HEADLINE

Setya Novanto Menang Praperadilan, KPK Berencana Keluarkan Sprindik Baru

Setya Novanto Menang Praperadilan, KPK Berencana Keluarkan Sprindik Baru

KBR, Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi mempertimbangkan bakal menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan (Spindik) baru untuk Setya Novanto terkait kasus korupsi pengadaan KTP berbasis elektronik. Kepala Biro Hukum KPK, Setiadi mengatakan, hal itu sesuai dengan  peraturan MA nomor 4 tahun 2016.

Kata dia, hal itu harus dipelajari terlebih dahulu di dalam internal KPK.


"Untuk berikutnya kami akan mempelajari meneliti kembali isi dari putusan hakim tunggal tersebut untuk evaluasi dan konsolidasi bersama tim penyidik dan JPU serta yang di kantor KPK, pimpinan untuk langkah-langkah berikutnya. Ketiga, kami hanya mengacu pada isi ataupun ketentuan yang berada dalam normatif peraturan MA nomor 4 tahun 2016 yang   menyebut bahwa apabila dalam penetapan tersangka dibatalkan, penyidik dibenarkan untuk mengeluarkan surat perintah baru," ujarnya usai persidangan. Jumat (29/09) petang.


Menurut dia, Hakim Tunggal Cepi tidak cermat dalam mengambil keputusan dalam perkara. Pasalnya menurut dia, Hakim Cepi tidak mempertimbangkan beberapa barang bukti yang dihadirkan oleh KPK dalam persidangan semisal video rekaman CCTV Miryam S Haryani.


Meski Demikian kata dia, KPK tetap menghormati keputusan Hakim Tunggal Cepi Iskandar tersebut.


"Dalam hal putusan ini kami tak boleh melakukan eksaminasi atau apapun komentar, tapi setidaknya kami melihat ada beberapa dalil ataupun putusan hakim ada beberapa bukti kami tidak dijadikan dasar. Menurut kami mungkin tidak cermat dalam mengambil kesimpulan atau putusan. Namun demikian kami akan konsolidasi evaluasi dan menghargai keputusan hakim praperadilan," ucapnya.


Menanggapi putusan itu, Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Bivitri Susanti tak merasa kaget. Alasannya sudah banyak indikasi yang menjadi petunjuk kemenangan Novanto tersebut, seperti penolakan hakim mendengar bukti rekaman yang dibawa KPK.

Bivitri pun meminta KPK agar segera menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru dan kembali mentersangkakan Novanto. Namun, dia mengingatkan KPK agar memperbaiki berbagai hal yang menjadi catatan dalam putusan hakim hari ini, sehingga akan lebih mulus  apabila Novanto kembali mempraperadilankannya.

"Kalau dari indikasi-indikasi itu, terus terang saya tidak terlalu kaget. Tetapi saya berharap KPK bisa menindaklanjuti dengan mentersangkakan lagi, dengan mengikuti ketentuan di Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, masih ada celah lagi untuk melanjutkan ini, tapi menurut saya ya jangan sampai lepas, dengan memperhatikan apa saja yang menurut hakim diputus tadi sore. Mudah-mudahan kalau ada permohonan praperadilan lagi, bisa lebih mulus," kata Bivitri kepada KBR, Jumat (29/09/2017).


Bivitri mengatakan, KPK harus membuat sprindik baru dengan materi yang lebih baik dibanding sprindik lama. Menurut Bivitri, masih ada peluang bagi KPK untuk kembali mentersangkakan Novanto, dan membawanya ke pengadilan Tipikor, asal KPK memperbaiki semua catatan yang diberikan hakim dalam putusan praperadilan ini.


Bivitri berujar, sejak awal persidangan sudah banyak kejanggalan yang terjadi. Dia mencontohkannya dengan penolakan hakim memutar bukti rekaman dari KPK, penolakan eksepsi KPK, serta penolakan terhadap pengajuan permohonan intervensi dari Organisasi Advokat Indonesia. Selain itu, Novanto yang dikenal licin dari hukum sejak 1999 pun didukung oleh tim kuasa hukum yang mumpuni. Menurut Bivitri, tim kuasa hukum Novanto sangat lihai memilih sudut pandang yang menguntungkan kliennya. Startegi yang dipakai itu yakni dengan menggiring permohonan agar masuk ke pokok perkara, yang sejatinya bukan subyek praperadilan. Sehingga, kata Bivitri, susah bagi hakim untuk mengisolasi kasus hanya dari subyek praperadilannya.


Sebelumnya Hakim Tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Cepi Iskandar menerima gugatan praperadilan yang diajukan Setya Novanto terkait penetapannya sebagai tersangka kasus Korupsi Pengadaan KTP berbasis elektronik. Menurut Hakim Cepi, Penetapan tersangka tidak didasarkan pada prosedur Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dan standar operasional prosedur (SOP) KPK soal penetapan tersangka.


Pasalnya kata dia, penetapan tersangka harus dilakukan pada tahap akhir penyidikan suatu perkara dan bukan pada awal dengan tujuan untuk menjaga harkat dan martabat seseorang.


"Mengadili dalam eksepsi termohon semuanya dalam pokok perkara, mengadili mengabulkan permohonan praperadilan untuk sebagian, menyatakan penetapan tersangka Setya Novanto yang diajukan oleh Pemohon berdasarkan surat terlampir dinyatakan tidak sah. Memerintahkan kepada termohon untuk menghentikan penyidikan terhadap Setya Novanto," ujarnya saat membacakan keputusan di PN Jakarta Selatan.


Selain itu kata dia, surat perintah penyidikan dengan nomor Sprin.Dik-56/01/07/2017 tertanggal 17 Juli 2017 tidak sah karena landasan dibuat surat itu adalah bukti dari perkara sebelumnya.


Kata dia, bukti yang digunakan dalam perkara ini merupakan barang bukti yang digunakan untuk dua orang terdakwa sebelumnya yaitu Irman dan Sugiharto.


Namun hakim Cepi tidak mengabulkan permohonan penasehat hukum untuk mencabut pencegahan Novanto. Alasannya pencabutan wewenang pencegahan bukan berada di tangan hakim.


"Menurut hakim praperadilan merupakan kewenangan administrasi dari pejabat komisi (KPK)," ucapnya.


Editor: Rony Sitanggang

  • praperadilan setya novanto

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!