CERITA

Ketika Mandra "Si Doel" Tersandung Korupsi

"Meski telah membuka rekening baru, pembayaran tetap dilakukan secara tunai. Mandra yang masih percaya, mau saja menerima tiga kali pembayaran tanpa bukti kuitansi satu pun."

Ninik Yuniati

Seniman Betawi Mandra
Seniman Betawi, Mandra bin Naih. ANTARA FOTO

KBR, Jakarta - 10 Februari silam, menjadi hari kelam bagi komedian Betawi Mandra bin Naih. Aktor yang melambung berkat sinetron Si Doel Anak Sekolahan ini ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan Kejaksaan Agung. Tuduhannya tak main-main, Mandra diduga terlibat korupsi program siar TVRI tahun 2012 senilai 47,8 miliar rupiah.

 

Selain dia, Kejakgung menetapkan tiga tersangka lain, bekas Direktur Progam dan Bidang TVRI Irwan Hendarmin, PNS TVRI selaku pejabat pembuat komitmen Yulkasmir dan Dirut PT Media Arts Image, Iwan Chermawan.

 

Pengacara Mandra, Sonie Soedarsono meyakini kliennya tak bersalah. Ia pun menceritakan perkenalan Mandra dengan ketiga tersangka. “Haji Mandra itu berkenalan dengan seseorang yang berinisial I itu menjadi broker, yang sekarang juga sudah ditahan, karena tersangka juga di Kejaksaan Agung, dari direktur program TVRI pada tahun 2012, akibat perkenalan itu lah, terjadi trust, kepercayaan kepada broker tersebut, kesepakatan terjadi untuk dijualkan film-film bekas tayang itu, ada tiga judul, Zorro, Gue Sayang, Jenggo Betawi,” ungkapnya.

 

Ketika awal perkenalan itu, perusahaan Mandra, PT Viandra tengah lesu. Iwan menjanjikan mampu menjual film-film lama Mandra dan mengurus seluruh proses kontrak dengan TVRI. Saat itu juga, Iwan memaksa Mandra membuka rekening baru sebagai syarat.

 

Ketika itu pula, Mandra menandatangani aplikasi pembukaan rekening. “Karena ditanya ini untuk apa? Ini syarat untuk pembayaran dari penjualan film-film itu ke TVRI. Cuma pada waktu itu, Mandra sudah mengingatkan, ini seluruh dokumen perusahaan mati ya, jadi pada saat itu belum diperpanjang. Sebenarnya enggak bisa buka rekening, kok ternyata bisa,” ucap Sonie kepada KBR.

 

Meski telah membuka rekening baru, pembayaran tetap dilakukan secara tunai. Mandra yang masih percaya, mau saja menerima tiga kali pembayaran tanpa bukti kuitansi satu pun. “Haji Mandra tidak mengerti lagi apa yang terjadi, karena dibayar juga dengan cara-cara mekanisme tunai. Dibayar tunai tiga tahap, ada yang 900 juta, 400 juta, ada yang 385 juta. Jadi dipikirlah Haji Mandra, kok udah buka rekening tapi kok masih perlu lagi pembayaran melalui mekanisme tunai. Haji Mandra waktu itu bilang kok coboy banget gitu.”

 


Pemalsuan Dokumen


Selama kontrak dengan TVRI, Mandra mengaku hanya menerima 1,5 miliar rupiah dari penjualan film. Tapi ia tak sadar, ada aliran dana miliaran rupiah keluar masuk ke rekening barunya. Mandra tidak bisa memantau lantaran buku rekening ada di tangan Iwan. “Yang udah masuk ke rekening PT Viandra itu berdasarkan print out rekening yang kita ambil, itu 12 sekian miliar. Tanggal 12 desember 2012, masuk 12 sekian miliar, besoknya langsung pergi lagi, uang itu langsung transfer lagi melalui RTGS, pindah ke rekening BCA, dari bank swasta tadi ke BCA ke rekening seseorang. PT Viandra khususnya Haji Mandra, tidak pernah menerima uang yang aliran dana dari TVRI,” tambahnya.

 

Mandra baru terhenyak ketika ditetapkan tersangka. Iwan ternyata banyak melakukan pemalsuan dokumen. “Cuma broker ini menduplikasi semua, menyiapkan semua, dokumen-dokumen, seolah-olah ada proses tender segala macam, ada perjanjian dan kesepakatan, dengan TVRI. Padahal, Haji Mandra itu tidak pernah bertemu dengan orang TVRI, sementara tandatangannya berdampingan dengan pejabat pembuat komitmen TVRI.”

 

Sementara pihak TVRI lepas tangan dalam kasus ini. Juru bicara TVRI, Wiwin Sri Soendari mengatakan, program siar tersebut urusan direksi lama. “Itu kan peninggalan pemimpin yang sebetulnya enggak di sini lagi, tahun 2012, sementara yang ada sekarang ini, pejabat yang tahun 2012 ke sini itu baru semua. Dan semua direksi juga baru 2014 kemarin dilantik termasuk dirut, termasuk saya juga baru, jadi kita enggak tahu kronologisnya bagaimana gitu. Kalau mungkin masalah itu lebih pas di kejaksaan. Cuma kalau kronologisnya bagaimana, proses awal bagaimana itu kita enggak paham,” tuturnya.


Sedangkan Kejaksaan Agung terang menyatakan, bekas Direktur Progam dan Bidang TVRI Irwan Hendarmin sebagai otak dari kasus tersebut. Juru Bicara Kejagung, Tony Spontana mengatakan, “di dalam penyidikan yang sejauh ini berlangsung, kan sudah ditemukan, alat bukti yang cukup, bahwa di dalam proses pengadaannya, ditemukan lebih dari satu perbuatan melawan hukum. Di antaranya ada indikasi bahwa pemenangnya sudah ditentukan. Kemudian prosesnya tidak dilakukan sesuai PP tentang pengadaan barang dan jasa. Bahkan saksi-saksi ada yang mengatakan bahwa itu semua sudah disetting, sudah disiapkan oleh direkturnya,” ungkapnya.

 

Kejaksaan juga menyatakan, pemalsuan tandatangan Mandra tidak bisa menghentikan penyidikan. “Apakah yang dilaporkan ybs ke bareskrim itu akan tersangkut paut dengan proses penyidikan ini, saya kira kita harus berbicara dua hal yang berbeda. Karena fokus penyidikan yang dilakukan oleh satgasus kejagung ini adalah penyidikan kasus tindak pidana korupsinya, yang perbuatan melawan hukumnya bukan sekedar timbulnya kerugian negara, tetapi ada pelanggaran-pelanggaran hukum kemudian ada orang yang diperkaya, atau orang yang memperkaya orang lain,” lanjut Tony Spontana.


Kendati begitu, kubu Mandra tak patah arang. Pengacara Mandra tetap yakin kliennya lolos dari bui. “Itu kan menurut penyidik di Kejaksaan Agung, nanti kan biar pengadilan aja yang menguji. Kita dari sisi kuasa hukum optimis, paling tidak menolong posisi Mandra supaya minta dibebaskan nanti dari tuntutan hukum, karena memang beliau dijebak, korban dari permufakatan jahat para orang yang melakukan itu," tutup Sonie Soedarsono.

 



Editor: Quinawaty Pasaribu 

  • mandra
  • TVRI
  • zorro
  • jenggo betawi
  • KBR
  • korupsi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!