HEADLINE

Terganjal Papua dan UU ITE, Indeks Kebebasan Pers Indonesia 2017 Tetap Buruk

Terganjal Papua dan UU ITE, Indeks Kebebasan Pers Indonesia 2017 Tetap Buruk

KBR, Jakarta - Indeks kebebasan pers di Indonesia pada 2017 masih berwarna merah alias buruk. Dalam pemeringkatan Indeks Kebebasan Pers Dunia (World Press Freedom Index) 2017, Indonesia berada di peringkat 124 dari 180 negara.

Indeks Kebebasan Pers Dunia dikeluarkan Reporters Without Borders (Reporters Sans Frontières/RSF), sebuah organisasi nirlaba internasional sejak 2002. Organisasi yang bermarkas di Paris Prancis ini mempromosikan dan memperjuangkan kebebasan informasi dan kebebasan pers di dunia.


Dalam Indeks 2017, posisi Indonesia naik enam tingkat dibanding posisi yang sama bulan April 2016 lalu di posisi 130 dari 180 negara. Secara global, penilaian atas kebebasan pers di Indonesia tahun ini hanya 39.93 atau hanya bertambah 1,79 dibanding tahun lalu sebesar 41.72.


Lembaga RSF menyebut selama 2,5 tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo, pemerintah tidak memenuhi janji selama kampanye untuk menjaga kebebasan pers dan informasi. Rapor merah Indonesia terutama terganjal kebebasan pers di Provinsi Papua.


Dalam laporan RSF, media lokal maupun internasional sulit mendapat akses liputan ke Papua, dimana kekerasan terhadap jurnalis lokal terus terjadi. Jurnalis asing maupun lokal rentan ditangkap jika mencoba mengangkat pelanggaran oleh tentara di Papua.


RSF juga mengutip laporan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bahwa kekerasan dan intimidasi tidak terbatas terjadi di wilayah Papua, tapi juga di wilayah lain. Ancaman itu diantaranya muncul dari kelompok-kelompok intoleran terhadap upaya-upaya untuk mendapatkan informasi yang benar.


"Banyak jurnalis mengatakan mereka menyensor diri sendiri dalam liputan karena takut terhadap pasal antipenistaan agama serta pasal-pasal dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektroni," begitu bunyi tulisan Reporters Without Borders terkait peringkat Indonesia.


Di antara negara-negara kawasan Asia Tenggara, kebebasan pers Indonesia hanya kalah dari Timor Leste (peringkat 98). Sedangkan negara lain di Asia Tenggara berada di bawah Indonesia seperti Filipina (peringkat 127), Burma (131), Kamboja (132), Thailand (142), Malaysia (144), Singapura (151), Brunei (156), Laos (170) dan Vietnam (175).


Semakin kecil peringkat dan semakin rendah penilaian, maka kebebasan pers semakin baik. Negara dengan kebebasan pers dan kebebasan informasi terbaik dunia adalah Norwegia dengan skor nilai 7.60, disusul Swedia (8.27), Finlandia (8.92), Denmark (10.36) dan Belanda (11.28).


Negara-negara yang disurvei oleh RSF dikelompokkan dalam lima kategori warna, yaitu putih atau bagus, kuning muda (cukup bagus), kuning (bermasalah), merah (buruk) dan hitam (sangat buruk).


Sejumlah negara maju ternyata juga mengalami masalah di bidang kebebasan pers, seperti Amerika Serikat yang menempati peringkat 43 dengan kategori warna kuning atau bermasalah.


Negara-negara dengan indeks kebebasan pers terburuk diantaranya Kuba (peringkat 173), Sudan (174), Vietnam (175), Tiongkok (176), Suriah (177), Turkmenistan (178), Eritrea (179) dan terburuk adalah Korea Utara (180).


Lembaga Reporters Without Borders menyatakan Indeks Kebebasan Pers Dunia merupakan cerminan situasi di 180 negara mengenai pluralisme, independensi media, sensor, transparansi hingga tingkat keamanan bagi jurnalis.  


Indeks dari RSF kerap digunakan oleh lembaga-lembaga internasional seperti Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dan Bank Dunia dalam laporan-laporan mereka tentang suatu negara.  

  • indeks kebebasan pers
  • RSF
  • reporters without borders
  • kebebasan pers
  • Papua
  • kriminalisasi pers

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!