OPINI

Nikah Siri

Nikah Sirri

Agama masih saja laku dijadikan bahan ‘jualan’. Dengan dalih membantu memberantas kemiskinan, website nikahsirri.com melakukan perdagangan manusia berkedok agama lewat nikah siri atau menikah secara agama, tanpa dokumen dari negara.


Begini kira-kira logika yang ditawarkan. Jika Anda perawan atau janda miskin yang butuh penghasilan, daftarlah sebagai mitra. “Bisa untuk bayar biaya kuliah,” kata Aris Wahyudi, pendiri nikahsirri.com. Website ini akan mencarikan klien, alias mereka yang mencari pasangan. Mitra dan klien akan bertransaksi dalam bentuk koin – semacam mahar. Aris bakal mendapatkan untung 20 persen dari nilai tersebut. Ini adalah program yang diusung Partai Ponsel yang kepanjangannya begini: Partai Pelangsingan Obesitas Negara, Startup Ekonomi Luar Biasa.


Website itu kini sudah diblokir oleh Kementerian Kominfo, dijerat dengan sejumlah pasal dari Undang-undang Pornografi dan ITE. Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise mengecam ini sebagai bentuk eksploitasi terhadap perempuan serta pelacuran terselubung yang dibalut agama. Aris Wahyudi ditangkap sejak dini hari kemarin dan sudah ditetapkan sebagai tersangka.


Apakah yang dilakukan Aris Wahyudi ini masuk akal? Tidak. Tapi nyatanya, ada 2700 orang yang sudah mendaftar sebagai klien dan 300 orang berminat jadi mitra. Artinya, ada sebegitu banyak orang yang terjerembab pada logika ngawur yang ditawarkan oleh Aris Wahyudi. Hanya karena Aris membawa-bawa agama dalam bisnis perdagangan manusia yang dilakukannya, orang berbondong-bondong merapat. Padahal ini jelas-jelas penghinaan terhadap akal sehat yang diberikan Tuhan.


Penting bagi kita semua untuk tetap waras dan memakai logika yang sudah diberikan Sang Pencipta dalam mencerna apa pun yang kita terima dari sekitar. Jangan sampai kita terlena pada hal-hal ngawur hanya karena itu dibungkus dengan agama.  

  • Nikah Siri
  • perdagangan manusia
  • menikah
  • nikah siri

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!