DARI POJOK MENTENG

[Advertorial] RUU Pertembakauan Dilanjutkan, DPR Pro-Pemiskinan

[Advertorial] RUU Pertembakauan Dilanjutkan, DPR Pro-Pemiskinan

Jakarta, 30 Januari 2018 – RUU Pertembakauan kembali dibahas. Pansus RUU Pertembakauan menargetkan RUU ini sah menjelang pemilu 2019. Di sisi lain, pemerintah dan lembaga riset negara telah menunjukkan bahwa rokok menjadi pemicu kemiskinan. RUU Pertembakauan ini adalah inisiasi DPR, isinya untuk memastikan kelangsungan bisnis rokok di tanah air.

Dari Hasil Survei Badan Pusat Statistik RI Januari 2018 menyebut  menunjukkan rokok kretek filter adalah komoditi terbesar kedua setelah beras yang memberi sumbangan sebesar 9,98 persen di perkotaan dan 10,70 persen di pedesaan terhadap kemiskinan. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) atau Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN), Bambang Brodjonegoro  mengatakan bahwa rokok tidak hanya berdampak pada kesehatan tapi juga membuat orang jatuh miskin.   Amatlah janggal bahwa DPR RI melalui Panitia Khusus (Pansus) RUU Pertembakauan justru memaksakan untuk memasukkan RUU Pertembakauan yang sarat ditunggangi kapitalisme industri rokok ini sebagai RUU prioritas.

Pembahasan RUU Pertembakauan pada 2017 sempat terhenti setelah Presiden Joko Widodo mengirimkan Surat Presiden (Surpres). Sebagaimana diberitakan di media, saat itu Presiden Joko Widodo, melalui Sekretaris Kabinet Pramono Anung, tidak menginginkan adanya pembahasan lebih lanjut RUU Pertembakauan. Dan berdasarkan informasi terbaru, Pansus RUU Pertembakauan dikabarkan telah membuat target menyelesaikan pembahasan RUU ini pada Mei 2018. Namun awal tahun ini, Pansus RUU Pertembakauan telah mengadakan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan para asosiasi petani, komunitas pendukung kretek, dan organisasi-organisasi yang mendukung RUU Pertembakauan. Pada awal Februari, Pansus RUU Pertembakauan juga direncanakan akan melaksanakan konsinyering ke tiga pabrik/industri rokok besar serta melakukan kunjungan ke luar negeri.

“Dalam kondisi Indonesia masih menghadapi tantangan kemiskinan sistemik dan rokok menjadi penyebabnya, DPR malah mendorong pembahasan RUU Pertembakauan dengan tujuan utama peningkatan produksi rokok dan keberlanjutan industri ini. Jadi wajar kalau kita beranggapan bahwa DPR sangat tidak rasional dan pro-pemiskinan rakyat,” Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Dr. dr. Prijo Sidipratomo, Sp.Rad (K).

Substansi RUU Pertembakauan sangat bertentangan dengan berbagai peraturan perundangan, tujuan pembangunan Indonesia, kerangka pembangunan berkelanjutan, serta dikhawatirkan tujuan pembahasan RUU ini menunjukkan upaya koruptif dan pragmatis menjelang Pemilu 2019. Julius Ibrani, Anggota Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) dan Anggota Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau (SAPTA), mempertanyakan, “Sejak awal, RUU ini sudah bermasalah secara prosedur dan substansi. Setidaknya, 5 Pasal Peraturan Tatib DPR 2009 dan 3 Pasal Peraturan tatib DPR 2014, 10 Pasal UU No. 12/2011, 1 Pasal UU MD3, yang dilanggar. Serta 21 undang-undang, 1 Keppres, dan sekitar 255 peraturan daerah yang akan bertabrakan dengan substansi RUU ini.”

“Selain itu, dari agenda Pansus yang sudah berjalan, ada 3 hal pokok yang terlihat jelas, pertama, hanya melibatkan pihak yang pro terhadap industri rokok. Kedua, substansi diskusi sangat kental kepentingan industri rokok, yakni mendorong kenaikan produksi rokok, menolak pembatasan impor tembakau (20%), dan mendorong impor tembakau Virginia. Ketiga, membantah propaganda selama ini, misalnya, tidak ada diskursus mengenai kesejahteraan petani.” 

  • fctc

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!