  kode etik dan ada juga yang bukan merupakan pelanggaran.


Sedangkan terkait pelanggaran uang seperti serangan fajar yang mungkin terjadi pada saat mendekati pencoblosan. Ketua Bawaslu,  Abhan, Mengatakan pihaknya sudah menyiapkan tim patroli  untuk mengantisipas.


"Kami ada patroli pengawasan agar orang-orang yang mau melakukan politik uang itu tidak jadi melakukan, nanti disebar, " ujar Abhan.


Menanggapi kasus itu, organisasi antikorupsi   (ICW) menilai 9 aduan soal politik uang tak mencerminkan realitas di masyarakat. Peneliti ICW Donal Fariz meyakini, politik uang masih sangat subur, dan tak ada kecenderungan menurun.

Dia  mengingatkan Bawaslu agar tetap mewaspadai kerawanan politik uang, lantaran waktu paling rawan adalah pagi hari jelang waktu pencoblosan.

"Data yang dirilis Bawaslu tentu belum mencerminkan realitas yang sesungguhnya terjadi di lapangan. Apalagi kalau kita berkaca dari waktu perolehan. Bahkan pagi-pagi sebelum mencoblos pun, praktik politik uang sangat rawan terjadi. Praktik politik uang kan dilakukan secara senyap. Dan kemudian juga melibatkan struktur pemerintahan. Kita temukan, RT, RW, justru menjadi instrumen dan pelaku politik uang itu sendiri," kata Donal kepada KBR, Selasa (26/06/2018).


Donal menilai, politik uang cenderung meningkat karena kandidat calon kepala daerah ingin memenangkan persaingan yang ketat, dengan memanfaatkan masyarakat yang tingkat ekonominya rendah dan tanpa pendidikan politik yang baik.   Ia berkata, biasanya tim sukses telah membentuk jaringan yang sistematis ke bawah, dan hanya menyasar orang yang dikenal, dengan target menggeser pilihan calon kepala daerah.


Donal berkata, jaringan di level terbawah tersebut bahkan bisa berupa pejabat ketua RT dan RW. Kata dia, fakta keterlibatan ketua RT dan RW   banyak ICW temukan pada Pilkada serentak 2017. Meski tak menyebutkan jumlah temuannya, kata Donal, ada tren yang dipercaya tim sukses, bahwa ketua RT dan RW sangat mengenal setidaknya 100 kepala keluarga di wilayahnya, dan mampu mengarahkan mereka agar memilih calon kepala daerah tertentu.


 Donal mengingatkan Bawaslu agar memberi perhatian khusus pada Jawa Timur, Sumatra Utara, dan Jawa Barat. Berdasarkan catatan ICW, di ketiga daerah tersebut terjadi banyak sekali kasus korupsi, sehingga ia khawatir politik uang juga terjadi di sana. Selain itu, kata Donal, masih rendahnya tingkat ekonomi dan pendidikan politik masyarakat di daerah, bisa memberbesar potensi politik uang.


Netralitas PNS


Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Asman Abnur mengaku belum menerima laporan resmi dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait ratusan pegawai negeri sipil (PNS) yang diduga tidak netral selama pilkada. Menurut dia, selama ini tim pemantau gabungan yang dibentuk belum menemukan adanya pelanggaran.


"Kita kan pakai tim ya. Tim inspektorat, pengawas KASN, termasuk Kementerian Dalam Negeri. Kita sudah punya organ-organ di daerah. (Sudah ada laporan kasus?) Belum ada, saat ini belum ada yang masuk," kata Asman di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (26/6).


Sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu merilis ada 500 kasus pelanggaran netralitas pilkada serentak yang melibatkan PNS. Kendati belum menerima laporan, Asman menegaskan semua pelanggaran itu akan ditindaklanjuti oleh Kemenpan. 


"Proses pemberian sanksi itu tetap melalui temuan Bawaslu. ASN yang tidak netral diproses Panwaslu. Berdasarkan fakta lapangan diajukan ke Kemenpan-RB. Nanti disidangkan," kata Asman di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (26/6).


PNS yang ketahuan tidak netral akan dihukum berat mulai dari tidak menerima tunjangan, penurunan pangkat, hingga sanksi pemecatan. Politikus PKB itu menegaskan tidak ada ampun bagi PNS yang terbukti tidak netral. 

Sebelumnya Sekretaris Jendral Kementerian Dalam Negeri Hadi Prabowo, menyebut ada 6 daerah peserta pilkada dengan tingkat rawan pelanggaran tertinggi pada pilkada 2018. Provinsi Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Papua rawan pelanggaran  seperti intimidasi, pelanggaran administrasi sampai  pelanggaran netralitas ASN.

"Prediksi rawan konflik dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah 2018, menurut versi kementerian dalam negeri ada 6 daerah, rawan konflik dan Ini memang perlu adanya kebersamaan dan kesinambungan dalam melakukan monitoring. Adalah pertama terkait dengan provinsi Jawa Timur, kemudian provinsi Kalimantan Barat, demikian pula untuk provinsi Sulawesi Selatan," ujar Hadi saat melakukan pemaparan dalam acara Bawaslu, Selasa (26/05/2018).


Di antara 6 daerah, Jawa Timur dan Kalimantan Barat dianggap merupakan daerah dengan pelanggaran terkompleks karena politik identitas, netralitas ASN, Isu SARA juga berkembangnya politik wilayah. Penyebabnya   wilayah perbatasan dijadikan bahan kampanye hitam.


Hadi mengatakan untuk pengendalian  di setiap daerah sudah dibentuk tim pemantau pilkada bersama dengan anggota KPU dan Bawaslu.


"Desk pilkada dari pemerintah ini diadakan untuk membantu kerangka fasilitas KPU dan Bawaslu, sehingga mereka yang akan membantu KPU dan Bawaslu dalam pengawasan." Ujar Hadi.


Hadi  menjabarkan jumlah laporan  yang masuk ke kementerian dalam negeri per mei 2018 sebanyak 1456 pelanggaran. Jumlah itu  terdiri dari 417 hasil temuan kementerian dan 1039 merupakan hasil laporan masyarakat, LSM dan lembaga lainnya.


Editor: Rony Sitanggang

  • Sekretaris Jendral Kementerian Dalam Negeri Hadi Prabowo
  • #Pilkada2018
  • pelanggaran pilkada
  • Pilkada Serentak 2018

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!