OPINI

Mengepung KPK

Putusan MK soal Hak Angket Pansus KPK

Entah bersekongkol atau tidak, DPR dan Mahkamah Konstitusi seperti sedang bersama-sama mengeroyok dan mengebiri Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kamis kemarin, DPR menyetujui revisi Undang-undang MPR, DPR, DPRD dan DPD atau UU MD3 bahwa pemeriksaan terhadap anggota DPR harus mendapat persetujuan Presiden dan pertimbangan Mahkamah Kehormatan DPR.

Pasal ini memperlihatkan secara jelas DPR berupaya menghambat kerja KPK memeriksa anggota DPR yang diduga korupsi. Para politisi di DPR mengingkari keputusan MK tahun 2015 yang menyatakan pemeriksaan anggota DPR tidak memerlukan pertimbangan MKD.

Selang beberapa jam pada hari yang sama, Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak uji materi Undang-undang MD3 tentang legalitas Pansus Angket DPR terhadap KPK. Mahkamah Konstitusi menganggap KPK merupakan bagian dari eksekutif sehingga Pansus Angket terhadap KPK sah.

Sikap DPR serta keputusan MK itu membingungkan, dan membolak-balik akal sehat. DPR berkali-kali melanggar keputusan MK. Sementara, MK melanggar keputusannya sendiri. Sebelumnya, MK bahkan empat kali memutuskan bahwa KPK bukan lembaga eksekutif. Namun, kemarin MK menjilat ludah sendiri.

Di internal MK sendiri pun, para hakim konstitusi berbeda pendapat mengenai status KPK. Dari sembilan hakim konstitusi, empat hakim mengeluarkan pernyataan berbeda. Empat hakim tidak setuju dengan hak angket KPK. Sedangkan, Ketua MK Arief Hidayat yang dua kali melanggar kode etik termasuk hakim pendukung angket KPK.

Masyarakat awam sekalipun akan gampang mengambil kesimpulan bahwa mayoritas hakim konstitusi memiliki kepentingan yang sama dengan para politisi di DPR.

Tidak ada yang bisa dilakukan publik, kecuali terus memberikan dukungan penuh kepada KPK dan bersama-sama melawan para koruptor dan para pembela koruptor.

  • revisi UU MD3
  • Pansus Angket KPK
  • putusan MK
  • pelemahan KPK

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!