SAGA

Kartini Penyelamat Mata Air Rembang (bagian 3)

"KBR - Mengantongi berbagai izin dan AMDAL, PT Semen Indonesia berkeras mulai membangun pabriknya di Rembang. Tapi di tempat yang sama, warga masih memprotes dengan membangun tenda perlawanan di tapak pabrik. Warga yakin data dalam AMDAL tak sesuai kenyata"

Aisyah Khairunnisa

Seorang warga berjongkok di dalam Goa Temu yang masih menyimpan air. Keberadaan tambang-tambang yang
Seorang warga berjongkok di dalam Goa Temu yang masih menyimpan air. Keberadaan tambang-tambang yang ada saat ini membuat air simpanan di goa semakin menipis. (Foto: Aisyah Khairunnisa)

KBR - Mengantongi berbagai izin dan AMDAL, PT Semen Indonesia berkeras mulai membangun pabriknya di Rembang. Tapi di tempat yang sama, warga masih memprotes dengan membangun tenda perlawanan di tapak pabrik. Warga yakin data dalam AMDAL tak sesuai kenyataaan, penuh manipulasi.

“Soalnya aku gak tahu, aku kan buta huruf mbak. Yang namanya AMDAL segede apa juga gak tahu. Waktu itu juga gak pernah diajak rembukan. Makanya aku gak tahu AMDAL itu yang kayak gimana. Yang tandatangan aku juga gak tahu, pasti orang tertentu.”


Sukinah perempuan tani di Desa Tegaldowo menjelaskan seadanya mengenai rencana pembangunan pabrik semen oleh PT Semen Indonesia. 


Di mana pun di wilayah Indonesia, pembangunan proyek besar wajib didahului dengan kajian Analisa mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Tujuannya tak lain untuk mengetahui apakah sebuah kegiatan pembangunan tidak merusak daya dukung lingkungan sekitarnya. Sementara penyusunan AMDAL oleh perusahaan juga wajib menyertakan masyarakat sekitar areal pembangunan.


Aturan itu yang diprotes warga Tegaldowo dan Timbrangan. Sukinah mengatakan, warga tak pernah diajak bicara soal AMDAL penambangan kapur di Gunung Watu Putih Rembang oleh PT Semen Indonesia.  Sementara  Sekretaris PT Semen Indonesia, Agung Wiharto mengklaim pihaknya sudah mengundang para warga untuk memberi masukan sebelum AMDAL diresmikan.


“Satupun ada yang menolak akan diperhatikan. Yang kami tahu mayoritas tidak ada masalah. Problemnya adalah bahwa kami tidak bisa memberikannya kepada semuanya 100 persen warga. Kita juga punya jadwal. Yang penting mayoritas sudah kena. Ada yang berpergian, ada yang tidak bisa saat kita menyampaikan AMDAL,” aku Agung menjelaskan upaya sosialisasi versi perusahaan.


Kuasa hukum warga penolak semen Rembang dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang juga angkat bicara. Lembaga itu menyoroti sejumlah kejanggalan dalam AMDAL. Seperti beberapa hal yang mengacu pada Keputusan Presiden Nomor  32 Tahun 1990.


Dalam AMDAL dikatakan bahwa areal penambangan merupakan kawasan karst yang memiliki beberapa mata air, sehingga dapat dikategorikan sebagai kawasan lindung. LBH Semarang juga menemukan kawasan penambangan yang dikaji dalam AMDAL merupakan daerah resapan air tanah. Tempat masuknya air ketika hujan, dan keluar dalam bentuk mata air. 


Kuasa Hukum warga dari LBH Semarang, Zainal menjelaskan beragam kejanggalan dalam AMDAL yang disiapkan PT Semen Indonesia. “Akan tetapi, ini yang aneh. Bahwa pada kesimpulan, halaman 3-80 mengatakan bahwa lokasi petak termasuk kawasan budidaya. Lokasi kawasan lindung berada di luar petak rencana penambangan. Bahwa tidak ditemukan mata air atau goa baik bawah atau kering. Bahwa daerah penambangan bukan termasuk kawasan karst lindung. Ini artinya apa yang diuraikan dalam bab-bab ini berkontradiksi dengan kesimpulan yang ada di mereka.”


Sementara, Juru Bicara Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK) Rembang, Mingming Lukiarti menjelaskan kejanggalan AMDAL lainnya. Yakni pencantuman bukti temuan geografis yang berbeda dengan temuan lapangan oleh JMPPK Rembang dan Asosisi Penelusur Goa Semarang. “Misalkan jumlah sumber mata air. Yang kita temukan kan 109 mata air alami itu bisa lebih. Yang di AMDAL? 50.”


Hal lain yang juga membuat Mingming heran yakni jumlah goa yang diidentifikasi dalam AMDAL. Dalam kajian lingkungan oleh PT Semen Indonesia, di area izin tambang terdapat sembilan goa. Padahal setelah ditelusuri oleh Mingming dengan pegiat Asosiasi Penelusur Goa Rembang, ada 50 goa, yang sebagian diantaranya adalah goa ber-mata air. Dia lantas menuding, kajian dampak lingkungan yang dilakukan PT Semen Indonesia tak sesuai dengan fakta di lapangan. Seperti jumlah mata air. “Mungkin itu untuk dilihatnya ini sebagai kawasan kering yang tidak produktif. Gamping yang tidak aktif, hidrologinya jelek dan boleh ditambang. Mungkin seperti itu.”


Belum lagi, AMDAL PT Semen Indonesia juga mengabaikan potensi kerusakan empat sungai di bawah Gunung Kapur Watu Putih, yang debit airnya melimpah. Plus sejumlah fosil purbakala yang ada di gua dekat lokasi izin tambang.


Sementara, Pakar lingkungan yang juga Rektor Universitas Diponegoro, Sudharto Hadi mengatakan, kawasan karst Watu Putih tak boleh ditambang meski belum didaftarkan sebagai kawasan karst. Alasannya tak lain karena adanya temuan mata air dan goa di areal rencana penambangan gamping. Apalagi JMPPK Rembang menemukan di dalam lokasi izin tambang terdapat tiga titik ponor atau tempat air meresap.


“Nah dengan klasifikasi yang baru itu ada dua yang pertama Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK) itu tidak boleh dilakukan budidaya. Dan non-KBAK itu mesti harus diteliti betul apakah di sana tidak ada ponor (rekahan aliran air), kemudian mata air. Ini yang menjadi isu besar.”            


Bersama warga, tim KBR pun menyusuri Goa Temu di sekitar wilayah izin tambang PT Semen. Di sana kami menemukan mata air. Namun warga mengatakan debit air dalam goa itu sudah jauh berkurang akibat kegiatan tambang yang sudah ada. “Dulu sebelum ada penambangan di Watuputih, air yang lewat sini masih segini. Setelah ada penambangan airnya turun. (Bapak kesini sudah berapa kali?). Tiga kali. (Sampai mana?). Sampai air yang mengalir sana,” jelas warga itu.


Menanggapi itu, Sekretaris PT Semen Indonesia yakin tak melanggar aturan saat menyiapkan AMDAL. Apalagi pihaknya juga sudah mengantongi lebih dari 30 izin lain untuk membangun pabrik dan tambang semen. “Soal legal kita udahlah, udah kena semua lah.”


Dengan berbagai kejanggalan itu, ratusan warga Desa Tegaldowo dan Timbrangan berkeras menolak penambangan kapur dan pembangunan pabrik. Sementara warga kawasan lain mendukung pembangunan tambang semen di Watuputih.


Baca lanjutannya: Kartini Penyelamat Mata Air Rembang (bagian 4)


Editor: Irvan Imamsyah
  • semen
  • rembang
  • kendeng
  • petani
  • petatoleransi_09Jawa Tengah_biru
  • Toleransi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!