EDITORIAL

Tanda Bahaya untuk KPK

Tanda Bahaya untuk KPK

Belasan orang kembali mendatangi gedung DPR kemarin siang. Rintik hujan tak menyurutkan langkah mereka membunyikan tanda bahaya melalui aksi pukul kentungan. Mereka kembali mendesak DPR berhenti mencari celah melemahkan KPK dengan revisi UU KPK.

Hari ini sedianya nasib revisi Undang-undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi bakal diputus dalam Rapat  Paripurna DPR. Sebelumnya 9 Fraksi di DPR telah menandatangani persetujuan revisi dilakukan kecuali Partai Gerinda. Belakangan Partai Demokrat dan PKS - meski belum terang-terangan- juga mulai menunjukkan sikap emoh mendukung revisi UU KPK.

Kita mengapresiasi langkah sejumlah partai yang mulai mundur dari rencana yang bakal melemahkan lembaga anti rasuah itu. Apalagi kita tahu mayoritas masyarakat Indonesia tidak setuju DPR merevisi UU KPK.  Setidaknya itu terungkap dari hasil survei Indikator Politik Indonesia dan Lembaga Survey Indonesia. Survei terhadap lebih dari 1.500 responden di seluruh Indonesia Januari lalu itu memperlihatkan hampir 80 persen responden sangat percaya kepada KPK. Kata mereka, revisi UU KPK melemahkan kinerja lembaga itu.

KPK pun tak butuh UU itu direvisi. Dalam konteks penegakan hukum, yang diperlukan bukanlah revisi UU KPK. Banyak UU yang diperlukan dan mendesak justru belum diselesaikan DPR. Jika dalih yang dipakai DPR adalah ingin memperkuat KPK maka mestinya DPR segera menuntaskan pembahasan atas RUU perampasan aset.

Yang juga dibutuhkan KPK saat ini adalah pembentukan deputi koordinasi dan supervisi. Badan ini diperlukan untuk menjembatani koordinasi antara lembaga penegak hukum seperi KPK, Polri dan Kejaksaan. Penguatan juga mestinya diberikan kepada KPK dengan perluasan wewenang demi menyasar korupsi bisnis saham dan sektor swasta.

Lantas revisi UU KPK ini untuk siapa? Melihat aksi ngotot DPR merevisi UU KPK, sudah tepatlah sindiran yang dilayangkan Wakil Ketua KPK Laode Syarief: “ibarat yang gatal yang mana, yang digaruk yang mana”.  Tidak sesuai kebutuhan.

Pukulan kentungan tanda bahaya sudah mesti kita arahkan kepada Presiden Joko Widodo. Segeralah ambil sikap dan selamatkan KPK. 

  • revisi UU KPK

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!