HEADLINE

Kendala yang Ditemukan Memasuki Masa Transisi Penanganan Gempa Lombok

"Penanganan gempa di Nusa Tenggara Barat masuk masa pemulihan. Tim dari pemerintah mempercepat pembersihan puing-puing. Namun di tengah proses itu, ditemukan kendala juga potensi konflik."

Dwi Reinjani, Ninik Yuniati, Ria Apriyani, Winna WIjaya, Zainudin Syafari

Kendala yang Ditemukan Memasuki Masa Transisi Penanganan Gempa Lombok
Selembar foto bergambar dua orang anak terdapat direruntuhan akibat gempa bumi di Desa Jeringo, Kecamatan Gunungsari, Lombok Barat, NTB, Rabu (22/8). (Foto: ANTARA/ A Subaidi)

KBR, Jakarta - Pemerintah bergegas memulai proses pemulihan pasca-gempa yang mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat. Penanganan dampak kini memasuki masa transisi menuju pemulihan. Pemerintah telah mengakhiri masa tanggap darurat pada Sabtu (25/8/2018) pekan lalu. Namun di tengah itu ada sejumlah kendala seperti kurangnya alat berat juga masalah batas lahan.

Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBD Agung Pramuja menerangkan, masa transisi kini tak lagi fokus pada evakuasi korban, melainkan pada pemenuhan kebutuhan dasar serta pemulihan fasilitas publik. Kata dia, pemerintah akan mendirikan bangunan sementara untuk hunian dan sekolah. Sembari, menunggu rampungnya proses verifikasi rumah rusak.

Ia memperkirakan masa transisi berakhir paling cepat Desember mendatang. "Sebaiknya perlu dibuat hunian sementara, sementara rumah barangkali kayak barak jadi untuk satu los itu bisa menampung 25 KK, di lapangan-lapangan," kata Agung Pramuja saat dihubungi KBR, Minggu (26/8/2018).

Sejak Jumat (24/8/2018) pekan lalu, percepatan pembersihan puing-puing bangunan sisa gempa telah dimulai. Mengingat hari itu jelang transisi menuju masa pemulihan gempa.

Saat mengunjungi Lombok Barat, Panglima TNI Hadi Tjahjanto mengatakan proses tersebut diperkirakan rampung satu bulan. Namun, ia membutuhkan tambahan 50an alat berat untuk mencapai target tersebut.

red

Panglima TNI Hadi Tjahjanto (kanan) didampingi Kepala Desa Jeringo Sahril (kedua kanan) di salah satu daerah terdampak gempa di Desa Jeringo, Lombok Barat, NTB, Jumat (24/8). (Foto: ANTARA/ A SUbaidi)

"Mungkin kalau saya lihat bisa satu-dua minggu, sudah selesai. Saat ini saya juga minta bantuan kepada Menpu-pera untuk menambahkan alat berat yang kemarin kekurangannya kurang lebih 30, kami sudah ada hampir 25," Hadi menjelaskan ke wartawan di Desa Jeringo, Lombok Barat, Jumat (24/8/2018).

"Kami prediksi untuk pembersihan itu kurang lebih dua bulan, tapi kalau dengan tambahan sebanyak 54 kekuatannya hampir satu bulan kita tidak bisa menyelesaikan," katanya lagi. 

Panglima TNI Hadi Tjahjanto menambahkan, percepatan pembersihan puing harus dilakukan lekas-lekas agar pembangunan rumah warga pun segera dimulai. Ia juga menyampaikan agar kepala desa menginventarisasi rumah yang rusak. Hadi pun menjamin selama masa transisi, distribusi logistik serta pembangunan fasilitas umum tetap dikerjakan.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/nasional/08-2018/jokowi_lantik_agus_gumiwang_sebagai_menteri_sosial/97054.html">Penanganan Gempa Lombok Jadi Pesan Utama Jokowi ke Mensos Baru</a>&nbsp;<br>
    
    <li><a href="http://kbr.id/nasional/08-2018/gempa_lombok__ini_alasan_pemerintah_tak_tetapkan_status_bencana_nasional/97041.html"><b>Gempa Lombok, Ini Alasan Pemerintah Tak Tetapkan Status Bencana Nasional</b></a>&nbsp;<br>
    

Kendala Baru

Namun begitu, proses pembersihan reruntuhan bangunan rumah tersebut tetap tak lepas dari kendala. Selain kurangnya alat berat, soal lainnya adalah ketidakjelasan batas lahan warga. Masalah ini muncul lantaran pondasi rumah yang rusak bahkan roboh itu sudah diratakan.

Bupati Lombok Utara Najmul Akhyar mengatakan, persoalan tersebut berpotensi menimbulkan konflik sosial. Terlebih, rata-rata warga di desa-desa terpencil di Lombok Utara belum memiliki sertifikat tanah. Ia pun mengaku belum punya solusi atas masalah tersebut.

"Nanti saya akan diskusikan dengan BPN, ini kalau masalah ini dibiarkan bisa jadi persoalan di masyarakat. Tapi mudah-mudahan tidak. Kalau masyarakat di satu kampung sepakat mau dibuatkan perkampungan yang asri, ada gang, ada fasilitas umum tanpa mempertimbangkan tanah milik mereka, ya bagus," kata Najmul di Lombok, Minggu (26/8/2018).

"Namun belum tentu masyarakat mau seperti itu kan. Ini tanah di kampung, sebagian besar tak bersertifikat," lanjutnya lagi.

Ia berharap, Badan Pertanahan Nasional (BPN) ikut turun tangan dengan mengeluarkan gambar-gambar rumah yang bersertifikat. Menurutnya, langkah itu akan mempermudah penentuan batas-batas lahan warga. 

Jumlah rumah warga yang rusak akibat gempa bumi di Lombok dan Sumbawa tercatat sebanyak 76.765 unit. Angka ini berpotensi bertambah karena proses validasi data masih berlangsung.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/nasional/08-2018/kurang_dana__pemerintah_provinsi_ntb_minta_bantuan_ke_pemerintah_pusat_dan_provinsi_lain/97016.html">Kurang Dana, Pemprov NTB Minta Bantuan ke Pusat dan Daerah Lain</a>&nbsp;<br>
    
    <li><a href="http://kbr.id/terkini/08-2018/para_relawan_bangun_hunian_sementara_untuk_pengungsi_gempa_lombok/97035.html"><b>Para Relawan Bangun Hunian Sementara untuk Pengungsi Gempa Lombok</b></a>&nbsp;<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></li></ul>
    


    September Mulai Pemulihan Infrastruktur

    Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memulai proses pemulihan infrastruktur publik yang terdampak gempa NTB pada September mendatang. Juru Bicara Kementerian PUPR, Endra Atmawidjaja menyebut, pembangunan sekolah sementara menjadi prioritas utama.

    Selanjutnya, rumah-rumah rusak akan dibangun dengan melibatkan warga yang telah dilatih untuk membuat hunian tahan gempa. 

    "Tentunya bukan mulai besok tapi mulai September. Kami dimulai untuk recovery empat bulan terakhir, September-Oktober-November-Desember yang temporer ya. Yang sementara itu sudah tuntas semua. Jadi nanti kita lihat prioritasnya kan kalau dulu tiga sekolah, sekarang cukup satu. Nanti bisa kelas pagi-kelas siang," terang Endra kepada KBR, Minggu (26/8/2018).

    "Yang penting sekolah, kalau rumah kan pararel, kalau rumah dilakukan bersama warga. Jadi warga nanti juga akan dibantu oleh fasilitator," tambahnya.

    Endra menambahkan, pekan lalu sudah ada 200 panel bangunan temporer yang dibawa ke Lombok. Panel-panel itu menjadi percontohan cara mendirikan rumah tahan gempa, dilengkapi modul dan sistem aplikasi. 

    "Tidak permanen, sistemnya panel-panel, ada kolom, ada balok, jadi nanti bisa dipasang kapan aja, dipindah-pindah kan ada bongkar pasangnya."

    Guna mempercepat pembersihan puing-puing reruntuhan, Kementerian PU juga bakal menyediakan 50an unit alat berat sesuai permintaan Panglima TNI. Perusahaan BUMN seperti Waskita Karya kata dia, juga akan turun tangan. 

    Adapun terkait anggaran, Endra mengatakan masih akan membahasnya bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla pada pertemuan Senin (27/8/2018) ini. Namun dia memastikan anggaran itu berasal dari APBN.

    Baca juga:

      <li><b><a href="http://kbr.id/berita/08-2018/jokowi_teken_inpres_penanganan_gempa_lombok/97033.html">Jokowi Teken Inpres Penanganan Bencana Gempa Lombok</a>&nbsp;<br>
      
      <li><b><a href="http://kbr.id/nusantara/08-2018/kebakaran_pasca_gempa_lombok__80_persen_warga_pulau_bungin_masih_mengungsi/96986.html">Kebakaran Pascagempa, Ribuan Warga Pulau Bungin Mengungsi<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></a></b></li></ul>
      


      Sangsi Bisa Sesuai Target

      Namun begitu, Wakil Ketua DPRD NTB, Abdul Hadi pesimistis pembangunan kembali rumah-rumah dan fasilitas publik itu bisa selesai dalam enam bulan--sebagaimana target Menteri Pekerjaan Umum Basuki Hadimuljono. Bertolok dari penanganan di daerah-daerah lain, selama ini pemulihan infrastruktur pasca bencana membutuhkan waktu bertahun-tahun. 

      "Kami ingin melihat seperti apa. Kita ambil perjalanan di Yogyakarta, Sumatera Barat, atau Aceh tentang penanganan gempa berskala besar. Ternyata belum tuntas dalam dua tahun," kata Abdul kepada KBR, Minggu (26/8/2018).

      Ia juga mempertanyakan sumber daya yang akan menjalankan proses pembangunan. Pasalnya, baik SDM maupun alat yang tersedia di NTB jumlahnya terbatas.

      Selain itu, Abdul Hadi juga khawatir proses pemulihan akan terhadang kesibukan tahun politik. Menurutnya, kendati masa tanggap darurat dinyatakan sudah berakhir Sabtu lalu dan tidak diperpanjang, pekerjaan rumah pemerintah pusat maupun daerah untuk memulihkan NTB masih sangat banyak.

      Hingga Sabtu pekan lalu, goncangan dengan magnitudo 5,6 masih terjadi di Lombok. Menurut Abdul Hadi, masih banyak warga yang telantar di pengungsian dan belum mendapatkan tenda ataupun terpal. Selain itu, masyarakat juga masih kesulitan mengakses layanan kesehatan.

      "Kondisi di pengungsian mulai penyakit dan mereka kesulitan mendapatkan (layanan) tenaga medis."

      Sebelumnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono menargetkan pembangunan kembali rumah-rumah warga yang hancur diguncang gempa akan rampung dalam waktu enam bulan. Data terakhir, ada 11 ribu unit rumah yang rusak. Pemerintah pusat memutuskan menggelontorkan Rp4 triliun khusus untuk rekonstruksi infrastruktur di Lombok.

      Rangkaian gempa di NTB sejak 29 Juli lalu mengakibatkan 555 orang meninggal dan sekitar 390 ribu orang mengungsi. Kerugian sementara ditaksir sekitar Rp7,7 triliun.

      Baca juga:

        <li><a href="http://kbr.id/editorial/08-2018/belajar_banyak_dari_bencana/96877.html"><b>Belajar Banyak dari Bencana&nbsp;</b></a></li>
        
        <li><b><a href="http://kbr.id/berita/04-2018/jadi_penyelamat_kehidupan_saat_bencana/95716.html">Jadi Penyelamat Kehidupan Saat Bencana</a>&nbsp;<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></b></li></ul>
        




        Editor: Nurika Manan

         

  • gempa lombok
  • gempa NTB
  • Pemulihan
  • penanganan gempa
  • Perpres Pemulihan Lombok
  • lombok

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!