EDITORIAL

Pejabat Narkoba

"Pejabat publik harus berani membuktikan mereka betul bersih sehingga pantas mengemban tanggung jawab besar: melayani publik. "

KBR

Ilustrasi. (Antara)
Ilustrasi. (Antara)

Bupati Ogan Ilir Ahmad Wazir Nofiandi ditangkap karena narkoba. Ini memilukan, sekaligus bikin malu. Jebolan Psikologi UII Yogyakarta ini belum lama dilantik setelah menang pilkada serentak 2015. Dan Nofi menambah panjang daftar pejabat yang tersangkut narkoba.  

Nofi hadir saat masih hangatnya peristiwa penyalahgunaan narkoba oleh anggota DPR RI dari PPP, Ivan Haz. Juga ada kasus serupa di tubuh TNI Polri. Ada juga seorang wakil bupati dari Kabupaten Lawu yang ditangkap di hotel usai pesta sabu dengan enam rekannya.

Pejabat terjerat narkoba bukan cerita baru. Pada 2006 silam, sempat heboh tertangkapnya Kepala Biro Agama Kantor Sekretariat Negara Baharuddin Mamasta karena kepemilikan dua bungkus shabu-shabu. Barang haram ini juga yang akhirnya membuat anggota DPRD Pasuruan Indra Iskandar dipecat dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Belum lagi belasan PNS DKI yang positif narkoba usai pelantikan pejabat.

Indonesia sungguh darurat narkoba.  Narkoba masuk di hampir seluruh lapisan masyarakat. Di lingkungan istana, anggota dewan, TNI, Polri, hingga pejabat dan kepala daerah. Apa yang dipertontonkan kepada publik ini sudah tak bisa ditoleransi akal sehat. Kita dukung langkah Badan Narkotika Nasional agar terus melakukan pemantauan, pemeriksaan mendadak dan acak pada seluruh pejabat publik di seluruh Indonesia.

Ini juga jadi pelajaran bagi publik. Kita mesti lebih jeli sebagai pemilih agar tak kecewa di kemudian hari. Yang jadi penentu tak hanya visi dan misi tapi juga tes urin, darah dan rambut yang sudah bersih dari narkoba. Pejabat publik harus berani membuktikan mereka betul bersih sehingga pantas mengemban tanggung jawab besar: melayani publik. 

  • narkoba

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!