HEADLINE

Catahu 2017 Komnas Perempuan, Kekerasan di Ranah Personal Tertinggi

Catahu 2017 Komnas Perempuan, Kekerasan di Ranah Personal Tertinggi


KBR, Jakarta - Komnas Perempuan membeberkan Catatan Tahunan (Catahu) Tahun 2017. Dalam laporan itu disebut ada 259 ribu kasus kekerasan terhadap perempuan di seluruh Indonesia. Ketua Komnas Perempuan, Azriana, mengatakan kekerasan di ranah personal masih menempati urutan atas yakni 255 ribu kasus. Bentuk kekerasan di ranah personal itu, jelas Azriana, semisal kekerasan fisik, psikis, seksual, dan kekerasan ekonomi.

"Di sisi lain dari kasus-kasus kekerasan rumah tangga yang muncul, perempuan lah yang paling banyak membawa atau melaporkan kasusnya atau berinisiatif keluar dari persoalan kekerasan yang dialaminya dengan mengajukan perceraian atau dalam hal ini cerai gugat. Pelaku kekerasan mayoritas adalah orang terdekat korban, terutama dalam konteks KDRT dan inses serta berbagai bentuk kekerasan seksualitas lainnya. Impunitas terhadap pelaku juga dilihat semakin menguat dalam satu tahun terakhir," ujarnya kepada wartawan di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, (3/7/2017).


Sedangkan untuk kekerasan di ranah rumah tangga/relasi personal (KDRT/RP) seperti kekerasan terhadap istri (KTI) menempati peringkat pertama 5.700an kasus, disusul kekerasan dalam pacaran (KDP) 2.100an kasus, kekerasan terhadap anak perempuan 1.700an kasus dan sisanya kekerasan mantan suami, kekerasan mantan pacar, serta kekerasan terhadap pekerja rumah tangga.


Azriana menjelaskan, kekerasan seksual di ranah KDRT/RP tahun ini, semisal perkosaan menempati posisi tertinggi sebanyak 1.300an kasus, diikuti pencabulan sebanyak 1.200an kasus.


"Di tahun ini juga Catahu dapat menampilkan data perkosaan dalam perkawinan sebanyak 135 kasus dan menemukan bahwa pelaku  kekerasan seksual tertinggi di ranah KDRT/RP adalah pacar sebanyak 2.017 orang. Kekerasan di ranah komunitas mencapai angka 3.092 kasus. Kekerasan seksual menempati peringkat pertama sebanyak 2.290 kasus, diikuti kekerasan fisik 490 kasus dan kekerasan lain yaitu kekerasan psikis 83 kasus, buruh migran 90 kasus dan trafiking 139 kasus," ucapnya.


Dia menambahkan, jenis kekerasan yang paling banyak pada kekerasan seksual di ranah komunitas adalah perkosaan (1.036 kasus) dan pencabulan (838 kasus). Adapun kekerasan di ranah Negara yang paling meninjol adalah kasus penggusuran, yang dilaporkan dan dipantau Komnas Perempuan antara lain kasus Cakung Cilincing di Jakarta sebanyak 1 kasus dengan 304 korban, kasus penggusuran Bukit Duri, Kampung Pulo dan Konflik SDA pembangunan pabrik Semen di Pegunungan Kendeng Jawa Tengah.


Sementara itu Pulau Jawa, kata dia, merupakan pulau dengan angka kekerasan terhadap perempuan tertinggi dengan 34 persen. Oleh karenan tingginya pendidikan dan permasalahan ekonomi bukan penyebab utama terjadinya kekerasan terhadap perempuan.


"Perkosaan berkelompok (gang rape), penganiayaan seksual disertai dengan pembunuhan perempuan karena mereka perempuan (femicide) merupakan peristiwa kekerasan yang menarik perhatian publik disepanjang tahun 2016. Hal ini semakin menegaskan pentingnya pengesahan rancangan UU Penghapusan Kekerasan Seksual. Data pelaporan dari lembaga layanan, menunjukkan bahwa femicida adalah kekejian yang luar biasa baik dari motif pembunuhannya, pola pembunuhannya hingga dampak pada keluarganya, karenanya penting bagi Negara untuk mengenali dimensi kekerasan ini," tambahnya.


Berangkat dari temuan dan pendokumentasian data Catahu 2017, Komnas Perempuan merekomendasi pemerintah untuk mengupayakan pencegahan serta penanganan terhadap seluruh korban kekerasan.



Editor: Quinawaty

  • komnas perempuan
  • azriana
  • catahu 2017

Komentar (1)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • Siti Khuzaimah6 years ago

    pencegahan kekerasan terhadap perempuan memang harus direalisasikan. saya mau bertanya tntang persoalan menyusui dan ruang menyusui. Dewasa ini sudah ada bermacam undang-undang dan peraturan tentang ruang menyusui di instasi/ kantor/ tempat kerja, jika instansi terkait tidak menyediakan ruang menyusui, apakah itu juga salah satu bentuk kekerasan terhadap perempuan di ruang publik? terima kasih