DARI POJOK MENTENG

Menulis untuk Telinga (3)

"Berita radio bukan sejenis arsip, atau kliping di perpustakaan. Para pendengar menginginkan informasi yang mutakhir. Kalimat pertama sebuah berita radio yang menyatakan bahwa peristiwanya terjadi kemarin, bakal membuat pendengar mengernyitkan dahi."

KBR68H

Menulis untuk Telinga (3)
Buku Menulis untuk Telinga, Mervin Block, penerbit KBR68H dan MDLF, penyunting Bambang Bujono, jurnalisme penyiaran

10. Jangan memulai cerita dengan kata ganti orang.


Cobalah Anda menjadi pendengar, dan menyimak berita berikut:


Dialah pengacara yang benar-benar berupaya menegakkan hukum dan keadilan. Ia tetap bersemangat meski yang dibelanya dalam posisi sama sekali tak menang: tokoh PKI yang menjadi musuh resmi pemerintah dan dimusuhi sebagian masyarakat. Yap Thiam Hien, pantang menyerah...


Siapakah "dia"? Pendengar -- yang tak mungkin menyimak kembali kata-kata yang sudah lewat -- mungkin bingung; "dia" bisa pengacara itu, bisa juga tokoh PKI yang dibelanya. Juga, Yap Thiam Hien bisa pengacara itu, bisa juga tokoh PKI itu. Berbeda bila ini berita surat kabar; selain pembaca bisa mengulang baca, banyak unsur yang membantu menjelaskan agar pembaca lebih mudah dan cepat memahami beritanya: ada judul, ada subjudul, foto dan keterangan foto—hal-hal yang mustahil ada di radio. Ini sebabnya berita radio diharuskan

disampaikan dalam kalimat sederhana: subyek-predikat-obyek. Penggunaan kata ganti orang di awal kalimat hanya akan membuat

kalimat itu tak mudah dan tak cepat dipahami. Pendengar ingin mendengarkan berita, bukan mau bingung.


11. Jangan menulis kalimat pertama dengan menggunakan kata “kemarin.”


Berita radio bukan sejenis arsip, atau kliping di perpustakaan. Para pendengar menginginkan informasi yang mutakhir. Kalimat pertama sebuah berita radio yang menyatakan bahwa peristiwanya terjadi kemarin, bakal membuat pendengar mengernyitkan dahi. Peristiwa kemarin untuk berita radio, usang sudah. Jika Anda harus membuka cerita yang mengisahkan kejadian kemarin, cobalah cari sudut pandang atau fokus yang memungkinkan Anda memakai kata “hari ini.”


Adalah kemarin batas akhir amnesti bagi para TKI Tenaga Kerja Indonesia tak berdokumen yang berada di Malaysia.


Kalimat ini sudah dipakai sebagai contoh kemubaziran penggunaan kata “adalah” (lihat nomor 8). Secara keseluruhan, kalimat pembuka ini memberi kesan berita yang disampaikan sudah ketinggalan karena memberitakan soal kemarin. Kita mesti melatih keterampilan untuk menulis kalimat pertama tanpa menghubungkan dengan kemarin. Untuk berita radio, kemarin sudah lama berlalu. Sebaiknya kalimat pertama ini diganti dengan yang terjadi setelah batas akhir amnesti lewat. Misalnya, ternyata masih sekitar 750.000 TKI ilegal tinggal

di Malaysia. Mereka sengaja bertahan dan menempuh risiko bukannya tanpa alasan: gaji belum dibayarkan.


Contoh lain:


Perundingan keempat antara pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka di Helsinki, berakhir kemarin. Delegasi Gerakan Aceh Merdeka menolak tawaran otonomi khusus dari pemerintah Indonesia. 


Kalimat kedua jelas lebih layak dinaikkan menjadi kalimat pertama: langsung memberikan informasi hasil perundingan keempat tersebut.


12. Jangan membuka berita dengan kalimat tanya.


Bagaimana kesan pertama Anda mendengar kalimat pembuka sebuah berita ini?


Apa yang pantas dilakukan seseorang terhadap saudara yang tengah menderita? Membantu dengan apa yang ia bisa lakukan.


Bahkan setelah jawaban dibacakan, serasa ini bukan awal dari sebuah berita radio, melainkan lebih mirip kalimat iklan. Bandingkan misalnya dengan iklan ini: “Anda terserang flu? Minum saja ....” Atau, kalimat itu terdengar seperti dalam acara quiz. Kalimat pertanyaan memang mudah dibuat, tapi jarang memikat. Mungkin peristiwa yang sangat jarang terjadi, cenderung ajaib, bisa diberitakan dengan kalimat tanya sebagai pembuka: “Bagaimana mungkin anak tiga tahun itu terseret gelombang tsunami, dan ditemukan terapung-apung di laut

tak kurang suatu apa dua hari kemudian?” Namun selalulah ingat bahwa pendengar tak ingin ditanya, mereka ingin mendengar berita.


13. Jangan memulai cerita dengan kalimat negatif, yang mengandung kata “tidak”, atau “bukan”.


Kalimat positif lebih kuat daripada kalimat negatif. Bandingkan kata-kata ini: “tidak murah–mahal”, “tidak jadi–batal”, “tidak pintar bodoh”, “bukan lurus–belok”, “bukan goreng rebus”, dan lain-lain. Kalimat positif juga berguna untuk mengurangi kemungkinan penyiar alpa, tak membaca kata “tidak” atau “bukan” yang berakibat kalimat jadi berbeda artinya. Daripada mengatakan, “Dampak naiknya harga BBM pada inflasi ternyata tidak besar,” lebih baik, “Dampak naiknya harga BBM pada inflasi ternyata kecil.” Atau, “Tak ada yang tak

mungkin dalam politik,” jauh lebih mudah dan cepat ditangkap pendengar kalau diubah: “Segalanya mungkin dalam politik.”


14. Jangan memulai berita dengan kata “lagi”, atau “sekali lagi”, atau kata lain yang maksudnya menceritakan bahwa sebuah peristiwa yang sama terulang.


Jika Anda memulai berita dengan “lagi” atau “kembali”— apa pun jadinya berita itu— terkesan bahwa ini berita yang sama dengan sebelumnya, tanpa perkembangan baru. Pendengar menangkapnya sebagai berita ulangan.


Penembakan kembali terjadi di Kota Ambon semalam. Dua orang tewas dalam peristiwa itu.


Tahun ini Pemerintah kembali berjanji akan menyediakan dana pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis untuk keluarga miskin.


Lagi, Indonesia termasuk empat besar dalam hal negara terkorup menurut survei International Transparency 2004.


Saudara, hari ini Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK, kembali memeriksa sejumlah anggota Komisi Pemilihan Umum. Kali ini, anggota KPU yang diperiksa adalah Anas Urbaningrum ...


Kelanjutan sebuah berita, atau terjadinya suatu peristiwa yang hampir sama dengan sebelumnya tentu saja tetap layak diliput. Masalahnya, cara menyampaikannya. Lebih baik bukan berlanjutnya atau terulangnya peristiwa tersebut yang ditekankan, melainkan fakta barunya. “Dua orang tewas di Ambon semalam. Ini korban penembakan keseratus satu sejak dua tahun lalu ...” Kalimat kedua, “Pemerintah berjanji menyediakan dana pelayanan kesehatan dan pendidikan gratis untuk keluarga miskin. Ini janji pemerintah yang kesekian kali, dan

belum pernah terwujud.” Contoh yang ketiga, “Survei International Tranparency menempatkan Indonesia sebagai negara terkorup ketiga tahun 2004 ini. Survei sebelumnya, Indonesia di peringkat kedua.” Terakhir, “Anas Urbaningrum, mantan ketua HMI yang dikenal jujur, diperiksa oleh KPK sehubungan dugaan korupsi di KPU.”


Banyak penulis memakai “lagi”, “sekali lagi”, atau “kembali” karena memang itulah yang terjadi, sama dengan penggunaan “kemarin” karena peristiwanya memang terjadi sehari sebelumnya (lihat nomor 11). Sebaiknya diupayakan mencari fakta barunya (seperti telah dicontohkan) atau mengambil angle lain agar berita tersebut tetap segar dan terasa sebagai berita “hari ini.” Dalam hal KPK memeriksa anggota KPU itu misalnya, bisa saja angle tentang apa dan siapa Anas Urbaningrum, tokoh muda yang sejauh ini dikenal “bersih”.


15. Jangan meringkas terlalu banyak informasi ke dalam satu kalimat.


Terlalu banyak fakta, terlalu banyak nama, terlalu banyak angka, terlalu banyak kata, terlalu banyak bagi pendengar. Mereka tidak dapat memproses fakta yang terus mengalir. Tak peduli begitu kompleks peristiwanya, pekerjaan kita menyajikan berita kepada pendengar sedemikian rupa hingga berita itu mudah dipahami. Kuncinya penulis harus memahami pokok masalah. Kemudian ia menyeleksi segala data dan fakta yang diperlukan untuk mendukung pokok masalah tadi.


Standar Nilai Ujian Akhir Nasional, UAN, yang sekarang diubah menjadi Ujian Nasional, UN, naik dari 4,01, menjadi 4,25, ini menakutkan para siswa karena terbukti berdasarkan data UAN pada 2003 jumlah siswa yang tidak lulus UAN melonjak gila-gilaan karena ada satu daerah, siswa yang tidak lulus UAN lebih dari 10 ribu orang.


Kalimat ini panjang, malah sangat panjang, dan susah dipahami karena penulisnya menumpuk banyak informasi. Ada perubahan nama ujian, ada angka-angka. Substansi kalimat ini, ketakutan para siswa karena standar nilai ujian dinaikkan. Hal yang pokok inilah yang perlu diutamakan, dijadikan kalimat pertama. Informasi selebihnya silakan ditaruh pada kalimat sesudahnya, bilamana perlu.


Penaikan standar nilai Ujian Nasional dari 4,01 menjadi 4,25 menakutkan para siswa. Tahun lalu, standar nilai masih 4,01, toh banyak siswa tak lulus. Bahkan di satu wilayah lebih dari 10.000 siswa gagal dalam ujian, yang waktu itu masih disebut Ujian Akhir Nasional.


16. Jangan menggunakan gaya penulisan berita surat kabar.


Belajarlah dari “kesalahan” berita surat kabar. Mendengarkan alinea pertama berita di surat kabar yang dibacakan oleh rekan Anda, akan sangat berguna. Cara ini efektif untuk mengetahui apa saja yang tak layak ditiru dari surat kabar untuk penulisan berita radio. Kalimat pertama berita surat kabar sebenarnya bukan bagian pertama dari keseluruhan berita. Sebelum pembaca membaca kalimat pertama itu ia sudah membaca judul, subjudul, mungkin sudah pula memperhatikan foto dan membaca keterangan foto. Penulis berita surat kabar

memperhitungkan itu semua, dan cara seperti ini tak cocok untuk penulisan berita radio.


Berikut sebuah contoh alinea pertama berita dari sebuah kantor berita yang oleh buku The Art of Editing (Brian S. Brooks dan Jack Z. Sissors, Allyn & Bacon, cetakan ke-7, 2001) dianggap sebagai salah satu intro terbaik untuk surat kabar:


Ombak satu setengah meter menghajar wajahnya, dinginnya air. Danau Marion membekukan tubuhnya, dan sejenak terpikir oleh Lynne Heath untuk pasrah dan tenggelam. Tapi wataknya yang keras kepala segera menguasai dirinya dan ia pun berjuang untuk mencapai pantai.


Seandainya berita ini dibacakan di radio, akan terkesan seperti sebuah awal cerita pendek, bukan berita. Dua kalimat itu tak menceritakan pentingnya kisah Lynn Heath di Danau Marion. Tapi tak demikian halnya dengan pembaca yang menyimak berita tersebut di surat kabar. Sebelum membaca reportase tentang Heath yang hampir terseret ombak itu, mungkin pembaca sudah melirik judul berita, subjudul, dan foto—hal-hal yang mendukung pentingnya berita ini. Mungkin Lynne Heath nama yang populer, atau Danau Marion waktu itu sedang menjadi

berita karena sesuatu hal. Yang seperti ini tak cocok untuk berita radio.


17. Jangan melupakan atau menganggap tidak penting pendengar.


Cara terbaik untuk meraih sebanyak mungkin pendengar, menulislah dengan membayangkan seolah-olah Anda sedang berbicara dengan pendengar. Ingatlah selalu bahwa pendengar itu tak mempunyai kesempatan untuk berbicara atau bertanya kepada Anda. Jangan membuat pendengar bingung karena tak mengerti yang mereka dengarkan; jangan membuat pendengar bertanya-tanya; jangan membuat mereka harus berpikir untuk mencernak siaran berita Anda. Andalah yang seharusnya jungkir balik dan berpikir keras menyusun berita yang mudah

dimengerti pendengar. 


Menulis itu kerja keras; orang yang mengatakan “menulis itu mudah”, kalau ia bukan menipu, ia orang yang belum pernah mencoba atau tidak tahu bagaimana melakukannya dengan baik. Menceritakan berita yang kompleks dalam waktu 20 detik merupakan satu tantangan bagi setiap penulis radio; menceritakannya dengan jelas dan mudah didengar jauh lebih menantang. Ingatlah kata-kata Konfucius, “Tulisan sambil lalu susah didengar, tulisan yang susah-payah mudah didengar.” Sambil lalu, maksudnya tulisan begitu saja ditulis tanpa penulisnya

memikirkan khalayaknya; sedangkan tulisan yang dibuat dengan susah payah, merupakan hasil kerja keras penulisnya yang ingin agar khalayak mudah dan cepat memahami tulisannya.


18. Jangan menakut-nakuti pendengar, jangan memerintah pendengar.


Coba dengarkan berita ini:


- Proses pembelian helikopter Rusia itu memang sangat ruwet, melibatkan banyak orang, dan membingungkan siapa saja.


- Silakan menyimak berita ini dengan baik, singkirkan apa saja yang membuat Anda tak bisa berkonsentrasi untuk mendengarkan kisah

penting ini.


Mendengar berita pertama, mungkin pendengar segera memutuskan untuk tak ikut terlibat dalam keruwetan. Untuk berita kedua, pendengar mungkin tersinggung: apa hak penyiar memerintah dia? Jadi, sekali lagi, langsung saja sampaikan isi berita yang penting itu, bukan yang lain-lain.


19. Jangan membuat kesalahan fakta.


Kesalahan paling telak di antara semuanya: kesalahan fakta. Ini bisa berakibat pada kredibilitas radio Anda. Karena itu selalu pertimbangkan setiap kata dan angka dan istilah yang Anda tulis: sudahkah benar ini semua. Siaplah selalu dengan kamus, kliping, dan mental yang yakin bahwa malu bertanya salah faktanya.


Setelah Anda membaca “19 Kesalahan Besar” ini, cobalah mengingat-ingatnya selagi menulis naskah Anda berikutnya. Mudah-mudahan naskah Anda tersebut jauh lebih bisa Anda banggakan daripada naskah-naskah sebelumnya. Tapi inilah pedoman terpenting: jangan terintimidasi oleh pedoman atau pegangan cara menulis apa pun. Gunakan pedoman itu selagi Anda anggap penting, tinggalkan atau langgarlah satu-dua atau seluruhnya bila Anda merasa harus begitu—sepanjang Anda yakin bahwa pelanggaran ini untuk menghasilkan tulisan yang baik buat pendengar.


Menulis bukanlah sejenis ilmu eksakta: memiliki banyak rumus yang pasti. Menulis adalah sebuah kebebasan, dan kebebasan akan membuahkan hasil yang baik asal Anda tahu kapan mengikuti pedoman, dan kapan harus meninggalkannya. Walau begitu, melanggar suatu pedoman tidaklah bijaksana, kecuali Anda sudah paham menyiasatinya.


Selanjutnya Lima Belas Kesalahan Ringan

Baca juga:

Menulis untuk Telinga 1 

Menulis untuk Telinga 2 

Menulis untuk Telinga 3

Menulis untuk Telinga 4

Menulis untuk Telinga 5 

Menulis untuk Telinga 6 

Menulis untuk Telinga 7 

Menulis untuk Telinga 8 

Menulis untuk Telinga 9 

Menulis untuk Telinga 10 

Menulis untuk Telinga 11 

Menulis untuk Telinga 12  

  • Buku Menulis untuk Telinga
  • Mervin Block
  • penerbit KBR68H dan MDLF
  • penyunting Bambang Bujono
  • jurnalisme penyiaran
  • menulisuntuktelinga

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!