CERITA

Ketika Perbedaan Agama Melebur Lewat Sahur

Ketika Perbedaan Agama Melebur Lewat Sahur

KBR, Jakarta - Malam di Gereja Kristen Indonesia Kebon Jati, Bandung, Jawa Barat. Orang-orang berdatangan usai berbuka puasa di Pendopo. Mereka adalah panitia acara buka bersama dan sahur.

Salah satu panitia, Iska Dinarristy menceritakan kegiatan tersebut.

“Kita senang sekali diberi tempat untuk bermalam di GKI Bonti. Soalnya memang dekat dengan lokasi sahur di Pondok Pesantren At-Taubah. Terima kasih GKI Bonti dan om Herman yang sudah mengizinkan kami bermalam,” ungkap Iska.


Herman yang disebut Iska tadi, salah satu pengurus gereja GKI Kebon Jati. Suherman bercerita, ini kali pertama gerejanya dipakai untuk kegiatan sahur.

"Ini suatu hal yang menunjukkan betapa indahnya kebersamaan dan toleransi yang sedang kami bangun,” ucapnya. 

Pria ini lantas menyiapkan satu ruang kelas sekolah minggu untuk panitia yang berasal dari belasan organisasi dan agama, beristirahat.


Sementara Iska dan kawan-kawannya siap beristirahat.

red

“Di sini aku enggak sendirian. Ada teman-temanku yang lain. Ada Yunita dia Katolik, lagi berbaring katanya lelah. Terus ada mas Yudi juga. Di seberang sana ada kak Riki dari Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Mereka lagi bersantai di ruangan ini,” sambung Iska. 

Empat jam beristirahat, kini saatnya bersiap-siap. Panitia berjalan kaki ke lokasi sahur. Sebagian membawa kotak-kotak makanan.

“Acara mulai pukul 02.00 WIB di pondok pesantren. Ini mungkin pertama kali kami mengadakan sahur di sini. Jaraknya, kalau kita jalan dari sini sekitar sepuluh menit ya,” ucapnya lagi.

Silaturahmi dan sahur digelar di aula Pesantren At-Taubah. Puluhan santri dan warga duduk di depan. Sementara kelompok lintas iman di belakang. Iska mengatakan, peserta yang ikut sekira 100 orang.


“Acara ini kedatangan banyak peserta. Ada teman-teman dari Keuskupan Bandung. Saya baru tahu Uskup Bandung Mgr Anton ternyata menyempatkan datang," jelas Iska di sela-sela sahur.

"Juga ada teman-teman GKI Bonti, GKP Bandung, teman Baha’i, teman-teman Pemuda Kristen Indonesia, yang sudah bantu kita dari buka puasa sampai sekarang,” tutur Iska.

red

Ketika sahur tiba, panitia dari yang beragama Kristen membagikan makanan, sementara yang muslim menyantap hidangan sahur.

Bagi panitia yang beragama Baha’i, Untung Widodo, mengatakan ini adalah pengalaman sahur pertamanya.

 

Ngantuk ternyata. Perjuangannya berat euy mau sahur. Mungkin kalau sendiri lebih enak tidur. Melihat teman-teman yang akan sahur itu sudah kebahagiaan buat saya,” imbuhnya.


Sementara suster Irena Handayani merasa diterima di rumah sendiri.


“Ketika saya masuk, saya melihat mereka sedang bernyanyi dan qasidah. Itu sangat menarik, sangat menggugah dan menentramkan hati. Saya lihat anak-anaknya juga kreatif dan mengungkapkan dengan gembira menerima kami. Saya senang kalau semua orang bisa hidup rukun berdamai,” sambung Irena.

red


Sambil melihat santri santap sahur, Suherman berharap acara ini terus berlanjut.


“Harus dipelihara setiap tahun supaya silaturahmi juga hubungan lintas-agama tetap terjaga. Ini sesuatu yang luar biasa. Apalagi di Bandung dan Jawa Barat yang nilai kasus intoleransinya tinggi,” timpal Suherman.


Subuh datang dan panitia pamit pulang. Iska berharap acara serupa digelar tahun depan.


“Acaranya sudah selesai. Aku ingin tahun depan itu lebih banyak yang terlibat. Kita mendengar kekerasan dalam beragama yang merusak silaturahmi yang sudah terjalin selama ini. Dengan acara-acara seperti ini bagus sekali untuk merajut benang-benang yang terkoyak-koyak,” tutup Iska.


Saat mereka berjalan menyusuri gang, mereka tahu Ramadhan ini adalah bulan kebersamaan.


Editor: Quinawaty Pasaribu 

  • toleransi beragama
  • GKI Bonti Bandung
  • Pondok Pesantren At-Taubah
  • Iska Dinarristy
  • Toleransi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!