BERITA

Petani dan Perusahaan Tambang Pasir Kuarsa Berebut Air, Sawah di Rembang Telantar

Petani dan Perusahaan Tambang Pasir Kuarsa Berebut Air, Sawah di Rembang Telantar

KBR, Rembang – Puluhan hektar lahan persawahan di Desa Karas dan Mojosari, Kecamatan Sedan, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah hingga saat ini belum bisa ditanami padi. 

Diduga penyebabnya karena aliran air sungai banyak disedot oleh usaha pengolahan tambang pasir kuarsa (silica). Kondisi ini rawan menuai konflik antara petani dengan pekerja tambang.

Seorang petani di Desa Mojosari, Hamid mengatakan dulu sebelum ada usaha pengolahan pasir kuarsa, petani cukup mudah mendapatkan pasokan air sungai. Masa tanam padi pun tepat waktu, terutama ketika memasuki musim penghujan. 

Belakangan, ada beberapa titik sungai yang sengaja dibendung, agar airnya dapat dialirkan ke perusahaan tambang pasir kuarsa. Akibatnya, menurut Hamid, petani menjadi tidak kebagian jatah air. 

Pasir kuarsa merupakan mineral bahan baku utama pembuatan keramik, kaca, gelas, tegel, hingga campuran semen untuk pembuatan beton.

Hamid dan petani lain sempat 'menyita' peralatan penyedot air di dekat sungai milik penambang. Belakangan, Hamid mendengar ia akan dilaporkan kelompok penambang ke kepolisian.

Hamid mengeluhkan maraknya penyedotan air sungai dan pembuangan limbah dari aktivitas pencucian pasir, karena sangat merugikan petani. Perusahaan tambang pasir kuarsa sudah beroperasi hampir sembilan tahun. Ia berpendapat mestinya usaha semacam itu membuat sumur sendiri, agar tidak mengancam irigasi pertanian.

"Dulu ketika air sungai dapat dialirkan ke sini, pasokan berlimpah. Begitu musim penghujan tiba, kita bisa dengan mudah menanam padi. Kalau saat ini banyak lahan persawahan masih belum bisa ditanami, karena kekurangan air. Saya sempat protes, kebetulan ada peralatan penyedot air di sungai, ya saya bawa, maksudnya saya amankan. Saking jengkelnya saya, karena ini sudah berjalan lama," kata Hamid kepada KBR, Senin (25/12/2017).

Baca juga:

Dihubungi terpisah, seorang warga Desa Karas Kecamatan Sedan, ia enggan disebutkan namanya, memperkirakan terdapat empat usaha pencucian pasir kuarsa di desa Karas dan sekitarnya. Kebetulan yang berhimpitan dengan aliran sungai ada satu lokasi.

Warga ini berharap pemerintah segera turun tangan memediasi persoalan tersebut. Jika tidak diatasi, kemungkinan petani yang lahannya menganggur akan bergerak.

"Petani pusing memikirkan sekarang sudah musim penghujan kok lahan masih belum bisa ditanami. Beda dengan kecamatan lain. Ini masalah perut. Sedangkan perusahaan juga punya pekerja yang butuh upah. Jangan sampai persoalan kelak meledak dan akhirnya kita saling menyalahkan. Soalnya di tingkat bawah sudah muncul keresahan, serta bibit–bibit konflik," kata warga yang menolak disebutkan identitasnya. 

Pantauan KBR pada Senin siang (25/12/2017), lahan persawahan di sebelah timur Balai Desa Karas sampai perbatasan dengan Desa Mojosari, tampak lengang. Aktivitas petani hanya sebatas menumpuk pupuk kandang dan mencangkuli pematang sawah. 

Lahan itu belum layak ditanami padi karena kondisi tanah masih keras. Saluran irigasi juga kelihatan kering.

Kepala Desa Karas, Nasrudin mengatakan akan berkoordinasi dengan pemerintah Desa Mojosari untuk menelusuri apakah benar keringnya sawah lantaran pengaruh air sungai atau faktor lain. Setelah mengetahui pasti penyebabnya, kata Nasrudin, ia baru bisa mencarikan solusi.

Ia mengatakan saat ini curah hujan di Rembang masih rendah, hingga irigasi sawah terganggu.

Editor: Agus Luqman 

  • pasir kuarsa
  • berebut air
  • konflik air
  • perebutan air
  • tambang pasir kuarsa

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!