CERITA

Tragedi Lumajang, Kades Haryono: Untuk Kapolsek Saya Kasih Rp1 Juta

""Warga menolak karena dampaknya laut, air laut pasang karena penggalian pakai bachoe. Sehingga dampaknya sawah itu rusak,” "

Eko Widianto

Tragedi Lumajang, Kades Haryono: Untuk Kapolsek Saya Kasih Rp1 Juta
Bekas tambang pasir di Desa Selok Awar-Awar. Foto: Eko Widianto

KBR, Lumajang - Sadar, tambang pasir ilegal Kepala Desa Haryono merusak sawah dan menghancurkan kehidupan mereka, sejumlah petani Desa Selok Awar-Awar, Pasirian, Lumajang, menggelar aksi; mulai dari menghentikan truk pengangkut pasir hingga menyebarkan selebaran menolak tambang.

Madris, warga desa setempat juga bercerita, sebelumnya penolakan serupa pernah disuarakan warga Desa Pandan Arum. Meski tak berakhir dengan pengeroyokan.


“Sebelum Selok terjadi, Desa Pandan Arum sudah duluan. Tapi tak terjadi seperti di Selok. Warga menolak karena dampaknya laut, air laut pasang karena penggalian pakai bachoe. Sehingga dampaknya sawah itu rusak,” ungkap Madris pada KBR.


Tapi, keluhan warga tak pernah didengar pihak kabupaten. Yang muncul kemudian adalah teror dan ancaman dari kelompok pro tambang.


Pada 9 September 2015, kelompok antitambang melaporkan ancaman itu ke Kepolisian. Tapi tak digubris.


Hingga kemudian, kejadian nahas itu terjadi. Tosan dianiaya hingga kritis sementara Salim alias Kancil tewas dibunuh.


Borok bisnis tambang pasir ilegal milik Kepala Desa Haryono pun terkuak. 


Kuat dugaan anggota TNI, Perhutani, Polisi Pasirian, Camat Pasirian hingga DPRD Lumajang, menerima aliran duit tambang.


Dalam sidang etik di Polda Jawa Timur, Kepala Desa Haryono membeberkan suap itu.


"Untuk Perhutani, saya yang kasih, Rp2 juta. Itu setiap bulan. Untuk mantri Perhutani Rp2 juta tiap bulan. Untuk mandor ada dua, Rp1 jutaan tiap bulan. Untuk Pak Kapolsek Rp1 juta saya titipkan ke Kamtibnas. Koramil saya titipkan juga Rp1 juta," ucap Haryono saat sidang etik di Polda Jawa Timur.


Hanya saja, bagi Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur Ony Mahardika, sogokan itu juga mengalir hingga ke Polda Jawa Timur.


"Saya dapat info, Polda melakukan sidak ke lokasi setahun dua kali. Artinya, sebetulnya polisi sudah mengetahui ada pertambangan yang merusak sistem alam, merusak lingkungan. Tambang ilegal. Artinya ada pembiaran."


Dalam sidang etik pula, Harmoko yang mengurus alat berat tambang menyebut, uang retribusi ilegal sebesar Rp270 ribu diterima dari satu truk pengangkut pasir.


Jika setiap hari ada 80 truk yang wira-wiri di Pantai Watu Pecak, maka uang yang ia kantongi mencapai Rp27 juta.


Sementara Kapolda Jawa Timur, Anton Setiaji sedang menyasar anggota DPRD.


“Bahwa ini Haryono dan Rafik sebagai penampung punya uang berapa. Tidak mungkin. Dan ini betul, tidak akan seperti itu. Itu yang  akan kita jawab dan tak akan berhenti sampai di sini.  Karena itu kita minta Mabes Polri turun. Sekarang ada lagi namanya Rafik, enggak mungkin sekarang becho berapa harganya.”


Rafik yang disebut itu menurut Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur Ony Mahardika, adalah pemodal tambang milik Kepala Desa Haryono sekaligus penampung pasir.


Hubungan keduanya terjadi lantaran Rafik ikut dalam pemenangan Haryono.


“Temuan kami saat bicara dengan petambang. Memang dijual oleh salah satunya Rafik dan sudah ditetapkan tersangka. Dia pebisnis salah satu pemodal. Sebarannya kemana-mana pasir ini. Tergantung ada sampai Surabaya, sampai 900 ribu, sedangkan dari Lumajang Rp 300 ribu.”


Dalam penelusuran Walhi, distribusi pasir Lumajang menyebar hampir ke semua daerah di Jawa Timur. Utamanya di wilayah industri dan perumahan.


Semisal Surabaya dan Malang. Di Surabaya, harga pasir Lumajang bisa tembus Rp900 ribu sampai Rp1,2 juta per truk.


Sementara Rafik, menurut Ony, bekas pebisnis angkutan tebu. Truk miliknya mencapai ratusan.


Pasca peristiwa 26 September itu, seluruh aktivitas tambang di Lumajang berhenti dan memberlakukan moratorium izin tambang.


“Kedepan sambil membimbing masyarakat sana kalau mengurus izin yang benar," kata Bupati Lumajang, As’at Malik.


Dari catatan Walhi, Kabupaten Lumajang mengeluarkan izin tambang terbanyak di Indonesia. Total ada 62 izin tambang. Namun, pendapatan asli daerah dari sektor itu terus menyusut.


Pada 2012 mencapai Rp5 miliar, namun 2014 turun menjadi Rp75 juta. Penambangan pasir liar menjadi penyebabnya.


“Peringatan sudah, tapi namanya liar. Pesisir tidak boleh zona terlarang. Dari dulu memang tidak boleh, jadi mereka melakukan kesalahan itu. PAD bisa turun, bisa naik, bisa tak dapat. Ternyata kawan-kawan tak berani menarik karena banyak yang ilegal. Barang ilegal kan tidak bisa ditarik pajak. Kalau dulu bisa sampai Rp5 miliar, tapi kacau,” sambung As'at Malik.


Karena tambang pasir itu melanggar aturan rencana tata ruang dan mengancam abrasi, Walhi pun meminta Bupati menghentikan seluruh aktivitas pertambangan.


Kembali Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, Ony Mahardika.


“Ya artinya, reklamasi ini harus segera dilakukan tapi juga komitmen. Sudah tahu hutannya rusak, kawasan lindung rusak kok malah diperuntukkan kawasan pertambangan, bukannya dipulihkan. Kalau hutan rusak harus dipulihkan, jangan ada izin tambang.”


Sementara Wakil Ketua Panja Minerba, Saiful Arif mendesak dihentikannya tambang. Ia khawatir, jika izin kembali dibuka konflik kembali terulang.


“Patut untuk jadi perhatian kita semua. Bahwa semua pertambangan di seluruh negeri harus dihentikan. Kita terus terang baru dengar setelah ada kasus Salim alias Kancil. Dan ini masukan yang berharga. Sekarang kita di Panja Minerba di Komisi Tujuh DPR tengah menggodok kemungkinan moratorium tambang,” tutup Saiful.


Kembali ke bagian pertama .



Editor: Quinawaty Pasaribu

 

  • Tosan
  • Salim alias Kancil
  • Desa Selok Awar-awar
  • Lumajang
  • tambang pasir ilegal
  • Toleransi
  • petatoleransi_10Jawa Timur_merah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!