BERITA

BPK Beberkan Proyek-proyek Negara yang Menyisakan Masalah dan Kerugian

BPK Beberkan Proyek-proyek Negara yang Menyisakan Masalah dan Kerugian


KBR, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat ada sejumlah masalah yang muncul dalam pelaksanaan beberapa program kerja pemerintahan Presiden Joko Widodo-Jusuf Kalla.

Hasil pemeriksaan BPK pada Semester II tahun 2016 menunjukkan sejumlah masalah, diantaranya dalam Pengelolaan Rantai Suplai (PRS) Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).


Ketua BPK Harry Azhar Aziz mengatakan PRS dan pengadaan barang atau jasa pada Kontraktor Kontrak Kerja Sama(K3S) belum didukung sistem pengendalian intern yang memadai.


"Pengadaan pipa pada proyek pemasangan pipa jalur Bitung-Cimanggis, pengembangan Duri-Dumai serta pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) Batam belum dapat dimanfaatkan oleh PT Perusahaan Gas Negara," kata Harry Azhar di DPR, Kamis (6/4/2017).


Baca juga:


Proyek jaringan distribusi gas dari Duri (Kabupaten Bengkalis) ke Dumai (Riau) menelan biaya sebanyak US$21,85 juta. Sementara pembangunan SPBG di Batam menelan anggaran sebesar Rp18,57 miliar. PT PGN menargetkan jaringan gas Duri-Dumai yang digarap 2016 bisa terealisasi pada 2017.


BPK juga menemukan proyek percepatan pembangunan pembangkit listrik berkapasitas total 10 ribu megawatt selama periode 2006-2015 belum dilakukan dengan perencanaan tepat.


Beberapa pembangunan PLTU yang berpotensi mangkrak seperti PLTU Kalbar 1 dan 2, kata Harry, mengakibatkan PLN mengeluarkan dana hingga Rp609,54 miliar secara sia-sia.


"PLN juga belum mengenakan denda keterlambatan penyelesaian pekerjaan pembangunan PLTU," kata Harry Azhar.


Hasil pemeriksaan BPK menyebut PLN semestinya menjatuhkan denda sebesar Rp704,87 miliar dan US$ 192,26 juta kepada kontraktor.


Proyek PLTU Kalbar 1 sudah mulai digarap sejak 2010 oleh kontraktor asal Tiongkok dan Indonesia. Awalnya ditargetkan rampung pada 2012, namun kemudian diundur dan ditunda. Hingga saat ini PLTU Kalbar 1 tidak beroperasi.


Terkait penyelenggaraan Jaminan Sosial Nasional (JSN), kata Harry, BPK mengkritik Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang tidak selaras dengan peraturan lain terikat jaminan sosial. Dia mengatakan masih ada dualisme makna pensiun, dalam program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun.


Selain itu BPK juga menemukan pengelolaan pembiayaan untuk pelayanan kesehatan yang masih belum memadai. Harry mencontohkan ada Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP/RSUD) terpaksa masih menanggung beban pelayanan pasien program JKN, karena tingkat klaim BPJS yang tidak lolos verifikasi masih cukup tinggi.


Sederet permasalahan lainnya pun ditemukan BPK. Harry Azhar menyebut ada total 7.594 masalah yang disebabkan kelemahan prosedur dan masalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan.


Harry berharap ikhtisar hasil pemeriksaan BPK itu dapat menjadi acuan bagi seluruh institusi pemerintah dan badan usaha untuk merencanakan penggunaan anggaran ke depan. Selain itu, menurut Harry, ikhtisar ini juga bisa dijadikan pegangan bagi lembaga legislatif untuk mengawasi penggunaan anggaran.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • bpk
  • Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
  • Hasil Pemeriksaan Semester
  • HAPSEM
  • SKK Migas
  • Jokowi
  • Joko Widodo

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!