OPINI

Perang

FPI demo depan Mabes Polri

Peribahasa Latin itu berbunyi  “si vis pacem, para bellum”. Jika mau damai maka bersiaplah berperang. Hari-hari ini kita makin kerap melihat itu di sekitar kata. Di dunia maya dan dunia nyata orang terus berseteru untuk sesuatu yang tak jelas.

Masing-masing mengklaim paling benar. Kebenaran itu disebarluaskan melalui kampanye di media sosial dengan gambar-gambar dramatis, dengan kata-kata yang memancing emosi untuk meraup dukungan. Tanpa memeriksa kebenaran, kampanye itu diteruskan oleh orang-orang naif dan memperkuat dengan kata-kata ajakan lantaran kelompoknya tengah terancam diperangi kelompok lain.

Ratusan orang dari berbagai organisasi kemarin berunjukrasa di depan Kantor Gubernur di gedung sate Jawa Barat. Aksi yang dimotori organisasi kemasyarakatan Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) itu meminta FPI dibubarkan. Aksi ini seperti membalas aksi FPI di Mabes Polri pada beberapa hari sebelumnya yang mendesakkan permintaan hal serupa.

Massa, segerombolan orang yang amat mudah diprovokasi. Gesekan pertama terjadi saat petinggi FPI Rizieq Shihab diperiksa atas kasus penghinaan Pancasila. Gesekan itu direproduksi   menyebar ke daerah lain. Provokasi kebencian terus digalakkan.

Mereka yang terpancing lupa untuk mawas diri. Ketika benturan horisontal itu meluas mereka hanya akan jadi korban. Tak akan ada untungnya buat mereka, hingga muncul sosok atau kelompok yang memetik buah kebencian itu dan jadi pahlawan. 

Mumpung api belum menyebar, benturan belum meluas, korban belum berjatuhan, sepatutnya ada upaya mencegahnya. Peran itu mesti dilakukan dengan sungguh-sungguh oleh aparat hukum. Memastikan penindakan terhadap siapapun yang menyebarluaskan fitnah dan kebencian, memprovokasi penyerangan terhadap kelompok lain. Tindakan tanpa pandang bulu mesti segera dilakukan, sebelum perang itu terjadi. 

  • Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI)
  • FPI
  • rizieq shihab
  • penghinaan pancasila

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!