BERITA

Pelibatan TNI dalam Penanggulangan Terorisme Dinilai Berlebihan

Pelibatan TNI dalam Penanggulangan Terorisme Dinilai Berlebihan


KBR, Jakarta- Pelibatan militer dinilai memperparah penanggulangan terorismeMenurut Pengacara publik dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur,  penanggulangan terorisme itu seharusnya dengan pencegahan dengan cara deradikalisasi.

"Kita khawatir malah dampaknya jadi berlebihan, bukannya penegakan hukum atau deradikalisasi tetapi lebih bagaimana to kill atau bagaimana memberangus. Padahal penanggulangan terorisme tidak harus dengan senjata bisa saja dengan pencegahan dan deradikalisasi seperti itu," ujar Pengacara publik dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur saat dihubungi KBR, Selasa (30/5/2017).


Muhammad Isnur menambahkan, masuknya militer dalam ranah penanggulangan terorisme dinilai juga tidak memiliki payung hukum yang kuat.


"Keterlibatan militer di berbagai hal seharusnya tidak disusun dalam RUU Terorisme tetapi dalam Undang-Undang Perbantuan. Inikan menggantung,sampai sekarang UU TNI terjemahan tentang perbantuannya di mana? Tidak ada undang-undangnya. Harusnya itu dulu yang diutamakan bukannya masuk dalam RUU Terorisme. Jadi nanti bahaya konstruksi alur paradigma di UU Terorismenya," ujarnya.


Sebelumnya, Presiden Joko Widodo meminta kewenangan TNI untuk masuk di dalam RUU Anti Terorisme. Presiden juga meyakini, Menko Polhukam telah mempersiapkan alasan-alasan mengenai perlunya TNI masuk dalam RUU Anti Terorisme. Langkah itu mendapatkan penolakan  sejumlah kelompok dan LSM terkait diusulkannya TNI terlibat penanganan terorisme dalam RUU Terorisme.


Sementara itu Kapolri Tito Karnavian mendukung pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam pemberantasan terorisme. Poin ini menjadi salah satu isi revisi UU Anti-Terorisme yang ingin dituntaskan oleh pemerintah. Menurut Tito, TNI merupakan salah satu aset utama negara yang harus dimanfaatkan. TNI bisa bersinergi dengan Polisi mulai dari pencegahan, penindakan, hingga deradikalisasi.


"Untuk yang penindakan, seperti misalnya di laut lepas yang Polri tidak memiliki aset. Pembajakan di laut, pembajakan di udara, kenapa tidak? Kemudian di medan-medan khusus yang Polri tidak memiliki kemampuan yang cukup. Misalnya, di gunung dan hutan, seperti operasi Tinombala, kita lihat kan berhasil. Polri dan TNI bersama-sama, kenapa tidak?" Kata Tito di Istana Kepresidenan Bogor, Senin (29/5/2017).


Namun, Tito juga menekankan penanganan terorisme tetap harus berada di koridor hukum dan penghormatan terhadap HAM


"Karena ini negara demokrasi yang mengutamakan supremasi hukum dan human rights, maka prinsipnya adalah due process of law, tetap pada penegakkan hukum," ujar Tito.


Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto mengatakan, pelibatan TNI merupakan bentuk perlawanan total terhadap terorisme.


"Untuk melawan mereka, kita juga total, kalau total, berarti seluruh komponen bangsa ikut terlibat, apakah polisi, masyarakat dan TNI," kata Wiranto.


Dia berdalih  ancaman teroris semakin dekat dengan rencana pembangunan basis ISIS di Marawi, Filipina.


"Ini kan dekat sekali dengan Indonesia, kita harus segera bangun, bagaimana kita membuat suatu undang-undang yang cukup tegas, keras untuk melawan teror itu," ujar dia.


Editor: Rony Sitanggang 

  • terorisme
  • revisi uu terorisme
  • ISIS
  • Kapolri Tito Karnavian
  • Menkopolhukam Wiranto

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!