EDITORIAL

Gedung Baru

Gedung DPR. (Antara)

Untuk urusan gedung baru, para wakil rakyat di Senayan getol betul agar pembangunan segera dilaksanakan. Gagal di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kini di pemerintahan baru Presiden Joko Widodo upaya mewujudkannnya kembali muncul. Ketua Dewan Perwakilan rakyat (DPR) Setyo Novanto mengklaim telah mendapat restu Presiden Jokowi. Bahkan kata Setya, presiden yang akan meletakkan batu pertama ketika pembangunan gedung baru mulai dilaksanakan.

Rencananya biaya untuk pembangunan gedung baru itu, dibutuhkan dana mencapai hampir Rp 3 triliun. Wakil Ketua DPR, Fadli Zon geram karena banyak yang mempersoalkan besarnya biaya yang dibutuhkan. Dia meminta pembangunan gedung tak perlu dibesar-besarkan. Sembari itu dia membandingkan biaya belanja pemerintah yang mencapai dua kuadriliun alias dua ribu triliun rupiah.

Fadli lupa, pemerintah butuh biaya besar, selain lantaran pegawainya banyak juga biaya itu untuk pembangunan dan jalannya pemerintahan. Membandingkan dengan jumlah anggota DPR yang hanya 560 orang membutuhkan gedung dengan biaya hampir Rp 3 triliun tentu malah jadi tak imbang. Bandingkan dengan pemerintah yang mesti membayar sekira 5 juta pegawai dan berbagai pengeluaran pembangunan.

Pun lebih dari itu, kini di berbagai belahan dunia tengah terancam krisis. Meski Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro yakin Indonesia jauh dari krisis, tak epatutnya jor-joran membuang uang untuk sekadar membangun gedung baru. Apalagi DPR kali ini belum membuktikan berkinerja baik. Dalam urusan legislasi saja masih kerap molor.

Mumpung belum telanjur, sepatutnya DPR membatalkan rencana itu. Pemerintah juga jangan begitu saja meluluskan niatan DPR. Lebih baik anggaran yang besarnya konon setara dengan Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) sebanyak 22 juta penduduk miskin segera dialihkan untuk hal lain. 

  • gedung baru DPR

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!