OPINI

Lemahnya Perlindungan TKI

Ilustrasi: TKI minim perlindungan.

Tenaga Kerja Indonesia (TKI) lagi-lagi didera masalah. Sebanyak 300 buruh migran, kebanyakan dari Nusa Tenggara Barat, dilaporkan disekap dan disiksa di Riyadh, Arab Saudi. Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, menyebut laporan itu diperoleh dari KBRI Riyadh. Dan, kini, kasusnya ditangani KBRI dengan dukungan pemerintah Arab Saudi.

Informasi penyiksaan itu didapat dari delapan TKI yang berhasil dipulangkan Kemenko, Polri, Kementerian Tenaga Kerja, termasuk KBRI Riyadh. Dari pengakuan para TKI itu, ratusan buruh migran disekap di tempat penampungan tak layak dan dipaksa bekerja tanpa gaji.

Persoalan ini sesungguhnya pukulan keras bagi pemerintah. Maret lalu, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud, berkunjung ke sini. Tapi sial, dari belasan kerjasama yang diteken kedua negara, tak satu pun menyentuh persoalan TKI. Padahal, itu yang ditunggu-tunggu. Arab Saudi adalah tujuan utama para buruh migran Indonesia. Pada 2011,  sebelum moratorium, jumlahnya mencapai 1,5 juta orang. Mayoritas bekerja jadi Pembantu Rumah Tangga, PRT 

Jumlah sebanyak itu seiring juga dengan banyaknya kasus kekerasan terhadap PRT kita di sana: penganiayaan, pemerkosaan hingga pembunuhan. LSM Migrant Care mencatat, ada puluhan TKI yang masuk daftar eksekusi mati. Dan tiap kali mereka berhadapan dengan hukum, pemerintah kerap terlambat mendampingi.

Jika melihat permasalahan ini, penerapan moratorium saja, terbukti tak mempan menahan laju TKI ke Arab Saudi. Sebab banyak jalan ke sana, entah jalan resmi atau sebaliknya. Dan, tak ada yang bisa menghentikan mereka demi menghidupi keluarga yang dililit kemiskinan. Pemerintah mesti membuat kesepakatan perlindungan TKI yang lebih baik - tak sebatas moratorium.  

  • migrant care
  • TKI disekap
  • TKI Arab Saudi
  • Moratorium TKI
  • TKI tidak digaji

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!