CERITA

Menengok Hijaunya Kampung Iklim di Sunter Jaya, Jakarta Utara

""Ucapan Ban Ki-moon (Sekretaris Jenderal PBB-red), generasi kita ini adalah gernerasi pertama yang bisa menangkal atau mitigate Climate Change.""

Wydia Angga

Menengok Hijaunya Kampung Iklim di Sunter Jaya, Jakarta Utara
Kampung Iklim di RW 01 Kelurahan Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara. Foto: Wydia Angga

KBR, Jakarta - Siang itu, Sri Rahayu, warga RW 01 Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung, Jakarta Utara mengajak saya melihat kampung binaannya.

Dengan lincah, istri Ketua RW 01 itu memamerkan pohon-pohon yang ditaman tiap keluarga.


“Nah ini RT 13 perbatasan dengan RT 11. Ini Kampung Pucuk Merah. Setiap rumah harus ada tanaman Pucuk Merahnya,” ungkap Sri pada KBR.


Ia bercerita, setiap RT menanam pohon yang berbeda.


Ia lantas memperlihatkan tanaman yang ada; mulai dari Pucuk Merah, Srikaya, Jeruk, dan tanaman obat keluarga.


“Permisi, numpang lewat pakde, ini kita mau masuk ke RT 15, ada rumah sehat ada toganya di RT 14."


Berjalan di seputaran RW 01 Sunter Jaya, tak seperti berada di Ibu Kota Jakarta; gersang dan pengap.


Di sini, area hijau terhampar luas.


Ini lantaran Ketua RW 01, Sukartono mewajibkan warganya menanam minimal lima pot tanaman di tiap-tiap rumah sejak empat tahun silam.


“Kalau saya memang tegas. Saya lihat ada yang tidak menyiram kembang sampai layu, saya panggil, kamu kontrak di sini berapa tahun? Dua tahun? Satu tahun  saja cukup! Saya bilang begitu,” kata Sukartono.


Ia bahkan tak segan-segan menanam kembali pohon yang terancam mati.


“Ketemu pohon apa di jalan saya lihat enggak ada yang punya saya cabut. Sampai rumah saya tanam di pot. Awalnya seperti itu. Makanya saya bilang ke warga tolong jangan lihat tanamannya yang penting hidup dulu.”


Karena itu pula Sukartono berharap perilakunya menular pada warga lain.


Ketika ditemui KBR, isterinya Sri Rahayu, tengah berkeliling memantau kondisi tanaman warganya sekaligus melihat bagaimana mereka merawat.


“Pohon Jeruknya mana nih? Mati? Nanti ganti lagi ya! Nah, kalau ibunya itu nyiram malam hari, coba bu cerita kenapa nyiramnya malam. Ternyata biar kucing tidak sembarangan buang kotoran.”


Lantas, bagaimana dengan warga?


Surti, salah satu warga, beruntung menanam tanaman di rumahnya.


“Sebelum kita berobat, antisipasi pakai pohon sendiri. Kebanyakan jahe merah kalau kita masuk angin. Kita ambil sedikit jahenya digeprek dikasih gula batu sedikit itu cepet sembuh. Selain itu paling banyak dipakai Binahong kalau luka, kita kena silet atau pisau daunnya dibejek ditempel ke luka langsung kering. Kalau kita diabetes juga bisa tidak usah banyak lima atau tujuh lembar daunnya direbus dengan air dua gelas dijadikan satu gelas diminum. Kita tidak pakai sendiri, kalau tetangga butuh ya minta. Kalau ini kan daunnya untuk softener, orang bilangnya Dilem, kalau bilasan terakhir bisa menghilangkan sabun dan wangi, tidak bergetah. Softener alami,” ucap Surti.

Bu RW sekali lagi menyebut seorang warga yang juga memanfaatkan tanaman sekitar sebagai bahan makan dan minum.

"Pak Tarno itu daun Kelor yang muda untuk sayur. Atau juga dibuat untuk minuman dikeringin diseduh. Trus kalau saya ke sana sore disuguhi ini apaan kelor atau dari sirsak. Jadi dia kasih minuman tidak teh celup tapi minuman dari toga gitu," Kata Sri Rahayu



  red

Foto:Rumah warga dipenuhi tanaman dan pesan penghijauan

Kampung Iklim

Apa yang dilakoni warga RW 01 Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung, Jakarta Utara, merupakan bagian dari rancangan pemerintah tentang Program Kampung Iklim (Proklim). 


Proklim merupakan program yang memberikan pengakuan terhadap partisipasi aktif masyarakat yang telah melaksanakan upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang terintegrasi. Sehingga dapat mendukung target penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) nasional dan meningkatkan ketahanan masyarakat terhadap dampak perubahan iklim.


Cakupan lokasi Proklim mencakup minimal setingkat RW dan maksimal setingkat desa atau kelurahan.


Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim, Rachmat Witoelar, mengatakan dalam mengatasi perubahan iklim, kendala utama belum banyaknya masyarakat yang memahani konsep ini. Padahal menurutnya, minimnya pengetahuan akan berdampak pada ketidakpedulian masyarakat dalam merawat alam.


“Climate Change kan sangat mendalam ya, itu adalah suatu fenomena mengubah total asumsi yang tadinya ada. Yang khususnya dalam aplikasinya kita lihat soal waktu tanam yang berubah. Yang kedua, masalah perubahan suhu laut. Ada penyakit lama yang menjadi baru dan perubahan iklim ini menyangkut banyak aspek. Dan ini musti diberitahu kepada mereka. Kendalanya belum banyak yang diinformasikan,” jelas Rachmat Witoelar.


Untuk menegaskan pentingnya menangkal perubahan alam yang dilakukan generasi saat ini, ia pun mengutip Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-moon yang menyebut masyarakat yang hidup saat ini adalah generasi pertama dan terakhir yang bisa melakukan pencegahan perubahan iklim.


"Ucapan Ban Ki-moon (Sekretaris Jenderal PBB-red), generasi kita ini adalah gernerasi pertama yang bisa menangkal atau mitigate Climate Change. Karena sebelumnya tidak punya ilmunya, enggak punya referensi, dan enggak punya alat dan uang enggak banyak."


"Sekarang sudah kaya secara global (dalam mengatasi perubahan iklim-red). Tapi sekaligus dunia kita ini generasi terakhir yang bisa menyelesaikannya. Ironis sekali. Kita yang pertama dan terakhir,” tambahnya.


Dari catatannya, hingga saat ini sudah ada 182 lokasi yang menerapkan Pogram Kampung Iklim.


Wilayahnya terpencar, mulai dari Jakarta, Jawa Barat, Nanggroe Aceh Darussalam, Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Kalmantan, Sulawesi, Riau dan Bengkulu.


Dan, di tahun 2020 mendatang pemerintah menargetkan akan ada seribu lokasi yang menerapkan hal serupa.


Kembali ke warga RW 01 Sunter Jaya.


Sukartono dan istrinya, akan terus meminta warganya menanam pohon. Dengan cara inilah kata dia, konsep besar pemerintah itu bisa diterapkan.


"Harus kita informasikan, kemarin kita jelaskan proklim itu apa ke warga, proklim untuk mengatasi pergantian cuaca. Kalau tidak dijelasin tidak bisa melakukan yang bisa dilakukan,” terang Sukartono.


"Melihat media di televisi di sana ada ini itu kita coba terapkan bisa tidak seperti mereka, kita belajar dari google juga,” tutupnya. 


Ia juga mengatakan, keterlibatan masyarakat menjadi kunci keberlangsungan program Kampung Iklim.






Editor: Quinawaty Pasaribu

 

  • kampung iklim
  • Warga Sunter Jaya
  • tanjung priok
  • Rachmat Witoelar

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!