HEADLINE

Eksekusi Mati, Wiranto: Tak Perlu Evaluasi

Eksekusi Mati, Wiranto: Tak Perlu Evaluasi
Ilustrasi (sumber: Antara)



KBR, Jakarta- Pemerintah menyatakan   kebijakan hukuman mati tidak perlu dievaluasi. Kata Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Wiranto, kebijakan itu sudah sesuai ketetapan hukum Indonesia.

Kata Wiranto   kritik dan desakan dari luar tidak boleh mempengaruhi kebijakan hukum.

"Ya ga usah. Kan sudah jadi ketetapan pemerintah seperti itu. Tekanan dari manapun, kita kan punya yurisdiksi hukum nasional yang harus kita pertahankan.Semua produk hukum yang ada, termasuk pelaksanaannya kan untuk kepentingan nasional. Bukan untuk memuaskan satu atau dua orang," kata dia, Selasa (2/8).


Pekan lalu, pemerintah Indonesia mengeksekusi 4 orang terpidana mati kasus narkoba atas nama Freddy Budiman(Indonesia), Humprey Jefferson(Nigeria), Seck Osmane(Senegal), Michael Titus Igweh(Nigeria). Sebelumnya, pemerintah berencana mengeksekusi 14 orang terpidana kasus narkoba. Termasuk di antaranya Merry Utami.


Eksekusi hukuman mati ini dikecam oleh berbagai kelompok masyarakat. Termasuk oleh bekas presiden Indonesia, B.J Habibie. Presiden ketiga Indonesia ini menyampaikan surat berisi pandangannya terhadap hukuman mati, khususnya untuk terpidana mati Zulfiqar Ali. Kata dia, dalam surat tersebut, pemerintah harus mengevaluasi kembali keputusan eksekusi itu.


Dia juga meminta Jokowi mempertimbangkan untuk memberlakukan moratorium hukuman mati. Pasalnya, 140 negara sudah menerapkan atau bahkan menghapuskan hukuman itu.


Sebelumnya, usai eksekusi jilid III, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan pemerintah akan mengevaluasi kebijakan hukuman mati. Hal ini dikatakan merespon berbagai penolakan dari dalam maupun luar negeri.


Editor: Rony Sitanggang

  • hukuman mati
  • Menkopolhukam Wiranto

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!