OPINI

Generasi Kerdil

Ilustrasi stunting

Selain korupsi, ada hal lain yang diam-diam menggerogoti dan mengakibatkan kerugian besar pada negara ini; Stunting alias kerdil.

Sama seperti korupsi. Ini bukan soal baru. Sejak 2013, gerakan perbaikan gizi nasional telah dicanangkan untuk menangani masalah anak gagal tumbuh lantaran kurang gizi kronis ini. Namun sepertinya gerakan ini tak cukup bergaung bunyi dan dampaknya. Jumlah anak stunting terus naik. Jika pada 2014 angkanya 28,9 persen, kini diperkirakan sebanyak 37 persen balita mengalami stunting. Jumlah ini nyaris dua kali lipat batas toleransi maksimal yang diberikan Badan Kesehatan Dunia (WHO) yakni 20% atau seperlima dari jumlah keseluruhan balita.

Dengan sekitar 9 juta anak yang kini mengalami stunting, peringkat Indonesia naik satu tingkat ke posisi empat dengan angka stunting tertinggi di dunia. Menyedihkan.

Problem anak gagal tumbuh alias kerdil ini tak lagi bisa dilihat sebelah mata. Sebab yang kerdil bukan hanya ukuran fisik mereka, melainkan otak yang turut gagal berkembang, ikut kerdil.  Kemampuan intelektualitas anak stunting lebih rendah hingga 10 persen dibanding rata-rata anak sehat pada umumnya.

Tanpa terobosan, kondisi yang diakibatkan kekurangan gizi kronik ini bisa berdampak luas. Ujung-ujungnya memperberat beban negara.  Bappenas memperkirakan kerugian ekonomi yang ditimbulkan dari kondisi ini bisa mencapai Rp 300 triliun per tahun.

Sudah saatnya masalah ini juga diperlakukan sama pentingnya seperti upaya pemberantasan korupsi. termasuk mengevaluasi sebab angka stunting tak kunjung turun. Strategi memerangi stunting  mesti disusun dengan cermat. Termasuk cermat ketika menerima dan mengelola pinjaman Bank Dunia sebesar 400 juta dollar atau setara lebih 5 triliun rupiah itu untuk mengatasi persoalan. Jangan sampai generasi mendatang yang ingin kita selamatkan itu malah terbebani tumpukan utang negara dan generasi kerdil makin meningkat.

  • stunting
  • jumlah anak stuting meningkat
  • WHO

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!