OPINI

Gawean Baru Deputi Penindakan KPK

Ilustrasi: KPK - Polri

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) punya Deputi Penindakan yang baru. Namanya, Brigadir Jenderal Firli, dulu menjabat Kapolda Nusa Tenggara Barat. 

Sebelum Firli terpilih, KPK punya 10 nama calon. Tujuh dari Kejaksaan Agung, tiga dari Kepolisian. Sejak itu, KPK membuka diri untuk berbagai masukan, dari masyarakat maupun pegiat antikorupsi. Tapi berdasarkan hasil pencarian rekam jejak para calon oleh Institute for Security and Strategic Studies (ISeSS), tiga calon dari Polri tak ada yang menonjol prestasinya. Firli justru diduga diajukan karena memiliki kedekatan dengan Kapolri Tito Karnavian lantaran berasal dari Palembang. 

Melihat calon yang ada biasa-biasa saja, KPK diwanti agar transparan dalam proses pemilihan. Kalau perlu membuka ruang kepada publik untuk mengawasi prosesnya. Ini karena posisi Deputi Penindakan samgat strategia: ada persis di bawah pimpinan dan bertanggung jawab pada empat direktorat; Penyelidikan, Penyidikan, Penuntutan, serta Unit Kerja dan Koordinasi Supervisi. Karenanya integritas dan independensi calon terpilih jadi kunci penting. 

Kita tahu bersama pejabat KPK dari Polri kerap terlibat masalah di internal lembaga itu, terutama konflik kepentingan sebagai anggota Polri. Sebut saja nama Aris Budiman yang menjabat Direktur Penindakan. Di tangan dia, kasus-kasus korupsi yang bersangkutan dengan anggota Polri tak jalan. Itu mengapa, sejumlah kalangan berharap kursi Deputi Penindakan diambil dari internal KPK. Toh, integritas dan independensinya sudah pasti terjaga. 

Kini pimpinan KPK telah memilih Firli. Ia mesti meyakinkan publik bakal bersikap independen pada bos baru yakni KPK, bukan Polri. Kalau sudah begitu, sepatutnya kasus-kasus yang diduga menjerat anggota maupun petinggi Polri dituntaskan. Selamat bekerja!

  • Deputi Penindakan KPK
  • Brigadir Jenderal Firli
  • ISeSS
  • Aris Budiman

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!