HEADLINE

Gempa Lombok, Ini Alasan Pemerintah Tak Tetapkan Status Bencana Nasional

Gempa Lombok, Ini Alasan Pemerintah Tak Tetapkan Status Bencana Nasional

KBR, Jakarta - Pihak Istana mengklaim penerbitan Instruksi Presiden soal penanganan dampak gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat sudah cukup efektif. Sekalipun, tanpa penetapan status Gempa Lombok menjadi bencana nasional.

Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung beralasan, status bencana nasional dikhawatirkan bakal menyebabkan pihak luar negeri berbondong memberikan bantuan. Padahal menurut Pram, pemerintah Indonesia masih sanggup melakukan pemulihan mandiri. Ia meyakinkan, Inpres penanganan itu setara dengan perlakuan saat kejadian ditetapkan sebagai bencana nasional.

"Itu penanganannya sepenuhnya seperti bencana nasional, sepenuhnya. Dan untuk itu kenapa tidak jadi bencana nasional? Kalau bencana nasional, maka orang asing itu bisa masuk seenaknya, dan kita masih mampu menangani sendiri," jelas Pramono di Kompleks Istana Kepresidenan, Kamis (23/8/2018).

"Bangsa ini masih mampu untuk menyelesaikan persoalan gempa Lombok itu sendiri," tambahnya.

Pramono mengklaim, pemerintah telah bekerja keras memulihkan Lombok pasca-gempa. Ia berkata, Presiden Joko Widodo bahkan telah dua kali berkunjung ke Lombok untuk memantau penanganan. Wakil Presiden Jusuf Kalla pun melakukan langkah serupa, pekan lalu.

red

Warga korban gempa membangun rumahnya kembali pascagempa di Dusun Dasan Tengak, Desa Teniga, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara, NTB, Selasa (21/8). (Foto: ANTARA/ A Subaidi)

Pramono lantas berujar, Panglima TNI Hadi Tjahjanto dan Kapolri Tito Karnavian akan kembali ke Lombok, Kamis (23/8/2018) malam. Keduanya akan memimpin langsung koordinasi penanganan gempa di lapangan. 

Adapun Inpres yang telah diteken Jokowi tersebut, kata Pramono, pada intinya memerintahkan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono sebagai koordinator rehabilitasi dan pemulihan fasilitas umum yang terdampak gempa. Tugas Menteri Basuki itu dibantu TNI, Polri, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, serta kepala daerah NTB. 

Hingga kini pemerintah telah mencairkan dana taktis penanganan dan pemulihan wilayah Lombok senilai Rp38 miliar sebagai dana tanggap darurat. Sebagian besar dari dana itu untuk keperluan makanan, minuman, dan obat-obatan. Dana tersebut diambil dari dana siap pakai Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang tahun ini dianggarkan Rp700 miliar.

Angka tersebut bisa bertambah jika dibutuhkan karena masih ada dana cadangan Rp4 triliun di Kementerian Keuangan. Pramono berkata, dana tersebut termasuk untuk mengganti kerusakan rumah akibat gempa, dengan nilai bervariasi mulai Rp10 juta, Rp25 juta, dan Rp50 juta. Selain itu, pemerintah juga memiliki dana cadangan sebesar Rp4 triliun. Di samping itu, pelbagai bantuan dan bentuk keringanan juga dilakukan oleh sejumlah instansi untuk merespons bencana ini.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/nasional/08-2018/kurang_dana__pemerintah_provinsi_ntb_minta_bantuan_ke_pemerintah_pusat_dan_provinsi_lain/97016.html">Kurang Dana, Pemprov NTB Minta Bantuan ke Pusat dan Daerah Lain</a>&nbsp;<br>
    
    <li><a href="http://kbr.id/terkini/08-2018/para_relawan_bangun_hunian_sementara_untuk_pengungsi_gempa_lombok/97035.html"><b>Para Relawan Bangun Hunian Sementara untuk Pengungsi Gempa Lombok</b></a>&nbsp;<br>
    

Bantuan Mengalir

Bantuan untuk korban gempa mengalir dari pelbagai institusi. Salah satunya, Kapolda Sulawesi Selatan Umar Saptono yang menggelontorkan uang tunai lebih dari Rp1 miliar. Bantuan ini dilakukan atas perintah Kapolri Tito Karnavian, pada saat membentuk Satgas bencana di Lombok bulan lalu.

"Saya sengaja dari Sulawesi Selatan ke NTB, membawa amanat anggota saya dan keluarganya, sebagian juga dari masyarakat untuk menyumbangkan bantuan uang sejumlah satu miliar lima puluh juta Rupiah," tutur Umar kepada wartawan di Bandara Internasional Lombok, Kamis (23/8/2018).

"Berharap bisa meringankan saudara saya disini baik anggota Polri maupun masyarakat yang terdampak ujian gempa bumi," lanjutnya.

Bantuan berupa uang tersebut diserahkan ke sekretaris daerah Lombok, Rosiyadi H Sayuti dan Kapolda NTB Ahcmad Juri. Bantuan ini adalah kali kedua setelah sebelumnya berupa bahan makanan. Namun menurut umar bantuan berupa makanan tidak efektif karena seringkali busuk atau rusak sebelum bisa diberikan.

"Kalau bentuknya uang bisa lebih dimanfaatkan ya, kalau makanan banyak rusak kemarin itu. Kemarin kan sudah pernah bantuan diberikn dari kami dan keluarga juga tapi yang tersalurkan tidak maksimal."

Kapolda NTB Achmad Juri mengklaim, bantuan dari Polda dan masyarakat sudah diberikan ke beberapa daerah selama tiga pekan sejak terjadinya gempa di Lombok. Namun kata dia, masih ada beberapa daerah yang tidak terjangkau lantaran akses sulit. Ini lah yang kini diusahakan oleh kepolisian dan TNI, yakni membuka akses agar bantuan lebih mudah terdistribusi.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/08-2018/jokowi_teken_inpres_penanganan_gempa_lombok/97033.html">Jokowi Teken Inpres Penanganan Bencana Gempa Lombok</a>&nbsp;<br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/nusantara/08-2018/kebakaran_pasca_gempa_lombok__80_persen_warga_pulau_bungin_masih_mengungsi/96986.html">Kebakaran Pascagempa, Ribuan Warga Pulau Bungin Mengungsi</a>&nbsp;</b><br>
    

Kiriman Melalui Kantor Pos

Bencana yang mengguncang Pulau Lombok itu menyedot perhatian dari pelbagai kalangan di seluruh penjuru tahan air. Salah satu sarana pengiriman terbanyak adalah melalui Kantor Pos. Dalam lima hari saja, jumlah bantuan yang dikirim melalui Kantor Pos mencapai 1.200 ton.

Kepala Kantor Pos Mataram, Made Wirata mengatakan PT Pos Indonesia bahkan sempat membuat program pengiriman gratis untuk mempermudah penyaluran. Namun, karena membludaknya bantuan yang dikirim melalui Pos Indonesia, program ini dihentikan hingga pada Agustus lalu.

Padahal sebelumnya, program ini akan dijalankan hingga 31 Agustus mendatang. Namun terpaksa dihentikan, karena dikhawatirkan tidak bisa tersalurkan dengan baik.  Masyarakat yang ada penjuru Tanah Air juga mengirimkan bantuan untuk korban dengan alamat tertentu. Hal ini menyulitkan pihak Pos untuk mendistribusikan bantuan tersebut.

"Program bantuan gempa Lombok dengan biaya kirim gratis itu dibuka untuk tanggal 12–16 Agustus kan, sebelumnya sampai 31 Agustus. Tapi hingga tanggal 16 Agustus itu ada 1.200 ton akhirnya distop," jelas Made Wirata di Mataram, Kamis (23/8/2018).

"Dalam prosesnya itu memang ada problemnya. Problemnya itu kan, dalam pengumumannya itu harusnya dialamatkan ke kantor pos atau posko tertentu. Namun yang terjadi banyak bantuan itu beralamat pribadi," tuturnya lagi.

Keterlambatan pendistribusian bantuan oleh PT Pos Indonesia sebelumnya dikeluhkan para pengirim melalui media sosial. Hal tersebut pun diakui Made Wirata, sehingga langkah yang dilakukan agar bantuan bisa tersalurkan ke alamat yang tertera yaitu dengan menghubungi nomor telepon yang tercantum. Penerima bantuan lantas diminta datang ke Kantor Pos Mataram untuk mengambil kiriman.

Namun langkah itu pun belum efektif, karena hingga kini masih banyak  bantuan yang belum diambil oleh pemilik, kendati petugas pos sudah menghubungi.

Baca juga:

    <li><a href="http://kbr.id/editorial/08-2018/belajar_banyak_dari_bencana/96877.html"><b>Belajar Banyak dari Bencana&nbsp;</b></a></li>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/04-2018/jadi_penyelamat_kehidupan_saat_bencana/95716.html">Jadi Penyelamat Kehidupan Saat Bencana</a> <span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></b></li></ul>
    


    Keringanan dari Ditjen Pajak

    Kemudahan atas bencana ini juga ditawarkan Direktorat Jenderal Pajak. Yakni melalui kebijakan keringanan bagi wajib pajak yang terdampak gempa. Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan menjanjikan akan ada pengecualian pengenaan sanksi perpajakan dan pemberian perpanjangan batas waktu pengajuan keberatan. 

    "Yang dimaksud dengan pengecualian pengenaan sanksi adalah dalam hal keterlambatan pembayaran dan pelaporan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) bulanan," terang Robert dalam konferensi pers RAPBN 2019 di Gedung Bea Cukai Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Kamis (23/8/2018).

    Ia menjelaskan kebijakan ini ditempuh agar jatuh tempo pembayaran dan pelaporan tidak menjadi masalah baru bagi wajib pajak korban bencana Lombok.

    "Kami akan perkenankan mereka terlambat untuk periode yang dinyatakan keadaan tanggap darurat oleh Gubernur NTB. Yaitu dari tanggal 29 Juli sampai 25 Agustus."

    Robert menambahkan untuk keterlambatan pelaporan ini sanksinya secara otomatis dihapus oleh Ditjen Pajak. "Kebijakan ini juga kami terbitkan dalam peraturan Dirjen, sehingga bisa menolong wajib pajak korban bencana. Dan nanti setelah keadaan di sana membaik, pembayaran bisa dilakukan lagi," katanya lagi.

    Baca juga:

      <li><b><a href="http://kbr.id/nasional/08-2018/pemerintah_berkeras_tak_ubah_status_gempa_lombok_jadi_bencana_nasional/96977.html">Pemerintah Berkeras Tak Ubah Status Gempa Lombok Jadi Bencana Nasional</a><br>
      
      <li><b><a href="http://kbr.id/berita/08-2018/kurban_untuk_lombok/97011.html">[TAJUK] Kurban untuk Lombok</a>&nbsp;</b><br>
      



    Editor: Nurika Manan

  • gempa lombok
  • gempa NTB
  • Pramono Anung
  • Status Bencana Nasional
  • bencana nasional

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!