HEADLINE

Pemberlakuan Hukum Pancung di Aceh? Ini kata Menteri Hukum dan HAM

Pemberlakuan Hukum Pancung di Aceh? Ini kata Menteri Hukum dan HAM

KBR, Jakarta- Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menilai wacana hukum pancung untuk pelaku pembunuhan, yang tengah digodok Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh, tak akan berlaku jika berupa peraturan daerah (Perda). Yasonna beralasan, hukuman pancung bertentangan dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang hanya mengenal hukum tembak mati.

Yasonna berkata, pemerintah masih akan mengamati perkembangan wacana hukum pancung tersebut.

"Hukum pidana kita masih mengenal ya tembak mati. Soal wacana di sana ya nanti kita liat bagaimana hukum nasional kita. (Apa tidak bertentangan dengan KUHP, karena dasar hukumnya Perda?) Undang-undang yang lebih tinggi kan KUHP, karena dia tingkatnya undang-undang. Kalau Perda kan tidak sampai begitu. Tapi itu nanti kita liatlah, bagaimana undang-undang khusus di Aceh. Kalau dia Perda tidak bisa," kata Yasonna di komplek Istana Kepresidenan, Kamis (15/03/2018).


Yasonna mengatakan, pemberlakuan aturan di Aceh tetap memiliki batasan, meski Aceh berstatus daerah istimewa. Dengan begitu, Perda yang Pemda Aceh terbitkan juga memiliki batasan-batasan khusus, dan tak boleh bertentangan dengan KUHP sebagai payung hukum yang lebih tinggi.


Yasonna berujar, selama ini hukum pidana dalam KUHP dijalankan oleh Kejaksaan Agung, termasuk hukuman tembak mati. Namun, kata Yasonna, pemerintah akan melihat terlebih dulu wacana hukum pancung di Aceh, untuk dibandingkan dengan hukum yang saat ini berlaku.


Penolakan senada disampaikan Lembaga Bantuan Hukum Aceh yang tidak sepakat dengan rencana   menerapkan hukuman pancung untuk kasus pembunuhan. Kepala Operasional LBH Banda Aceh, Chandra Darusman mengatakan, hukuman pancung tidak diakomodir dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan aturan-aturan lain.

Dia   meminta Pemprov melakukan kajian mendalam agar tidak menimbulkan konsekuensi hukum di kemudian hari.

"Terkait dengan isu atau wacana dengan hukuman pancung, LBH tidak sepakat, dengan beberapa pertimbangan. Pertama, sistem hukuman pancung sebagai mekanisme hukuman mati, tidak diakomodir dalam sistem pidana nasional yang berlaku di kita. Kedua, Indonesia juga sudah meratifikasi covenant hak sipil politik, melalui UU nomor 12 tahun 2005, yang di dalamnya menjamin prinsip perlindungan terhadap hak asasi setiap orang untuk bebas dari segala bentuk penghukuman yang tidak manusiawi," kata Chandra Darusalam melalui sambungan telepon, Kamis (15/3/2018).


Chandra juga mempertanyakan, argumentasi pemerintah terkait urgensi penerapan hukuman pancung. Ia berharap nantinya banyak masyarakat sipil yang bersuara dan memberikan rekomendasi. LBH Aceh juga membuka peluang untuk berdialog dengan pemerintah Aceh.


"Kita melihat bahwa, kalau ada tindak pidananya itu ada, misalnya pembunuhan dan lain sebagainya, apakah kemudian penerapan hukuman pancung ini bisa menjamin untuk menjawab persoalan-persoalan yang ada? Nilai urgensitasnya kan di situ sebenarnya, bukan hanya pada banyaknya kasus tapi juga bicara tentang efektivitas penanganan," ujar dia.


Tapi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Abdullah Saleh mengatakan hukuman pancung tidak melanggar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Ia beralasan, Aceh diberi wewenang untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh   menurut Undang-undang tentang Pemerintahan Aceh (UU nomor 11 tahun 2006).

Kata dia, hukuman pancung berpeluang besar disahkan dalam qanun jinayat atau perda syariat apabila mendapat dukungan kuat dari masyarakat.

"Aceh dapat menerapkan sanksi yang berbeda, sesuai dengan syariat Islam, sanksi-sanksi hukum syariat Islam, itu bisa diakui. Diberi kewenangan oleh UU untuk menerapkan itu. Jadi tidak ada pertentangan dengan KUHP, karena berlakulah lex specialis derogat legi generali. Landasan konstitusionalnya UUD 1945 itu kan pasal 18 b, jadi sudah sangat jelas, baik undang-undang dasarnya yang konstitusinya, dan kemudian pada UU-nya. Kemudian implementasi di sini misalnya ditetapkan di qanun, memang diberi mandat," kata Abdullah Saleh melalui sambungan telepon, Kamis (15/3/2018).


Meski begitu, Abdullah mengingatkan agar pemerintah berhati-hati dalam menerapkan syariat Islam di Serambi Mekah. Ia mendukung penerapannya secara bertahap. Selain melakukan kajian mendalam, pemerintah juga semestinya mengedepankan   sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat.


"Jadi kesadaran hukum masyarakat juga penting kita pertimbangkan. Jadi pada saat kita tetapkan aturan-aturan syariat ini, masyarakat sudah bisa memahami dan bisa menerimanya," ujar dia.


Menurut Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Munawar A. Jalil   rencana pemberlakuan hukuman pancung untuk pembunuh muncul agar ada efek jera bagi pelaku. Dia mengklaim usulan itu muncul karena ada desakan dari sejumlah organisasi kemasyarakatan.


"Itu kan muncul wacana ini ketika ada banyak organisasi kemasyarakatan (ormas) menyampaikan ini pada kami. Di Januari kemarin, ada pembunuhan terjadi. Ada keluarga Tionghoa, terjadi pembunuhan di sana. Lalu ada menyusul kejadian serupa," kata Munawar saat dihubungi KBR, Kamis (15/3).


Munawar menjelaskan sebetulnya angka kasus pembunuhan di Aceh tidak tinggi. Tapi, hukuman penjara selama ini dianggap tidak mencegah seseorang mengulangi perbuatannya. Sehingga, kata dia, ada desakan dari masyarakat agar hukum diperberat menjadi hukuman pancung sesuai syariat Islam.


Menurut Munawar pemprov berpegangan pada pasal 125 UU Pemerintahan Aceh Tahun 2006 yang mengamanatkan agar syariat diterapkan secara menyeluruh di Aceh. Selain itu, Kadis Syariat Islam Aceh itu juga mengklaim hukuman pancung dapat mencegah seseorang membunuh.


"Kalau kita lihat, hikmah qisas, ada upaya pencegahan. Ada jaminan kehidupan di dalamnya. Ada orang, ingin melakukan pembunuhan, dia ingat qisas ini. Sehingga ada jaminan kehidupan. Dia tidak semena-mena. Di ayat itu jelas, Allah katakan itu. Tercegah pembunuhan."


Dia mencontohkan Saudi Arabia yang telah memberlakukan hukuman pancung lebih dulu. Namun, ada mekanisme yang memungkinkan seseorang terbebas dari ancaman hukuman pancung. Syaratnya, salah satu keluarga korban memaafkan sang pelaku. Dengan begitu, hukuman diganti menjadi pembayaran ganti rugi.


Munawar mengatakan hukuman pancung itu masih akan dikaji. Kajiannya ujar dia melibatkan akademisi dan tokoh agama. Mereka juga berencana mengumpulkan aspirasi dari masyarakat.

Editor: Rony Sitanggang

  • hukuman pancung
  • Pelanggaran HAM

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!