HEADLINE

[WAWANCARA] Novel Baswedan: Perlindungan Terbaik Adalah Mengungkap Pelaku Penyerangan

"Novel Baswedan ingin pimpinan KPK tidak membawa kasus penyerangan penyidik ke wilayah abu-abu."

[WAWANCARA] Novel Baswedan: Perlindungan Terbaik Adalah Mengungkap Pelaku Penyerangan
Aksi Kamisan menuntut evaluasi kinerja polisi dalam mengusut kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan, Kamis (11/1). (Foto: ANTARA/ M Adimaja)

KBR, Jakarta - Gambar berisi ajakan menyambut Novel Baswedan seliweran pada Kamis (26/7/2018). Hari itu, sehari sebelum penyidik KPK tersebut kembali bertugas di lembaga antirasuah. Gambar ajakan dengan latar hitam itu terpasang sebagai foto profil whatsapp beberapa orang di nomor kontak telepon saya. Juga, di beberapa status media sosial.

"16 bulan kasus Novel gelap gulita. Hadir bersama pukul 08.30 WIB. Jumat, 27 Juli 2018 di Lobi Gedung Merah Putih," begitu tulisan pada poster yang dibuat Wadah Pegawai (WP) KPK.

Ada lagi ajakan lain, yakni ikut mengantarkan Novel Baswedan berangkat kerja, hari pertama masuk kantor KPK.

Benar saja, sejak pagi puluhan orang bersiap di rumah Novel di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Timur hendak mengawal ke kantor KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Sementara di pelataran Gedung KPK pun demikian. Panggung dan podium telah siap, berikut massa yang kemudian mengisi acara penyambutan dengan orasi juga pertunjukan musik.

Jumat (27/7/2018), penyidik yang menggawangi sejumlah kasus besar di KPK itu kembali bekerja setelah lebih dari setahun rehat. Sebelumnya ia punya andil membongkar beberapa kasus, sebut saja di antaranya megakorupsi proyek e-KTP, suap yang menjerat bekas Ketua MK Akil Mochtar dan korupsi proyek simulator SIM Korlantas Polri. Kita juga masih ingat lewat video penghadangan saat Novel hendak meringkus bekas Bupati Buol, Amran Batalipu.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/headline/07-2018/novel_baswedan_kembali_bekerja__penuntasan_kasusnya_masih_gelap/96707.html">Penuntasan Kasus Novel Baswedan Masih Gelap</a>&nbsp;<br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/headline/07-2018/novel_baswedan_kembali_bekerja__penuntasan_kasusnya_masih_gelap/96707.html">Sediakan Hadiah Sepeda, Pegawai KPK Sindir Jokowi Soal Kasus Novel?</a>&nbsp;</b><br>
    

Tapi sejak April 2017, ia harus mandek dari tugas itu setelah usai subuh, dua orang tak dikenal menyiram mukanya dengan air keras. Berbulan-bulan ia harus menjalani pengobatan dan perawatan mata. 

"Saya mengalami kerusakan di kedua mata, kanan dan kiri. Yang lebih parah di sebelah kiri," cerita Novel di tengah pemulihan pada Mei 2018. Kala itu ia baru kembali ke Indonesia. Namun masih harus rutin kembali ke Singapura untuk pengecekan mata.

Akibat air keras usai Subuh itu, sepasang mata Novel luka. Tiga dokter spesialis antara lain ahli kornea, ahli glukoma dan retina turun tangan. Mata kirinya nyaris rusak.

"Karena dokter menilai tidak bisa penyembuhan secara alami, maka disembuhkan dengan kornea artifisial yang bahannya gusi dan gigi saya," kata dia. Sementara akibat pada mata kanan, korneanya terluka carut.

Itu mengapa, ia tak kuat membaca lama-lama. Apalagi bila ukuran tulisan terlampau kecil. Penglihatannya pun tampak berkabut.

Lebih dari setahun sudah perkara yang mengakibatkan kerusakan mata Novel itu diusut, tapi polisi belum berhasil menangkap pelaku penyerangan. Ini seperti dugaan Novel sejak awal. Ia bahkan meyakini teror yang menimpa dirinya itu memang tak bakal diungkap. Tandanya dapat dilihat dari, morat-maritnya bukti yang dikumpulkan. Seolah sudah terkumpul banyak petunjuk mulai dari ratusan CCTV hingga daftar toko-toko kimia. Tapi apa semua petunjuk itu relevan untuk mengungkap kasus?

"Kalau CCTV yang ada di pasar-pasar Jakarta diambil semua, ya nggak ada kaitannya. CCTV yang diambil tentunya haruslah dilacak, ini pelaku nyerangnya di mana, stand by-nya di mana, larinya lewat mana, dan lain-lain. Masak yang begini harus diajari? Karena kalau diambil yang itu, tidak lebih dari 10 CCTV. Kalau diambil ratusan, saya bingung, jangan-jangan kerjanya tidak efektif. Kalau tidak efektif,pasti tidak efisien," terang Novel.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/quote_of_the_day/04-2018/kasus_novel_jadi_ganjalan_jokowi_pada_pemilu_2019/95705.html">Kasus Novel Jadi Ganjalan Jokowi pada Pemilu 2019</a></b><br>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/headline/04-2018/setahun_kasus_penyerangan_novel__kenapa_presiden_harus_bentuk_tgpf_/95685.html">Setahun Kasus Penyerangan Novel, Kenapa TGPF Perlu Dibentuk?<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></a></b><br>
    

Sepulangnya ke Indonesia, Novel merekontruksi kasusnya sendiri. Dari situ, ia menemukan sejumlah dugaan kejanggalan. Pada Mei 2018, jurnalis KBR Damar Fery Ardiyan dam Nurika Manan mengunjungi Novel Baswedan di rumahnya. Di tengah obrolan itu, Novel mengungkap beberapa temuan, berikut cuplikan wawancara.

Anda rehat untuk berobat, saat kembali bekerja di KPK nanti posisi Anda masih sama? sebagai penyidik?

Rasanya belum ada perubahan, tentunya tetap seperti sebelumnya.

Selama setahun Anda tidak berkegiatan, apa aktivitas untuk mengisi waktu?

Aktivitas utama pengobatan. Sebab cukup detail dan banyak. Setiap tiga jam sekali ada perawatan obat, tapi semakin lama semakin lebih jarang, empat sampai lima jam sekali. Saya sempat bisa membaca, tapi proses itu nggak bertahan lama lantas penglihatan mata saya menurun. Aktibitas lain tentu ibadah, semua pasti ada hikmahnya.

Selama rehat tetap mengikuti perkembangan kasus yang Anda tangani?

Secara garis besar mengikuti, sebab sebagian kawan-kawan masih berdiskusi. Tapi ini tidak intens, seperti kalau saya bekerja di KPK. Tapi secara umum, ada.

Penyerangan ini bukan hanya ke Anda, tapi juga ada penyidik lain. Ini saling berkaitan? 

Jadi serangan ke KPK ini sudah banyak sekali. Yang tadi Anda bilang, ada perampasan laptop penyidik KPK, kita juga mesti ingat ada penyidik yang mobilnya disiram air keras terkait perkara tertentu. Saya tidak sebut perkaranya karena nanti jadi tidak baik. Ada juga yang dipasangi bom di rumahnya, yang ketika diledakkan oleh tim jihandak, diketahui rangkaian bom itu rangkaian bom lengkap. Terkait itu, cctv yang menggambarkan pelaku itu jelas. Ada cctv-nya.

Selain itu ada pegawai KPK yang diculik dua kali. Ada juga, safehouse KPK digerebek oleh kelompok tertentu. Dan banyak lagi yang lain. Ini saya sampaikan agar menjadi perhatian kita semua. Saya dalam beberapa kesempatan juga menyampaikan agar pimpinan KPK mestinya tidak boleh diam saja.

Ketika ada fakta-fakta itu, mestinya pimpinan KPK melaporkan. Memang kebetulan, kebanyakan pelaku itu dari anggota Polri ya. Tentunya di Polri ada mekanisme penghukuman apabila ada melanggar pidana atau disiplin. Ketika pelaku dibiarkan, tentu ini suatu kegagalan dari penegakan hukum.

Ini yang semua itu tidak dilakukan. Ini hanya dilakukan di diskusi tertutup, di area yang tidak jelas. Faktanya pelakunya tidak ada yang terungkap.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/headline/02-2018/desak_tgpf___koalisi_tuding_pemimpin_kpk_rela_korbankan_novel/95199.html">Desak TGPF, Koalisi Tuding Pemimpin KPK Rela Korbankan Novel</a>&nbsp;<br>
    
    <li><a href="http://kbr.id/berita/02-2018/kasus_teror_novel__jokowi_tunggu_polri_menyerah/95122.html"><b>Kasus Penyerangan Novel, Jokowi Tunggu Polisi Menyerah</b></a>&nbsp;<br>
    

Jadi mari kita bicara fakta, faktanya sekarang, tidak ada pelaku penyerangan itu yang diungkap. Fakta bahwa dari semua penyerangan itu tidak ada yang diungkap. Jangan bicara hanya penyerangan saya.

Penyerangan saya sudah jelas, saya dari awal sudah sampaikan bahwa ini tidak akan diungkap. Ini juga tergambar pada hal-hal lain. Oleh karena itu saya pada kesempatan lain juga menyampaikan pimpinan KPK mestinya mau melindungi pegawainya dari setiap serangan.

Dan perlindungan yang baik, apabila ada yang diserang itu diungkap. Diungkap dengan cara dilaporkan secara formal. Dan diungkap ke publik, agar publik juga bisa mengawasi.

Tadi Anda menyebut banyak pelaku anggota Polri? Bisa dijelaskan?

Iya memang. Kami kan juga mengetahui soal itu. Tadi saya sampaikan, sebagian besar pelakunya anggota polri. Tentunya ini tidak baik kalau dibiarkan. Kami tidak bilang bahwa secara keseluruhan anggota Polri bermasalah. Tapi ini adalah oknum yang tidak boleh dibiarkan. Kalau oknumnya dibiarkan, tentu ini merusak citra insitusi. Dan ini nggak baik.

Sekali lagi saya tegaskan, perlindungan terbaik untuk pegawai KPK adalah apabila pimpinan KPK mau melaporkan dan membawa kasus ini ke formal.

Kami juga mengetahui fakta itu. Sebagian besar pelakunya adalah anggota Polri. Ini tidak baik kalau dibiarkan. Kami tidak bilang bahwa secara keseluruhan anggota Polri bermasalah. Tapi ini adalah oknum yang tidak boleh dibiarkan. Kalau oknumnya dibiarkan, tentu ini merusak citra insitusi. Dan ini nggak baik.

Kalau Anda sebut pelakunya sebagian besar polisi, lalu yang mengusut juga polisi, apa bisa?

Saya menyampaikan ini beberapa kali, idealnya presiden punya perhatian. Ketika contoh (kasus penyerangan) sudah sangat banyak, kemudian presiden menyampaikan ke media: kita masih menunggu. Ini kan agak kurang pas. Kalau kejadiannya baru satu kali, presiden menyampaikan itu, relevan.

Tapi kalau kejadiannya sangat banyak, lalu tidak ada satupun yang diungkap, lalu kebetulan pelakunya banyak yang dari anggota Polri. Ini tidak boleh presiden seperti ini.

Presiden harus mau mendukung setiap langkah pemberantasan korupsi. Di mana negara yang berhasil pemberanta. Saya khawatir sikap beliau tidak mau membentuk TGPF, tidak perhatian dengan ini, akan dipersepsikan seolah-olah tidak mendukung pemberantasan korupsi.

Perlindungan terbaik untuk pegawai KPK adalah apabila Pimpinan KPK mau membawa ini ke laporan formal, bukan membawa ini ke kondisi yang remang-remang.

Soal pelbagai dalih dari polisi tentang kenapa kasus ini belum ada progres, tapi misalnya, sudah ada ratusan cctv dan lain sebagainya. Apakah alasan itu bisa Anda terima alasan seperti itu?

CCTV ratusan itu dari mana? Kalau CCTV yang ada di pasar-pasar Jakarta diambil semua, ya nggak ada kaitannya. CCTV yang diambil tentunya haruslah dilacak, ini pelaku nyerangnya di mana, stand by-nya di mana, larinya lewat mana, dan lain-lain. Masak yang begini harus diajari? Karena kalau diambil yang itu, tidak lebih dari 10 CCTV. Kalau diambil ratusan, saya bingung, jangan-jangan kerjanya tidak efektif. Kalau tidak efektif,pasti tidak efisien.

Tentu saya pikir, cctv yang dibilang ratusan itu sangat janggal dan aneh. Karena cctv yang paling penting itu tidak ada yang diambil sampai sekarang.

Yang di?

Yang di sekitar rumah saya, di jalan tempat pelaku melarikan diri itu tidak ada yang diambil. Saya tegaskan lagi, tidak ada yang diambil. Dan saya sudah mendapat konfirmasi dari orang-orang rumah pemilik cctv-nya. Mereka semua bilang, tidak ada yang diambil. Jangan-jangan itu ratusan cctv dari pasar-pasar diambil. Kan itu bukan ngungkap perkara, kalau mengerjakan perkara itu fokus saja. Kalau cara kerjanya begini kan semakin menunjukkan bahwa tidak ada kemauan.

Contohnya begini, saya juga dapat info ketika ada orang-orang yang diduga sebagai pelaku ada di tempat-tempat di luar kota, cctv itu yang diambil. CCTV alibi yang diambil. Anda tahu, kalau cctv alibi itu dipakai oleh siapa? Penyidik atau lawyer yang membela tersangka? Jadi jangan dibalik-balik, penyidik jadi penyidik saja jangan jadi lawyer pelaku. Kalau kerjanya begitu efektif dan mudah. Tapi kalau kerjanya berantakan, apa yang bisa diharapkan dari kerja yang berantakan?

Baca juga:

    <li><a href="http://kbr.id/berita/02-2018/tak_ada_perkembangan__novel_baswedan_akan_kembali_jalani_operasi_mata/94920.html"><b>Novel Baswedan Akan Jalani Cangkok Kornea, Seperti Apa Itu?</b></a></li>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/02-2018/penyidikan_kasus_air_keras_buntu__polda_metro_jaya_kembali_salahkan_novel_baswedan/94917.html">Penyidikan Buntu, Polda Metro Jaya Kembali Salahkan Novel Baswedan<span id="pastemarkerend">&nbsp;<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></span></a></b></li></ul>
    

    Anda sendiri sudah lihat cctv yang Anda sebut tadi?

    Saya tidak melihat CCTVnya. Cuma ketika saya mencoba merekonstruksi kembali sepulangnya ke Indonesia, di situ saya tahu di mana pelaku pergi melarikan diri. Saya enggak tahu polisi tahu atau enggak, jangan-jangan nggak tahu, kalau nggak tahu keterlaluan ya. Masak larinya ke mana nggak tahu. Padahal saya melakukan (rekonstruksi mandiri) itu saat pulang ke rumah.

    Di situ kemudian rekan-rekan saya tanya ke tetangga pemilik cctv itu. Dan mereka memastikan, cctv itu tidak pernah diambil polisi. Ditemui di awal-awal, kemudian karena orangnya tidak ada di rumah, lalu janjian, tapi polisi sampai terakhir tidak ada yang kembali.

    Makanya kalau dibilang ratusan cctv, itu yang di mana diambil? Yang diambil kan tentunya yang ada korelasinya. Yang begini kan tidak perlu diajari, ini sesuatu yang ilmu dasar ya. Kalau cctv yang tidak ada korelasinya diambil, ini untuk apa?

    Ada hal janggal lain yang Anda temukan ketika rekonstruksi mandiri?

    Banyak hal janggal yang terjadi, di antaranya, sebagaimana temuan Ombudsman bahwa orang-orang yang diduga pelaku itu langsung dijemput dan tidak dipanggil, maka begitu pula semua saksi orang-orang di sekitar tempat tinggal saya--juga dilakukan yang sama. Ada beberapa yang dijemput tengah malam, lebih parah lagi malahan mereka menerima perlakuan. Jadi cara-cara kerjanya begitu. Cuma Ombudsman malah melihatnya (kejanggalan proses) ke orang-orang yang terduga pelaku, bukan saksi-saksi kunci.

    Saya juga melihat, dari saksi-saksi di sekitar rumah saya pun juga merasa bahwa pemeriksaan yang dilakukan tidak untuk mengungkap. Itu dari orang yang bicara dengan saya. Dan fakta-fakta ini menyedihkan ya, kok bisa aparatur negara berbuat begitu? Kok masih ada saja, saya kira itu terjadi dulu saja, sekarang masih banyak ternyata. (tertawa)

    Anda tadi bilang, ada serangan berkali-kali, dari rentetan serangan ke penyidik KPK itu apakah satu konteks yang sama, yang mengikat?

    Ini terkait dengan beberapa perkara. Cuma kalau mau dirunut, ujungnya bertemu dengan pihak-pihak yang punya kepentingan sama. Tapi terlepas dari itu semua, siapapun kelompok yang terlibat tidak boleh dibiarkan. Konteks negara kalah ini yang menyedihkan. Masa' negara kalah dan presiden diam saja? Ini yang saya pikir tidak pas.

    Saya sudah berusaha menyampaikan sebaik mungkin, sekarang belum juga tuntas, tapi kita masih punya waktu.

    Semoga Bapak Presiden kita Pak Jokowi betul-betul mau mengambil langkah yang baik, demi kepentingan negara. Kalau negara kalah, besok-besok masih ada nggak ya yang mau berjuang untuk negara? Jangan-jangan yang berjuang malah diancamin semua.

    Baca juga:

      <li><a href="http://kbr.id/berita/04-2018/setahun_penyerangan_novel_baswedan__ini_kata_polisi_dan_komnas_ham/95667.html"><b>Istana Bantah Anggapan Tak Serius Tuntaskan Kasus Penyerangan Novel</b></a><br>
      
      <li><b><a href="http://kbr.id/berita/02-2018/pegawai_kpk__berdoa__satu_satunya_jalan_untuk_ungkap_kasus_novel/95169.html">Pegawai KPK: Berdoa Satu-satunya Jalan untuk Ungkap Kasus Novel<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></a></b><br>
      
  • Novel Baswedan
  • penyerangan Novel Baswedan
  • KPK

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!