HEADLINE

Karhutla, Satgas di Jambi Minta Heli Pemadam

Karhutla, Satgas di Jambi Minta Heli Pemadam

KBR, Jakarta - Ketua Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan Jambi, Refrizal tengah mengumpulkan data kepemilikan lahan di areal rawan kebakaran. Data itu meliputi kepemilikan lahan oleh warga, perusahaan maupun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Kata Refrizal  petugas kesulitan menangkap pelaku pembakaran lantaran lokasi kerap sulit dijangkau. Sehingga dengan mengantongi data pemilik atau pengelola lahan, Satgas Karhutla bisa melakukan pemanggilan dan meminta pertanggungjawaban.

"Kami menyimpulkan masih kurang mampu menangkap pelaku pembakar sehingga harus diupayakan dengan metode lain. Sehingga memberikan efek jera. Kami akan koordinasi dengan BPN kalau itu lahan rakyat, lalu dengan dinas kehutanan. Kami berharap pemilik atau pengelola lahan itu ikut bertanggung jawab dengan kebun atau lahan yang dia garap," kata Refrizal saat dihubungi KBR, Senin (7/8).


Untuk mempermudah penanganan di daerah yang sulit dijangkau itu, Refrizal juga telah mengajukan satu helikopter tambahan ke Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Saat ini untuk area Jambi, penanganan Karhutla menggunakan tiga helikopter. Dua di antaranya untuk pengeboman air (water bombing), sedangkan satu lagi untuk patroli.


"Kami sudah melaporkan ke Kepala BNPB dengan luas areal kami dan penduduk yang tak banyak ada beberapa kali kejadian tempatnya jauh dari jangkauan yang kami kurang mampu melakukan tindakan cepat. Sehingga kami ajukan 1 unit helikopter water-bombing untuk kami sigakan di lokasi yang jauh-jauh itu." Ujar dia.


Mengingat kebakaran hutan dan lahan di Jambi berstatus darurat, kata dia, patroli terus dilakukan sekalipun titik panas tak terpantau. Selama Juli 2017, hasil pemantauannya menunjukkan ada 30 titik panas (hotspot). Titik paling banyak ditemukan di lahan gambut, misalnya di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.


"Ada 30an hotspot hingga akhir Juli. Di Tebo 17, Tanjung Jabung Timur 9 titik dan Batanghari 4 hotspot. Data Agustus ada di posko, untuk periode Juli ke Agustus itu meningkat karena mendekati kemarau."


Sementara luasan areal yang terbakar hingga Juli mencapai 369 hektare. Meliputi lahan milik warga, perusahaan dan yang dikelola dinas kehutanan. Namun Refrizal mengatakan, sementara ini kebakaran paling banyak terjadi di lahan masyarakat. "Lahan gambut ini mulai Januari-Juli terbakar 12 hektar, sedangkan tanah mineral 357 hektare," terangnya.


Tembak Mati


Ketua Satgas Karhutla Jambi mengatakan tugas pemadaman kebakaran terbantu karena selama ini hujan masih turun. Namun Refrizal khawatir, apabila sudah memasuki musim kemarau nanti maka titik panas pun akan kembali naik. Apalagi dari temuan sebelumnya, kebakaran terjadi mayoritas karena faktor kesengajaan.


"Kami juga upayakan tindakan yang lebih tegas dengan tidak memandang bulu, pelaku pembakaran akan kami meja-hijaukan. Kami juga membuat statement cukup keras: bagi mereka pembakar itu ya saya tembak. Memang banyak yang bertanya, tapi kita itu kan berangkat dari mengutamakan kepentingan umum."


Dia menjelaskan pilihan tembak mati pembakar hutan dan lahan itu kini masih dalam tahap pengkajian dan diskusi.


"Pernyataan itu bukan karena saya TP-TP (tebar pesona) atau cari sensasi. Ini kita harus malu, saya harus malu dengan wilayah lain yang tidak pernah terbakar padahal sama ada hutannya juga. Siapa yang membakar. Baik itu masyarakat ataupun perusahaan."


Kalaupun kebijakan itu diterapkan, dia memastikan sebelum menembak mati pelaku, petugas harus memastikan seluruh prosedur dan ketentuan terpenuhi. Misalnya, sudah melakukan tindakan persuasif atau mengeluarkan tembakan peringatan.


"Kami juga masih pikirkan membawa senjatanya bagaimana, kan memadamkan kebakaran juga. Tapi itu amunisi juga tak selalu senjata tajam, ada juga amunisi hampa yang hanya untuk memberikan ketakutan agar tak membakar," jelasnya.


Sedangkan penindakan bagi perusahaan, kata Refrizal bisa berupa rekomendasi ke kepala daerah untuk meninjau ulang izin pengelolaan ataupun kepemilikan.


"Saya juga sudah sampaikan ke Dandim ada perusahaan, buatkan surat ke saya. Saya akan bilang ke gubernur."


Dia pun sudah meminta seluruh perusahaan untuk melengkapi sarana dan prasarana pencegahan Karhutla. Tak hanya itu, Refrizal mengatakan memiliki data sendiri sehingga bisa mengecek apakah peralatan yang dimiliki perusahaan itu sudah sesuai dengan ketentuan atau sebaliknya.


"Saya sudah meminta ke perusahaan segera lengkapi sarana dan prasarana kebakaran. Semuanya saya warning. Kurang lebih ada 150an kalau perusahaan. Sebelumnya sudah ada yang kami sanksi. Kami juga mengingatkan ke perusahaan jangan hanya performa. Kami juga meretas jumlah rasio jumlah tower yang harus dimiliki misalnya. Kalau areal 100 hektare ada berapa tower pemantau asap."


Hasil pemantauan titik panas oleh Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi di Jambi pun menunjukkan sudah tidak ada titik panas.  Koordinator KKI Warsi Tanjung Jabung Timur, Kurniawan menyebut ada beberapa titik rawan karhutla yakni di lahan gambut dan wilayah tambang. Areal itu ada di Muara Jambi, Tanjung Jabung Barat, Sarolangun, Merangin, Tebo dan Batanghari.

"Memang ada kejadian beberapa kebakaran. Tetapi sejak tadi malam sampai malam ini ada beberapa kali turun hujan di titik-titik kebakaran, terutama yang di Kabupaten Jabung Timur, sehingga hujan ini memadamkan titik-titik kebakaran tersebut. Ada dua, kalau dari data hotspot itu ada tujuh, tetapi cross-check ke lapangan itu ada dua titik," kata Kurniawan kepada KBR, Senin (07/08/2017).
 

Kurniawan menambahkan, sementara areal di Tanjung Jabung Timur yang terbakar merupakan lahan gambut, namun tak termasuk konsesi perusahaan. Temuannya menunjukkan, Karhutla di Jambi kebanyakan terjadi karena aktivitas manusia seperti penyiapan pembukaan lahan untuk perkebunan sawit atau karet. Data Satgas Karhutla sepanjang Januari hingga Juli menunjukkan lahan terbakar di Jambi sudah lebih dari 360 hektare.


Sementara untuk pengendalian kebakaran hutan dan lahan secara nasional, menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya masih menghadapi kendala tak akuratnya sistem pemantauan dan hambatan pemadaman api. Terlebih, faktor cuaca dimana puncak kemarau diperkirakan Agustus dan September ini. Hal itu mengakibatkan titik panas di daerah rawan karhutla pun meningkat. Karenanya dia mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo untuk segera menggelar rapat koordinasi antarembaga dan kepala daerah penanggulangan Karhutla.


"Kalau saya sih cenderung ya (rakor segera), sebab sekarang ini kecepatan pemerintah daerah mengambil keputusan itu juga penting. Kalteng kan baru kemarin ngeluarin daruratnya. Yang kemarin sudah lima berarti sekarang sudah enam. Riau, Jambi, Sumsel, Kalbar, Kalteng, Kalsel," kata Siti usai bertemu Jokowi di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (7/8/2017).
 

Ketakakuratan itu kata Siti ditunjukkan misalnya dengan satelit pemerintah sempat mendeteksi lahan terbakar mencapai 20 ribu hektare, namun setelah dicek di lapangan jumlahnya sekitar 4500 hektare. Lemahnya sistem monitoring itu kata dia membuat potensi kebakaran kadang telat diketahui untuk segera ditangani. Titik panas kata dia juga mulai muncul di daerah yang sebelumnya tak termasuk rawan karhutla. Di antaranya Aceh dan Nusa Tenggara Timur yang mencapai 1.000 hektare.


Siti mengatakan, masih banyak karhutla yang disebabkan unsur kesengajaan. Beberapa tempat seperti di Kalimantan Barat, pembakaran lahan dilakukan karena tradisi masyarakat.


Sementara khusus kebakaran di lahan gambut, Kepala Badan Restorasi Gambut (BRG) Nazir Fuad menyatakan ada belasan karhutla di hutan tanaman industri (HTI) milik perusahaan. Namun dia tak merinci nama perusahaan, hanya kata Nazir lembaganya sudah berkoordinasi dengan Direktorat Penegakan Hukum KLHK. Kejadian terbanyak kata dia di Kalimantan Barat dan Riau.


"Ada sekitar 100-an lebih, seluruh Indonesia. Yang agak parah dalam beberapa hari ini Kalbar, yang banyak hotspot-nya di Kalimantan Barat. (Ada yang di hutan konsesi?) Ada juga itu, terutama di Kalbar dan Riau, Sumsel juga ada. Kali ini yang banyak di hutan HTI. Sawit juga ada, tetapi kalah banyak. Hutan HTI yang paling banyak. (Berapa?) Ada 10 atau belasan sih," kata Nazir kepada KBR, Senin (07/08/2017).
 

Nazir berkata, Kalimantan Barat dan Riau menjadi 2 daerah terbanyak kejadian kebakaran lahan gambut. Dari lahan yang terbakar itu kebanyakan terjadi di konsesi perusahaan.


Sementara itu Kepala BPBD Kalimantan Barat TTA Nyarong mengatakan, titik panas sudah hilang karena hujan deras mengguyur wilayah itu sejak Minggu hingga Senin malam.


“Tidak ada hotspot nol. (Lalu penanganannya?) di Kalbar ini ada 174 desa yang potensi tinggi kebakaran hutan dan lahan, jadi kita fokus untuk penanganan di desa-desa ini. Nanti tim gabungan akan ke lokasi, jadi tidak hanya melalui udara saja, karena tidak semua lokasi bisa dipantau atau ditangani lewat udara melaluui helikopter,” katanya saat dihubungi KBR, Senin (07/08/17)


Narong menambahkan, pihaknya Selasa  ini bersama BNPB akan melakukan tinjauan kembali ke titik-titik lokasi kebakaran. Peninjauan akan difokuskan ke desa-desa yang masih berpotensi kebakaran. Selain peninjauan, tim satgas gabungan yang terdiri dari Satgas Mitigasi dan Satgas Karhutla Polda Kalbar akan membawa alat untuk dilakukan pendinginan jika masih terjadi titik panas.


“Jadi besok kita briefing dulu, jadi kita petakan lokasi yang mau kita tinjau. Sejauh ini kita fokus ke wilayah yang masih berpotensi, ada 174 tadi. Nanti kita akan petakan, saya yakin jika fokus tidak hanya di u dara, kebakaran ini akan cepat diatasi,” jelasnya.


Editor: Rony Sitanggang

 


Rafik Maeilana



NB: angka pasti soal luasa masih belum dihitung. rencana besok sekalian 

  • Karhutla
  • Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya
  • Ketua Satuan Tugas Kebakaran Hutan dan Lahan Jambi
  • Refrizal

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!