EDITORIAL

Membunuh Calon Perseorangan

"DPR seperti kuatir kader-kader partai politiknya yang maju dalam pilkada tak mampu menyaingi calon perseorangan. "

Membunuh Calon Perseorangan

Upaya Basuki Thahaja Purnama alias Ahok sepertinya tak akan berlangsung mulus untuk maju dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) Jakarta tahun depan. Calon petahana yang berencana maju melalui jalur perorangan itu terancam niatan DPR memperberat syarat pendaftaran bagi calon independen. Teman Ahok yang tengah mengumpulkan fotocopi KTP sepertinya harus siap-siap menaikan jumlah - tak lagi 1 juta seperti rencana sebelumnya.

Ini lantaran para wakil rakyat berencana menaikkan syarat dukungan menjadi 15 hingga 20 persen dari daftar pemilih tetap (DPT). Di pemilihan lalu, DPT Jakarta sejumlah 7 juta jiwa. Bila kelak revisi UU Pilkada memuat aturan itu, setidaknya Teman Ahok mesti mengumpulkan lebih 1,5 juta KTP untuk mendaftar pilkada.

Keinginan DPR ini ironis dengan semangat memperbanyak calon berkualitas untuk menjadi kepala daerah. Padahal Mahkamah Konstitusi sejak September lalu memperingan syarat pencalonan. Bila sebelumnya syarat pencalonan persentasenya diambil dari jumlah penduduk, setelah putusan uji materi itu menggunakan jumlah DPT.

Alih-alih memperkuat itu, DPR memilih sebaliknya. Para anggota DPR itu seperti kuatir kader-kader partai politiknya yang maju dalam pilkada tak mampu menyaingi calon perseorangan. Niatan DPR itu justru seperti ingin membunuh calon-calon kepala daerah yang ingin berlaga melalui jalur independen.

Kehadiran calon dari perseorangan mestinya dilihat sebagai menambah alternatif bagi publik dan untuk meningkatkan partisipasi pemilih. Di sisi lain, mesti juga mendorong partai untuk menghadirkan kader yang berkualitas dan berkompeten sebagai calon. Bersaing secara sehat, untuk mendapat kepala daerah yang terbaik. 


  • Ahok
  • pilkada jakarta
  • daftar pemilih tetap

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!