OPINI

Kendeng Menabuh Lesung

Petani Kendeng menabuh lesung di depan Istana Merdeka.

Nyaring lesung diiringi lantunan sinden khas Jawa memecah hening di seberang Istana, siang kemarin. Sembilan Kartini Kendeng kembali menabuh lesung. Mereka mewakili ribuan petani di Pegunungan Kendeng mulai dari Kabupaten Lamongan, Tuban, Rembang, Blora, Grobogan, Pati dan Kudus. Aksi serupa pernah dilakoni 2016 lalu.

Memukul lesung berarti membunyikan tanda bahaya. Mereka khawatir bakal terjadi kerusakan lingkungan jika pegunungan Kendeng diizinkan ditambang untuk bahan baku semen. Kali ini lesung ditabuh lebih keras. Pada saat yang bersamaan tim Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) yang dibentuk atas perintah Presiden Joko Widodo menyampaikan laporannya.

Selama tujuh bulan tim melakukan kajian untuk mengetahui bisa-tidaknya kawasan gunung kapur itu dieksploitasi dan sejauh mana dampaknya bagi lingkungan. Hasil kajian itu juga yang akan menjawab apakah PT Semen Indonesia masih bisa ngotot mempertahankan lokasi area tambang bahan baku semen di kawasan Cekungan Air Tanah (CAT) Watu Putih.

Sayang jawaban belum akan ada dalam waktu dekat. Masih akan ada kajian lingkungan tahap dua. Masih belum ada keputusan tentang status CAT Watuputih. Masih perlu studi untuk bisa memutuskan kegiatan operasional tambang semen layak atau tidak dilakukan di karst Rembang.

Bola kini di tangan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Kementerian ini akan menentukan apakah karst Rembang masuk wilayah Kawasan Bentang Alam Karst (KBAK). Jika iya, segala aktivitas penambangan harus dihentikan.

Para petani tentu tak berharap hasil sebaliknya. Dan karena itu di hari-hari mendatang jerit lesung masih akan terdengar di depan Istana. Desakannya sama; singkirkan pabrik dan pertambangan semen di Kendeng.

 

  • KLHS Pegunungan Kendeng
  • PT Semen Indonesia
  • CAT Watuputih Kendeng
  • lesung

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!