EDITORIAL

Mendengar Papua

Mendengar Papua

Desember 2014. Tiga tahun lalu, dua bulan setelah dilantik sebagai Presiden, Joko Widodo berjanji Papua akan menjadi tanah yang damai. Saat memberikan sambutan di acara Natal Bersama Nasional di Jayapura, Jokowi mengaku ingin mendengar lebih banyak suara rakyat Papua.

Sampai sekarang, janji itu belum juga terwujud. Sudah berapa kali Jokowi kunjungi Papua, permasalahan HAM di sana tidak kunjung selesai. Tahun lalu Pemerintah berjanji menyelesaikan 11 kasus dugaan pelanggaran HAM di Papua. Setahun kemudian, susut menjadi tiga saja yang diprioritaskan untuk dituntaskan; kasus Wasior, Wamena, Paniai.

Yang lama saja tak kunjung tuntas, peristiwa kekerasan baru terus bermunculan. Sepanjang 2017, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan, Kontras, mencatat 61 peristiwa kekerasan terjadi di Papua - mulai dari penganiayaan hingga penembakan.

Pemerintah justru 'menjawab' dengan pembangunan fisik - bandara perintis, pelabuhan, jalan paralel perbatasan hingga jalan lintas perbatasan. Jokowi ingin Papua lebih sejahtera lewat pembangunan infrastruktur. Itukah buah dari ‘mendengar lebih banyak suara rakyat Papua’ yang dimaksud Jokowi? 

Kemarin lebih 27 ribu orang bicara soal Papua. Tak hanya warga asli Papua, tapi juga orang warga luar Papua. Mereka terlibat dalam survei yang dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Change.org untuk mengetahui sejauh mana pemahaman publik atas isu-isu di tanah Papua. Hasilnya, 53 persen menyebut isu terkait HAM di Papua penting untuk diketahui orang di luar Papua. Juga, keinginan warga Papua untuk hidup damai. Lihat Pak, yang diminta bukan jalanan. Ada hak lebih mendasar yang perlu dipenuhi di Papua: hak atas hidup damai. Bagaimana mungkin damai bisa terwujud jika pemerintah terus abai pada jejak- jejak kekerasan di Tanah Papua? 

  • papua

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!