BERITA

MRP Desak Pemda Data Orang Asli Papua

MRP Desak Pemda Data Orang Asli Papua

KBR, Jakarta- Majelis Rakyat Papua (MRP) mendesak kepala daerah segera melakukan pendataan orang asli Papua di wilayah pemerintahannya masing-masing.

Ketua MRP, Timotius Murib mengatakan hingga kini pihaknya dan Pemerintah daerah belum memiliki data pasti jumlah penduduk asli.


"Nanti ada waktu kita undang para bupati, kita khusus sampaikan (pentingnya pendataan)," kata Timotius Murib, Jumat (13/12/2019).


Ketua MRP, Timotius Murib menjelaskan, selama ini pemerintah mengacu pada data kependudukan umum, berbasis KTP elektronik.


Menurutnya data ini tak dapat dijadikan acuan. Mayoritas warga yang telah melakukan perekaman KTP elektronik berada di perkotaan dan daerah yang mudah dijangkau.


Sementara, sekitar 75 persen orang asli Papua berdomisili di wilayah pegunungan yang sulit dijangkau dan jarang melakukan perekaman data KTP.

"Yang harus dilakukan bupati sekarang adalah menyelamatkan orang asli Papua. Dimulai dari pendataan, untuk mengetahui pasti jumlah orang asli Papua agar menjadi acuan mereka (pemerintah) dalam setiap mengambil kebijakan," ujarnya.


Sekretaris Daerah atau Sekda Provinsi Papua  Hery Dosinaen mengklaim, hingga kini pendataan penduduk berbasis elektronik masih terus dilakukan di provinsi paling Timur Indonesia itu.  


"Kita sedang mendata. Data elektronik ini belum 100 persen. Dinas Sosial dan Catatan Sipil sedang mendata semua kabupaten/kota," kata Hery Dosinaen, Rabu (4/12/2019).


Perekaman data di wilayah Papua hanya sekitar 43 persen. Sementara wilayah dengan perekaman data paling rendah berada di kabupaten Nduga.


Data kependudukan yang valid tidak hanya untuk mengetahui jumlah penduduk, namun dari data itu dapat diketahui jumlah penduduk berusia produktif. 


Editor: Ardhi Rosyadi

  • Rekam e-KTP
  • KTP Elektronik
  • Papua

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!