EDITORIAL

Gagal Melindungi

Jemaah Ahmadiyah di Lombok Timur. (JAI)

Bulan Ramadan adalah bulan suci bagi umat Islam. Bulan untuk menebalkan iman dan memperbanyak perbuatan baik.

Tapi di Kecamatan Sambelia, Lombok Timur, warga Ahmadiyah mesti beribadah dalam ketakutan. Ketika tarawih di rumah, kegiatan mereka dipertanyakan. Kalimat syahadat mereka ikut dipertanyakan. Sampai akhirnya sejumlah warga Ahmadiyah digiring ke kantor polisi.

Camat Sambelia, Bukhori mengklaim, ribuan warga menganggap keberadaan jemaah Ahmadiyah meresahkan. Penolakan ini, kata dia, sudah berlangsung lama. Warga, kata dia, siap membunuh dan menyerang Ahmadiyah. Bukannya mengatasi warga yang mengancam keselamatan Ahmadiyah, langkah yang diambil justru mengamankan Ahmadiyah di kantor polisi. Dan ujungnya membuat mereka menandatangani surat keluar dari keyakinan mereka. "Itu kalau mau selamat kembali ke rumah," kata aparat.

Ketidaktegasan aparat ini justru yang lebih meresahkan. Mereka seharusnya berdiri di atas semua golongan -- tak peduli pada banyak sedikitnya jumlah kelompok tersebut. Yang jadi dasar berpijak mestinya keadilan bagi seluruh warga negara. Ahmadiyah dianggap berbeda oleh warga lainnya. Tapi itu tak membuat mereka boleh diperlakukan secara berbeda.

Hal serupa sudah terjadi sebelumnya kepada warga Ahmadiyah yang tinggal di Wisma Transito, Kota Mataram, NTB. Sudah 10 tahun lebih mereka tinggal di pengungsian. Kehilangan rumah dan kampung mereka, terpaksa tinggal berhimpitan dalam bilik. Boro-boro memikirkan masa depan, urusan-urusan dasar dari pendidikan sampai kesehatan pun belum bisa mereka nikmati.

Harusnya apa yang dialami Ahmadiyah di Wisma Transito jadi pelajaran penting bagi pemerintah yang gagal melindungi warga. Gagal memastikan warga mendapatkan hak mereka. Gagal memberi jaminan hukum bagi mereka yang dianggap minoritas. Tapi bukannya belajar, kesalahan malah diulang kembali.  

  • ahmadiyah
  • lombok timur

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!