OPINI

Belajar Banyak dari Bencana

Sebanyak 20 ton bantuan makanan, pakaian, obat-obatan yang dikumpulkan dari TNI, Polri dan relawan D

Pemerintah NTB memperpanjang masa tanggap darurat gempa Lombok sampai 25 Agustus mendatang. Gempa ini tak ditetapkan sebagai bencana nasional karena pemerintah daerah tak lumpuh dan dianggap masih mampu mengatasi persoalan, dengan dukungan penuh dari pemerintah pusat. Dengan korban hampir 400 orang, PR yang menanti sangat panjang. 

Menangani korban bencana yang mendadak jadi pengungsi tak pernah mudah. Dari bencana ke bencana, kita belajar cara mengatasi persoalan di lapangan dengan cepat. Sampai saat ini, bantuan masih terbatas sampai ke Lombok Utara. Butuh bantuan semua pihak untuk menyelesaikan soal ini. 

Belum lagi soal trauma yang dialami para korban. Kondisi psikologis mesti diperhatikan dengan saksama. PMI mengirim komedian untuk membantu pemulihan trauma korban. Tentu tak boleh asal melempar lelucon karena harus berempati juga pada korban. Rasa perhatian kita pada korban juga harus memperhatikan kondisi lapangan. Badan Nasional Penanggulangan Bencana mengingatkan, jangan kirim susu formula. Pengalaman gempa di Bantul menunjukkan, pemberian susu formula di tengah situasi yang tidak higienis justru menambah potensi penyakit diare pada anak-anak. 

Kondisi lain yang perlu perhatian khusus juga adalah ibu menyusui. Dalam kondisi stres, akan ada banyak ibu yang tak bisa mengeluarkan ASI. Kelompok relawan dari Muhammadiyah misalnya memberikan pelatihan pijat oksitosin untuk memperlancar keluarnya ASI. Bagaimana pun, kondisi pasca bencana jangan sampai menghambat anak mendapat haknya akan ASI. 

Dari bencana kita belajar banyak. Belajar memahami alam, beradaptasi terhadap kondisi bencana sampai belajar cara terbaik menolong sesama. 

 

  • bantuan korban bancana alam
  • gempa Lombok
  • penanganan korban bencana
  • pemuliha pasca bencana

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!