HEADLINE

Jelang Sidang Tinjauan HAM PBB, Komnas HAM Perkirakan Indonesia Dapat Rapor Merah Lagi

"Pada 23 Mei 2012 lalu, Dewan HAM PBB memberi rapor merah terhadap Indonesia di bidang kebebasan beragama, kebebasan berekspresi dan pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM. "

Jelang Sidang Tinjauan HAM PBB, Komnas HAM Perkirakan Indonesia Dapat Rapor Merah Lagi
Perusakan masjid Ahmadiyah di Kendal, Jawa Tengah, 23 Mei 2016. (Foto: JAI/Sejuk)


KBR, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) memperkirakan Indonesia akan mendapat rapor merah dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) terkait penegakan HAM dalam Universal Periodic Review (UPR) atau Tinjauan Periodik Universal di Jenewa, Swiss, 3-5 Mei mendatang.

Ketua Pelapor Khusus Komnas HAM Imdadun Rahmat mengatakan Indonesia gagal menjalankan rekomendasi dari PBB, salah satunya soal kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB).


Imdadun mengatakan kegagalan Indonesia itu tecermin dari masih banyak kasus pelanggaran HAM belum terselesaikan. Ditambah lagi, pengaduan kasus-kasus baru tetap bermunculan.


Ia prihatin dengan kondisi itu, padahal Indonesia sudah mendapat waktu lima tahun oleh Komisi HAM PBB.


"Kita diberi waktu untuk memperbaiki kondisi pelaksanaan HAM di Indonesia termasuk di dalamnya hak kebebasan beragama dan berkeyakinan. Tapi Indonesia masih belum berhasil merespon dan menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi itu. Kita masih cukup berat di masa-masa yang akan datang," kata Imdadun Rahmat, di Komnas HAM, Selasa (25/4/2017).


Baca juga:


Komnas HAM mencatat pada tiga bulan terakhir 2017 ini saja terdapat belasan laporan pengaduan tentang pelanggaran KBB.


"Banyak terjadi di Jawa Barat. Di Kabupaten Bogor saja ada tiga kasus baru dilaporkan. Lalu ada juga laporan dari Kota Depok, Banjar, dan lain-lain," kata Imdadun.


Imdadun mengatakan setidaknya ada sembilan pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) di Indonesia yang nasibnya masih menggantung. Di antaranya kasus penyegelan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin di Bogor, penyegelan HKBP Filadelfia di Bekasi, nasib pengungsi Syiah di Sampang, kriminalisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar), serta perlakuan terhadap Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di beberapa wilayah di Indonesia.


Kasus-kasus tersebut, kata Imdadun, tidak kunjung terselesaikan meski masuk dalam kritik dunia internasional ketika sidang Tinjauan Periodik Universal (UPR) Dewan HAM PBB pada 2012.


Jika mendapat rapor merah, kata Imdadun, maka Indonesia akan dipermalukan di dunia internasional. Selain itu, Indonesia akan kehilangan peluang untuk memiliki peran penting di PBB.


"Konsekuensinya, indonesia tidak akan mendapatkan peran yang strategis di dalam posisi penting di PBB," imbuhnya.


Tinjauan Periodik Universal (Universal Periodic Review) digelar Dewan Hak Asasi Manusia PBB dalam siklus empat tahun sekali, untuk setiap negara anggota PBB.


UPR merupakan mekanisme yang dibentuk sejak reformasi Badan HAM PBB pada 2006. Setiap negara anggota PBB wajib memberikan laporan periode 4,5 tahun mengenai perkembangan penegakan dan perlindungan hak asasi manusia di masing-masing negara.


Pada 23 Mei 2012 lalu, Dewan HAM PBB memberi rapor merah terhadap Indonesia di bidang kebebasan beragama, kebebasan berekspresi dan pertanggungjawaban atas pelanggaran HAM. Saat itu, 75 negara yang hadir dalam sidang UPR memberi catatan kritis terhadap penegakan HAM di Indonesia, terutama soal kebebasan beragama dan keyakinan. Mulai dari masalah tempat ibadah, diskriminasi, kekerasan atas nama agama, dan lain-lain.


Sidang UPR Dewan HAM PBB awal Mei mendatang merupakan siklus ketiga yang akan berlangsung pada 2017-2021, dimana setiap tahun ada 14 negara yang akan ditinjau progres di bidang penegakan HAM. Pada tahun ini, Indonesia akan mendapat giliran menyampaikan laporan bersama 13 negara lain.


Negara-negara yang 'disidang' pada UPR tahun ini antara lain Bahrain, Ekuador, Tunisia, Maroko, Indonesia, Finlandia, Inggris Raya dan Irlandia Utara, India, Brazil, Filipina, Aljazair, Polandia, Belanda dan Afrika Selatan.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • Universal Periodic Review
  • Dewan HAM PBB
  • Tinjauan Periodik Universal
  • kebebasan beragama dan berkeyakinan
  • Komnas HAM

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!