HEADLINE

Eks TPF Munir: Jangan Ributin Asli Tidaknya Salinan Dokumen, Proses Hukum Bisa Terhambat!

""Kalau mereka ributin asli dan nggak asli malah untuk menghambat proses hukum, itu yang nggak benar," kata Hendardi."

Eks TPF Munir: Jangan Ributin Asli Tidaknya Salinan Dokumen, Proses Hukum Bisa Terhambat!
Seseorang membaca dokumen yang diperkirakan merupakan salinan dokumen TPF Munir. (Foto: Istimewa/KBR)



KBR, Jakarta - Bekas anggota Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir, Hendardi mempertanyakan tujuan Istana mempersoalkan tidak adanya lampiran dalam salinan dokumen kerja TPF yang berasal dari bekas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan dikirim ke Sekretariat Negara.

Salinan dokumen itu dikirimkan bekas Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi melalui kurir pada Rabu (26/10/2016) kemarin.


Baca:

    <li><b><a href="http://kbr.id/10-2016/salinan_dokumen_tpf_dari_sby_sudah_sampai_istana/86256.html"> Salinan Dokumen TPF dari SBY Sudah Sampai Istana</a> </b></li>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/10-2016/cari_bukti_baru_kasus_munir__eks_anggota_tpf_beri_petunjuk_jaksa_agung_/86255.html"> Cari Bukti Baru Kasus Munir, Eks Anggota TPF Beri Petunjuk Jaksa Agung</a> &nbsp; </b></li></ul>
    


    Hendardi mengatakan dokumen lengkap hasil kerja TPF Munir sudah pasti dimiliki lembaga penegak hukum. Karena itu Hendardi tidak ingin masalah 'tidak adanya lampiran' itu menghalangi tindak lanjut penyelesaian kasus Munir.  


    "Saya tidak tahu itu Johan Budi (Juru bicara Kepresidenan) untuk apa ngumpulin kayak gitu? Untuk apa? Kalau mau ditindak lanjuti tinggal perintah, itu soalnya. Dokumen-dokumen (lampiran) itu ada di Mabes Polri, di Kejaksaan. Itu ada semua. (Itu yang lengkap dengan lampiran?) Pastilah, bagaimana mereka (Kepolisian & Kejaksaan) bisa menindaklanjuti proses dari TPF kalau bukan dari dokumen-dokumen itu," kata Hendardi kepada KBR melalui sambungan telepon, Kamis (27/10/2016).


    Hendardi mengatakan berkas lengkap hasil penyelidikan TPF Munir terdiri dari laporan setebal 55 halaman serta lampiran setebal 265 halaman. Lampiran itu, kata Hendardi, diantaranya berisi berita acara wawancara.


    "Kalau soal dokumen asli itukan yang selama ini belum ditemukan. SBY sendiri juga memberi keterangan itu belum ditemukan. Itu yang harus dicari. Kenapa, ya nggak wajar dokumen negara hilang itu menunjukkan tata kelola administrasi buruk. (Tapi) Pisahkan (itu) dengan proses hukum. Nah proses hukum, tidak dibutuhkan lagi dokumen mau asli atau tidak asli, proses hukumnya juga sudah jalan kok. Selama ini kan setelah TPF selesai, ada proses polisi di Mabes Polri kemudian menjerat Pollycarpus, Muhdi dan lain-lain. Itukan sudah menggunakan modal laporan TPF," kata Hendardi.


    Baca: Jaksa Agung Ragukan Akurasi Dokumen Salinan TPF Munir


    Juru bicara Kepresidenan, Johan Budi mengatakan, salinan dokumen yang diterima Istana tidak dilengkapi sejumlah lampiran yang telah berhasil dikumpulkan TPF Munir.


    Menurut Istana, saat ini salinan dokumen TPF Munir itu berada di tangan Menteri Sekretaris Negara, Pratikno untuk dilaporkan kepada Presiden Jokowi.


    Dokumen itu akan diserahkan kepada Jaksa Agung untuk dilakukan verifikasi tentang kesesuaian dokumen dengan aslinya. Selanjutnya, Jaksa Agung sesuai perintah presiden harus menelusuri dan mempelajari laporan tersebut.


    "Jaksa Agung itu sudah menuntut Pollycarpus, pernah melakukan penuntutan pada Dirut Garuda dan lain-lain, pernah penuntutan terhadap Muhdi, memang dokumen-dokumen apa yang dipakai polisi (kalau bukan dokumen TPF)? Nggak penting aslinya karena sudah pasti ada, harus dijelaskan dulu untuk kepentingan apa. Kalau mereka ributin asli dan nggak asli malah untuk menghambat proses hukum, itu yang nggak benar," kata Hendardi.


    Baca: Laporan Asli TPF Munir Raib, Keluarga Pollycarpus Minta Tak Diramaikan

    Editor: Agus Luqman 

  • TPF Munir
  • Hendardi
  • Johan Budi
  • dokumen TPF Munir
  • SBY
  • Munir Said Thalib
  • pembunuhan Munir
  • AM Hendropriyono

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!