ASIACALLING

Korea Selatan Tindak Keras Semua Korupsi

"Tahun lalu sebuah UU yang menarik garis antara hadiah dan sogokan diberlakukan."

Seorang demonstran membawa poster bergambar rekayasa foto Presiden Korsel Park Geun-hye mengenakan b
Seorang demonstran membawa poster bergambar rekayasa foto Presiden Korsel Park Geun-hye mengenakan baju tahanan. (Foto: ANTARA)

Bekas Presiden Korea Selatan, Park Geun-hye, terancam hukuman penjara bertahun-tahun karena dugaan keterlibatannya dalam skandal mega korupsi. Jaksa mengatakan sebagai imbalan atas bantuan politik, dia menekan para pemimpin bisnis, seperti bos Samsung untuk memberi teman dekatnya uang jutaan dolar. Selain uang juga ada setidaknya satu hadiah yang sangat mahal seperti kuda seharga 10 milyar rupiah.

Memberi hadiah adalah hal lumrah di Korea. Tapi kadang hadiah itu diikuti embel-embel. Tahun lalu sebuah UU yang menarik garis antara hadiah dan sogokan diberlakukan. Tujuannya untuk menghapus korupsi. Tapi beberapa pengusaha mengatakan UU ini berlebihan dan bahkan menyerang tradisi yang sudah berjalan turun temurun.

Dari Seoul kita simak laporan Jason Strother berikut ini.

Saya bertemu Stella di sela-sela waktu istirahatnya. Dia berasal dari Eropa dan awalnya datang ke Korea Selatan untuk mengambil PhD dengan beasiswa pemerintah. Meski begitu kata Stella, untuk mendapatkan gelar dia harus mengeluarkan biaya “tidak resmi”. 

“Saya dengar ada semacam biaya setiap kali komite profesor bertemu mendisusikan tesis saya,” ungkap Stella.

Stella bukan nama sebenarnya dan ini juga bukan suara aslinya. Dia sekarang bekerja di universitas yang sama sehingga pengungkapan ini adalah sesuatu yang sensitif. Stella mengaku menkonfrontir soal biaya ini kepada profesornya tapi hasilnya tidak memuaskan.

“Saya secara terang-terang diberitahu oleh salah satu anggota komite untuk membayarkan uang ini. Karena ini adalah kebiasaan orang Korea dan saya harus menganggapnya sebagai hal normal,” katanya.

Jadi setiap kali dia bertemu para konsultannya, dia menyerahkan beberapa amplop yang berisi uang tunai.

Menurut Stella dia harus merogoh kocek hingga 12 juta rupiah dalam periode enam bulan. Para profesornya dengan ramah menerima “hadiahnya” dan dia pun mendapat gelarnya.

Korea Selatan punya tradisi memberi hadiah yang dimanfaatkan oleh beberapa orang. 

“Masalah utamanya adalah pemberian hadiah yang berlebihaan atau beban memberi hadiah saat ada hubungan kekuasaan,” tutur Joongi Kim, profesor hukum di Universitas Yonsei Seoul.

Kim mengatakan pemberian hadiah yang melenceng itu kini menurun berkat undang-undang anti-korupsi yang cakupannya cukup luas.

UU Gratifikasi dan Permintaan Tidak Pantas lahir dari penyelidikan atas tenggelamnya kapal feri Sewol tahun 2014. Kejadian itu menewaskan 300 penumpangnya. Temuan penyelidikan menyebut perusahaan induk kapal itu mempengaruhi pejabat pelabuhan untuk membiarkan kapal yang tidak aman itu berlayar.

Undang-undang anti-korupsi ini ingin menjaga pendidik, jurnalis dan pejabat publik berprilaku jujur. Aturan ini membatasi nilai hadiah yang bisa mereka terima dan berikan. Bila dilanggar, itu termasuk tindak pidana.

Sejak diberlakukan setahun yang lalu, data pemerintah menunjukkan ada 188 pelanggar yang sudah dihukum.

Jumlah itu mungkin terlihat kecil tapi profesor hukum Joongi Kim mengatakan undang-undang itu telah menciptakan atmosfir di mana sekarang, orang-orang yang punya kekuasaan takut untuk meminta hadiah.

Meski dalam beberapa kasus, undang-undang yang luas ini tampaknya terlalu ketat, tambahnya.

“Jika ada murif SD memberikan bunga pada guru yang mereka suka, jika sang guru menerimanya, berdasarkan undang-undang ini tindakan itu melanggar hukum,” jelas Kim 

Dan undang-undang itu kini menghancurkan toko-toko bunga…

Yang, yang hanya memberi tahu nama keluarganya, mengelola toko bunga di pusat kota Seoul. Dia mengatakan banyak pelanggannya adalah pegawai negeri.

Sejak aturan ini berlaku, dia mengaku jumlah pesannya menurun terutama untuk karangan bunga besar hadiah untuk pernikahan dan pemakaman. Karangan bunga seperti itu harganya mencapai empat juta rupiah.

Yang mengatakan akibatnya petani dan kurir menjadi bangkrut dan dia terpaksa berhenti mempekerjakan pekerja paruh waktu.

“Saya putus asa. Saya sudah membuka toko ini selama 10 tahun. Saya melihat ada toko bunga lain sudah berjalan 20 hingga 30 tahun terpaksa tutup karena aturan ini. Saya tahu ini bagus untuk masyarakat kita tapi juga membunuh usaha kecil. Memberi hadiah, seperti bunga, merupakan cara orang Korea menunjukkan kepedulian mereka,” keluh Yang.

Selain toko bunga, imbas aturan ini menghampiri barang-barang lain di supermarket yang biasa dijadikan hadiah.

Hwang Yeop, kepala Asosiasi Pedangan Daging Sapi Korea mengatakan undang-undang anti-korupsi ini juga menghancurkan industrinya.

“Biasanya orang memberi hadiah daging sapi Korea saat tahun baru Korea dan perayaan Chuseok di musim gugur. Ini adalah hadiah spesial karena harganya mahal dan punya rasa yang unik. Pada prinsipnya saya mendukung undang-undang ini tapi perlu ada pengecualian untuk pemberian seperti ini,” jelas Hwang.

Nilai hadiah yang bisa Anda berikan kepada pegawai negeri, pendidik, dan jurnalis maksimal 600 ribu rupiah. Sementara daging sapi Korea harganya di atas itu.

Hwang mengatakan adanya batasan biaya yang boleh dikeluarkan pejabat pemerintah untuk mentraktir makan dan minum tamu, menyebabkan lebih sedikit orang yang memesan daging sapi Korea di acara barbekyu. Nilainya maksimal  400 ribu rupiah per makanan.

Meski tampak ketat, jajak pendapat di sini menunjukkan undang-undang itu mendapat dukungan rakyat. Ini membuat angka korupsi makin kecil di Korea Selatan kata You Han-beom dari Transparency International Korea.

Dia mengakui ini berdampak negatif pada beberapa industri. Tapi menurutnya tingginya harga buket bunga dan paket hadiah daging sapi Korea awalnya karena pejabat pemerintah tidak menggunakan uang mereka sendiri untuk membelinya.

“Banyak uang pembayar pajak dihabiskan untuk hal-hal seperti bunga dan daging sapi Korea. Jadi ini harus dihentikan. Ya, ini awalnya akan menganggu usaha kecil tapi dalam jangka panjang mereka akan menemukan cara untuk memenuhi permintaan konsumen biasa,” kata You.

Dia mengatakan undang-undang anti-korupsi ini tidak akan membunuh tradisi memberikan hadiah di Korea.

Saat akan keluar dari kantornya, You menyerahkan sebuah bungkusan kecil kepada saya. Saya mengingatkan dia sebagai jurnalis di Korea, saya tidak bisa menerima hadiah secara resmi yang nilainya lebih dari 600 ribu rupiah. Dia minta saya tidak khawatir karena hadiah itu hanya berupa pasta gigi.

 

  • Jason Strother
  • Korupsi di Korea Selatan
  • Tradisi memberi hadiah di Korea Selatan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!