Article Image

SAGA

Potret Keberagaman di SMK Katolik Yos Soedarso

Selasa 27 Jun 2017, 09.15 WIB

Siswa SMK Yos Soedarso di Cilacap membagi-bagikan makana berbuka puasa kepada orang-orang di Kota Sidareja. Foto: Muhammad Ridlo/KBR.

KBR, Cilacap - Sekira satu atau dua jam jelang berbuka puasa, puluhan siswa SMK Yos Soedarso, Cilacap, Jawa Tengah, sibuk memindahkan puluhan kardus air mineral dan ratusan bungkus makanan ke halaman sekolah mereka. Minuman dan makanan itu, rencananya akan dibagikan ke orang-orang yang melintas di sepanjang jalan kota kecil Sidareja –yakni untuk mambatalkan puasanya. 

Ritual semacam ini, tak lagi asing bagi SMK Yos Soedarso –sekolah Katolik yang dulu gencar dituding sebagai kepanjangan tangan Gereja Katolik melakukan aksi misionaris. Tapi, puluhan tahun berlalu, sangkaan itu pudar juga. Sebab di sekolah Katolik ini, ada siswa dari agama lain; Islam, Kristen, Budha, dan penganut kepercayaan. Bahkan kini, 90 persen muridnya muslim.

Sore itu, selain membagikan makanan berbuka puasa, para siswa beragama Islam tengah menuntaskan pesantren kilat yang digelar selama tiga hari. Di saat bersamaan, siswa dari agama lain menjalani Hari Perenungan –waktu dimana mereka ikut memperdalam agama.

Lola Ika Riyanti –siswi kelas XI yang beragama Kristen, ikut membantu membawa kardus minuman dan makanan ke mobil pick-up. Dia pun akan turut membagi-bagikan takjil. Lola –begitu ia dipanggil mengaku antusias dengan kegiatan saban Ramadan ini. 

“Kami juga turut membantu karena kami di satu organisasi. Dan nanti ada yang buka bersama juga di sekolah untuk para guru dan staf. Kemudian kita menyebarkan juga di jalan,” kata Lola saat dia mempersiapkan acara buka bersama di penghujung Ramadan 1438 Hijriyah.

Tahun ini, jadi kali kedua Lola ikut membagi-bagikan takjil saat Ramadan. Dan, tak hanya itu saja, menyambut Idul Fitri, ia juga turut membagikan zakat kepada masyarakat. Jelang berbuka puasa, Lola bersama temannya yang lain Widya Prastika dan Dian Safitri, lantas menyebar ke beberapa titik di Kecamatan Sidareja hingga Kecamatan Cipari. Mulai dari stasiun, terminal, perempatan hingga lokasi-lokasi ramai pekerja jalanan.

Dengan formasi tim yang berisi siswa berbeda-beda agama, mereka membagikan 700-an paket makanan dan minuman. Wydia Prastika seorang siswa kelas IX bercerita bagaimana senangnya berbagi. “Saya sendiri sih senang juga bangga. Karena bisa berbagi satu sama lain, walaupun beda agama,” kata Widya.

Beragamnya kegiatan Ramadan di SMK Yos Soedarso, kata Pelaksana Tugas Kepala Didik Gunawan, sebagai bukti bahwa sekolah ini tak seperti yang disangka; yaitu wadah menyebarkan agama Katolik. Pasalnya SMK Yos Soedarso berada di bawah naungan Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) yang didirikan Romo Carollus Burrows.  

Bukti lain, menurut Didik Gunawan, saat para siswa maupun guru yang beragama Islam dibolehkan mengenakan kerudung. Meski, penggunaan hijab itu sempat ditentang kalangan Katolik. “Kami sempat dikritik juga (dari kalangan Katolik). Tetapi Romo Carollus bersikeras. Sekarang kami memberikan kebebasan kepada teman-teman guru, siswa yang berjilbab,” sambungnya.

Di lingkungan sekolah ini pula, dibangun mushala yang letaknya berhimpitan dengan fasilitas ibadah agama lain. Kata Didik Gunawan, pembangunan mushala juga pernah dianggap kamuflase semata. 

“Sempat dituduh, itu hanya bohong-bohongan. Tetapi kita tetap mendirikan dan menyediakan tempat ibadah,” tukas Didik.

Misi SMK Yos Soedarso rupanya tak berhenti di sini. Sekolah Katolik ini memberikan beasiswa kepada masyarakat tak mampu meski bukan beragama Katolik. 

Siswa SMK Yos Soedarso Cilacap bersiap membawa paket makanan berbuka puasa untuk dibagikan kepada orang-orang di kota Sidareja. Foto: Muhammad Ridlo/KBR.

Pengurus Yayasan Sosial Bina Sejahtera (YSBS) yang juga Kepala Sekolah SMK Yos Soedarso, Parsiyan, mengatakan pihaknya tak ingin terpaku pada embel-embel agama dalam persoalan pendidikan. Sekolah malah, memberlakukan uang sekolah murah yakni Rp80 ribu bagi siswa miskin.

Parsiyan juga sadar, beragamnya siswa di sini jadi pembeda dengan sekolah lain. Itu mengapa, ia tak ingin membeda-bedakan siswa atau guru yang beragama Katolik dengan yang lain. Para guru atau karyawan pun, kata dia, ada dari kalangan muslim dan dibolehkan mengenakan hijab. 

“Kemudian karyawan saya yaitu Kepala TU. Dulu itu tidak pernah memakai jilbab. Karena malu kepada saya dan tidak berani mengungkapkan. Batin saya, nggak bisa ini. Lalu saya umumkan di dalam rapat (agar memakai jilbab bagi yang menginginkan),” tandas Parsiyan.

Tapi, keputusannya itu pernah ditentang dengan dalih tak mencerminkan sekolah Katolik. Untuk itu, Parsiyan punya jawaban sendiri. “Yang menolak di luar yayasan. Kenapa kok tidak menujukkan jatidiri (ke-Katolik-an)? Pertanyaannya seperti itu kira-kira. Terus saya tanya, ‘Jati diri orang Katolik itu apa? Jati dirinya itu saudaranya banyak. Dikenal banyak orang. Syukur dikagumi. Itu jati dirinya. Bukan karena kamu dan saya kalungan salib, kemudian Anda dikenal’,” bebernya.

Jumlah siswa di SMK Yos Soedarso kini mencapai 1400 orang yang tersebar di delapan jurusan; Teknik Kapal Penangkap Ikan (TKPI), Teknik Kendaraan Ringan (TKR), Akuntansi, Agribisnis Tanaman Pangan dan Holtikultura (ATPH), Teknik Instalasi Listrik (TITL) Teknik Sepeda Motor (TSM), Teknik Komputer Jaringan (TKJ), dan Jurusan Pemasaran. 

Padahal dulu, hanya 70 orang saja. Bertambahnya anak didik tersebut, lantaran sekolah ini sudah direstui masyarakat setempat. Dan demi memupuk rasa keberagaman, SMK Yos Soedarsono memberikan beasiswa kepada siswa yang berasal dari pesantren.

Kian menguatnya keberagaman, sekolah ini pernah dijadikan tempat pelatihan dan dialog oleh Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). 

Sementara itu, Tokoh NU sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Rubat Mbalong Ell Firdaus, KH. Muhammad Ahmad Hasan Mas’ud, menyebut tak masalah jika ada santri yang belajar di sekolah Katolik. Toh, ilmu dimiliki semua orang tanpa melihat agama.  

Dia juga mengutip satu hadist populer yakni anjuran nabi agar belajar sampai negeri Cina. Bagi dia, hadist tersebut merupakan pembenar bahwa muslim diperbolehkan menuntut ilmu di sekolah non muslim. Sebab, keberagaman adalah sunatullah atau hukum Tuhan. 

“Membangun umat ini, membangun Indoneia ini, kita butuh kebersamaan. Saling sinergi. Saya kira, SMK Yos Soedarso itu sudah proporsional. Dan saya salut,” pungkas Gus Hasan. 

	<td>Muhammad Ridlo&nbsp;</td>
</tr>

<tr>
	<td class="current">Editor:</td>

	<td>Quinawaty&nbsp;</td>
</tr>
Reporter: