BERITA

Pemkab Kupang: Pemerintah Pusat Lamban Selesaikan Sengketa di Naktuka

Pemkab Kupang: Pemerintah Pusat Lamban Selesaikan Sengketa di Naktuka



KBR, Kupang - Pemerintah Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) menyebut pemerintah lamban menyelesaikan persoalan sengketa perbatasan Indonesia dengan Timor Leste di Naktuka.

Bupatu Kupang, Ayub Titu Eki mengatakan, warga Amfoang --pemilik hak ulayat Naktuka sudah berkali-kali memintanya mengusir 60-an keluarga Timor Leste yang berdiam di sana. Namun, ia melarang dan menyerahkan masalah tersebut ke pemerintah pusat.

"Berani menyerang itu beritanya bukan berita nasional, tetapi internasional. Nah mencoreng nama negera kita. Ini yang kita jaga. Sehingga kalau masyarakat, kalau omong dengan saya, saya bilang sabar-sabar. Tapi ya, sabar-sabar sampai kapan? Sehingga itu kita juga harapkan, sebenarnya dari pemerintah pusat untuk menyikapi itu," kata Ayub Titu Eki, di Kupang, Senin (29/8/2016).


"Itu pernyataan dari masyarakat adat yang sebenarnya merasa sakit hati, apabila tanah yang menurut adat turun temurun adalah kita, dibiarkan begitu saja. Saya sebenarnya, kalau sebagai kepala daerah saya bilang tidak, karena apa? Ingat batas negara itu kewenanganya Jakarta, pusat, bukan daerah, bukan provinsi dan kabupaten. Kita harus taat disitu. Itu kalau sebagai kabupaten," sambungnya.


Sebelumnya, masyarakat Adat Amfoang, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur melalui Raja Amfoang Robby Manoh mengatakan, masyarakat adat Amfoang akan menyerang puluhan warga Timor Leste yang tinggal di Naktuka apabila belum ada kejelasan status wilayah tersebut dari Pemerintah.


Dia mengatakan, Naktuka merupakan bagian dari wilayah kerajaan Amfoang dengan potensi lahan pertanian yg menjadi mata pencaharian masyarakat. Ssejak adanya kesepakatan RI-RDTL pada Tahun 2003 lalu, masyarakat Amfoang selaku pemilik lahan pertanian pun mengikuti kesepakatan tersebut dan mengosongkan lahan pertanian itu.


Namun dalam perjalannya, sebanyak 63 keluarga dari Timor Leste menempati wilayah tersebut dan menggarap lahan itu. Sementara kepala Kesbangpol NTT, Sisilia Sona mengatakan hingga kini, persoalan tapal batas negara RI-RDTL di wilayah Dusun Naktuka, Desa Netemnanu Utara, Kecamatan Amfoang Timur, Kabupaten Kupang hingga saat ini masih menunggu hasil keputusan pemerintah pusat.


Pemerintah Provinsi NTT, kata dia,  terus mendesak Pemerintah pusat untuk segera menuntaskan persoalan tapal batas tersebut.


Sebelumnya, Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur, juga telah meminta pemerintah pusat mengikuti kesepakatan warga perbatasan dalam menentukan batas wilayah antar Indonesia dan Timor Leste.


Wakil Bupati TTU, Aloysius Kobes mengatakan, Pemda TTU dan warga di perbatasan dua negara itu sebelumnya telah sepakat soal batas negara. Jika penetapan batas negara tidak sesuai kesepakatan warga perbatasan, ia khawatir konflik terkait batas wilayah perbatasan akan terus berlanjut.


"Kita di propinsi dan kabupaten ini kan sebatas memfasitilitasi untuk meyakinkan orang agar bisa menerima. Tetapi ini kan jadi kewenangan pemerintah pusat. Kebijakan pemerintah pusat sebaiknya mengikuti kesepakatan yang sudah kita ambil. Kalau tidak melibatkan aspirasi atau kesepakatan ini, akan ada masalah," kata Aloysius Kobes di Kupang, Selasa (25/08/2016).


Aloysius Kobes menambahkan, selama ini pemerintah pusat tidak pernah melibatkan pemerintah daerah dalam penentuan batas negara.


Kobes mengatakan, sudah menyampaikan ke pemerintah pusat agar pemerintah Kabupaten TTU, Kupang dan Belu dilibatkan dalam penyelesaian masalah batas negara. Sebab, kata dia, penentuan batas antarnegara harus melibatkan pemerintah daerah agar tepat sasaran dan tidak memicu konflik.


Baca juga: [SAGA] Sengketa Naktuka, Robi Manoh: Kalau Pemerintah Tak Serius, Kita Pakai Cara Sendiri





Editor: Quinawaty 

  • perbatasan naktuka
  • kupang
  • NTT
  • Ayub Titu Eki
  • Warga Amfoang

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!